"KARENA keyakinan seperti ini terbukti telah salah, karena mereka akan selalu ditantang oleh orang-orang seperti Anne Frank," kata tokoh anti-apartheid penerima Nobel Perdamaian dan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela pada 1944.
Selama dipenjarakan oleh rezim kulit putih, Mandela yang belakangan menjadi Presiden Afrika Selatan, rajin membaca buku harian tulisan Anne Frank, seorang dara keturunan Yahudi, yang wafat di kamps konsentrasi Jerman pada 1944.
Pada Juni 1999, Majalah Time menerbitkan edisi khusus berjudul Time 100: The Most Important People of the Century, dan Anne dipilih sebagai salah satu sosok Pahlawan & Ikon.
Penulisnya, Roger Rosenblatt menggambarkan pengaruh Anne dengan menulis, "Alasan dia begitu dikenang, pada dasarnya karena sastra. Dia adalah seorang penulis yang luar biasa bagus, untuk segala usia, dan kualitas karyanya tampaknya merupakan akibat langsung dari disposisi kejujuran dan kezaliman.
Anne secara khusus telah menjadi simbol Holocaust, dan lebih luas lagi: Perwakilan atas penyiksaan orang-orang Yahudi.
Hillary Rodham Clinton dalam pidatonya di perayaan Elie Wiesel Humanitarian Award 1994, mengutip kata-kata dalam buku harian Anne dan berbicara mengenai Anne.
"Anne Frank telah membangunkan kita dari kebodohan, ketidakpedulian, dan hal-hal mengerikan yang terjadi pada anak muda," katanya yang juga mengaitkan kejadian kontemporer di Sarajevo, Somalia, dan Rwanda.
Marie 'Anne' Frank lahir di Kota Frankfurt, Jerman, 12 Juni 1929, kemudian wafat bersama kakaknya, Margot Frank di kamp konsentrasi Bergen-Belsen pada Februari 1945, diduga karena tifus.
Buku harian yang ditulisnya selama masa perang, The Diary of a Young Girl (Buku Harian seorang Anak Perempuan), telah diadaptasi menjadi sejumlah drama dan film termasuk jenis film kartun atau animasi untuk anak-anak.
Anne yang sekeluarga ditangkap oleh Nazi di tempat persembunyian mereka, menjalani sebagian besar masa hidupnya di Amsterdam, Belanda, kemudian kehilangan status kewarganegaraannya pada 1941.
Setelah kematiannya, Anne meraih ketenaran internasional setelah buku hariannya diterbitkan. Buku harian tersebut menceritakan pengalamannya ketika Jerman menduduki Belanda semasa Perang Dunia II.
Tega Dikhianati Sesama Yahudi demi Isi Perut?
Dilansir Suara Pemred dari stasiun televisi berita Prancis, Euro News, Senin, 17 Januari 2022. sebuah investigasi mengklaim telah mencapai 'skenario yang paling mungkin' tentang siapa yang mengkhianati keluarga Anne.
Sebuah tim menyatakan, penghianat itu bisa saja Arnold van den Bergh, seorang notaris Yahudi terkemuka, yang mengungkapkan tempat persembunyian rahasia keluarga Anne, demi menyelamatkan keluarganya sendiri dari deportasi dan pembunuhan di kamp konsentrasi Nazi.
Temuan ini diuraikan dalam sebuah buku baru berjudul Pengkhianatan Anne Frank, sebuah Investigasi Kasus oleh akademisi dan penulis Kanada, Rosemary Sullivan.
“Kami telah menyelidiki lebih dari 30 tersangka dalam 20 skenario berbeda, meninggalkan satu skenario yang kami sebut sebagai skenario yang paling mungkin,” kata pembuat film Thijs Bayens ini, yang memiliki ide untuk membentuk tim penyelidikan.
Hanya saja, Bayens dengan cepat menukas bahwa pihakny tidak bisa 100 persen memastikan hal itu.
Keluarga Anne bersembunyi bersama empat orang Yahudi lainnya pada Juli 1942- Agustus 1944, ketika mereka ditemukan dan dideportasi ke kamp konsentrasi.
Ayah Anne, Otto Frank, adalah satu-satunya anggota keluarga yang selamat dari perang. Anne dan saudara perempuannya, meninggal di kamp konsentrasi Bergen-Belsen, ketika Anne berumur 15 tahun.
Simbol tentang Ketahanan dan Harapan
Buku harian yang ditulis Anne saat bersembunyi, diterbitkan setelah perang dan menjadi simbol harapan dan ketahanan, yang telah diterjemahkan ke dalam lusinan bahasa, dan dibaca oleh jutaan orang di seluruh dunia.
Namun, identitas orang yang memberikan lokasi persembunyian mereka, selalu menjadi misteri, meski telah dilakukan penyelidikan sebelumnya.
Temuan tim menunjukkan bahwa Otto Frank adalah salah satu yang pertama mendengar tentang kemungkinan keterlibatan Van den Bergh, anggota terkemuka komunitas Yahudi di Amsterdam.
Menurut para peneliti, sebuah catatan singkat, salinan tip anonim yang dikirim ke Otto Frank setelah perang, menyebutkan bahwa Van den Bergh, yang meninggal pada 1950, sebagai orang yang memberi tahu kepada otoritas Jerman di Amsterdam yang kemudian menemukan keluarga Frank.
Catatan itu adalah bagian yang diabaikan dari penyelidikan polisi Amsterdam selama beberapa dekade, yang ditinjau oleh tim, dengan menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis, dan menarik hubungan antara arsip di seluruh dunia.
Museum Anne Frank House di Gedung Amsterdam, sisi kanal yang mencakup paviliun rahasia, menyambut baik penelitian baru tersebut, sekalipun masih menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Museum Anne Frank memberi para peneliti akses ke arsipnya untuk proyek penelitian. “Tidak, kurasa kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah misteri telah terpecahkan sekarang. Saya pikir, ini adalah teori menarik yang dibuat oleh tim," kata direktur museum, Ronald Leopold.
"Saya pikir, mereka menghasilkan banyak informasi menarik, tetapi saya juga berpikir bahwa masih banyak potongan teka-teki yang hilang. Dan, potongan-potongan itu perlu diselidiki lebih lanjut, untuk melihat bagaimana kita bisa menilai teori baru ini," lanjutnya.
Bayens menambahkan, perburuan pengkhianat juga merupakan cara untuk mencari penjelasan tentang bagaimana kengerian pendudukan Nazi telah tega memaksa beberapa anggota komunitas Yahudi di Amsterdam yang dulu akrab, untuk saling menyerang.
"Ini juga tentang bagaimana fasisme membawa orang ke titik putus asa untuk saling mengkhianati, yang merupakan situasi yang sangat buru. Kami pergi mencari pelaku, dan kami menemukan korban,” kata Bayens.
Mengungsi dari Jerman setelah Kemenangan Nazi
Keluarga Anne pindah dari Jerman ke Amsterdam pada pada 1933, ketika Nazi mulai berkuasa di Jerman. Pada Mei 1940, dilansir dari Wikipedia, keluarga Anne terjebak di Amsterdam setelah Jerman menduduki Belanda.
Otto Frank, satu-satunya anggota keluarga yang selamat, kembali ke Amsterdam setelah perang, dan mengetahui bahwa buku harian Anne disimpan oleh salah seorang penolong bernama Miep Gies.
Berkat upayanya, buku harian tersebut akhirnya diterbitkan pada 1947. Sejak saat itu, buku harian Anne telah diterjemahkan dalam banyak bahasa dari versi asli bahasa Belanda, dan pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris pada 1952 berjudul The Diary of a Young Girl.
Buku harian tersebut, yang dihadiahkan kepada Anne saat ulang tahunnya yang ketigabelas, menceritakan perjalanan hidupnya sejak 12 Juni 1942 hingga 1 Agustus 1944.
Lahir bernama Annelies atau Anneliese, Anne adalah putri dari pasangan Otto Frank (1889–1980) dan Edith Frank-Hollander (1900–1945), dan memiliki seorang kakak perempuan bernama Margot (1926–1945).
Keluarga Anne tergolong penganut Yahudi liberal, dan tidak menjalankan semua kebiasaan dan tradisi Yahudi, serta tinggal di lingkungan masyarakat yang sudah berasimilasi, terdiri dari warga Yahudi dan non-Yahudi dari berbagai agama.
Edith Frank adalah orang tua yang lebih taat dan lebih tertarik pada kegiatan ilmiah, dan memiliki perpustakaan yang luas. Keduanya gemar mendorong anak-anak mereka untuk rajin membaca.
Pada 13 Maret 1933, pemilu digelar di Frankfurt untuk memilih dewan kota, dan Partai Nazi pimpinan Adolf Hitler memenangkan pemilu tersebut.
Demonstrasi antisemit terjadi dengan segera, dan keluarga Anne mulai cemas mengenai nasib mereka jika tetap tinggal di Jerman.
Pada tahun yang sama, Edith dan kedua putrinya berangkat ke Aachen, dan tinggal bersama ibu Edith, Rosa Hollander.
Otto Frank tetap di Frankfurt, tetapi setelah ditawari untuk menjalankan sebuah perusahaan di Amsterdam, Otto pindah ke sana untuk mengelola bisnis, dan mencari tempat tinggal bagi keluarganya.
Keluarga Frank adalah satu dari 300.000 keluarga Yahudi yang meninggalkan Jerman antara 1933 dan 1939. Otto mulai bekerja di Opekta Works, sebuah perusahaan yang menjual ekstrak buah pektin, dan tinggal di sebuah apartemen di Merwedeplein (Merwede Square) di Rivierenbuurt, Amsterdam.
Pada Februari 1934, Edith dan kedua putrinya tiba di Amsterdam, dan kedua gadis tersebut disekolahkan—Margot di sekolah negeri dan Anne di sekolah Montessori. Margot menunjukkan kemampuannya dalam bidang aritmetika, sedangkan Anne gemar membaca dan menulis.
Teman Anne, Hanneli Goslar, bercerita bahwa sejak kecil, Anne sering menulis, meskipun dia selalu menutupi karyanya dengan tangan saat menulis, dan menolak membicarakan isi tulisannya dengan siapapun.
Kakak beradik ini memiliki kepribadian yang sangat berbeda; Margot adalah pribadi yang sopan, rajin, dan pendiam, sedangkan Anne blak-blakan, energik, dan ekstrover.
Pada 1938, Otto mendirikan perusahaan keduanya, Pectacon, yang bergerak dalam penjualan produk-produk herbal, garam, dan rempah-rempah untuk membuat sosis. Hermann van Pels dipekerjakan sebagai penasihat mengenai rempah-rempah.
Hermann adalah seorang tukang daging Yahudi yang melarikan diri dari Osnabrück, Jerman bersama keluarganya.
Pada 1939, ibu Edith ikut tinggal bersama mereka, dan tetap bersama sampai meninggal dunia pada Januari 1942.
Pada Mei 1940, Jerman menduduki Belanda. Pemerintah Jerman mulai menganiaya para Yahudi dengan memberlakukan sejumlah hukum yang bersifat membatasi dan diskriminatif; kewajiban untuk mendaftarkan diri, dan pemisahan ras juga diberlakukan tak lama kemudian.
Kakak beradik ini unggul dalam pelajaran mereka dan memiliki banyak teman, tetapi sejak dikeluarkannya dekrit yang mengharuskan anak-anak Yahudi untuk bersekolah di sekolah Yahudi, mereka berdua didaftarkan di Lyceum (SMP) Yahudi. Di situ, Anne kemudian berteman dengan Jacqueline van Maarsen di Lyceum.
Pada ulang tahunnya yang ketigabelas, 12 Juni 1942, Anne menerima sebuah buku catatan kecil yang dia tunjukkan kepada ayahnya di sebuah etalase toko beberapa hari sebelumnya.
Meskipun buku itu sebenarnya adalah sebuah buku tanda tangan, bersampul kain berwarna merah putih dengan sebuah kunci kecil di bagian depan, Anne memutuskan untuk menggunakannya sebagai sebuah buku harian, dan mulai menulis dengan segera.
Meskipun isi awal buku hariannya menggambarkan dirinya sebagai seorang gadis kecil biasa, Anne juga menceritakan tentang perubahan yang terjadi di Belanda setelah pendudukan Jerman.
Misalnya, dalam tulisannya tanggal 20 Juni 1942, Anne menulis tentag banyaknya pembatasan yang diberlakukan terhadap warga Yahudi Belanda, dan juga kesedihannya atas kematian neneknya pada awal tahun.
Bercita-cita menjadi seorang aktris, Anne suka menonton film, tetapi orang Yahudi di Belanda dilarang pergi ke bioskop sejak tanggal 8 Januari 1941.
Pada Juli 1942, Margot Frank menerima panggilan dari Zentralstelle für judische Auswanderung (Kantor Pusat Emigrasi Yahudi), yang memerintahkannya untuk melapor dan pindah ke kamp kerja.
Setelah berunding dengan karyawan kepercayaannya, Otto memberitahukan keluarganya untuk bersembunyi di kamar atas atau tempat belakang perusahaan mereka, Opekta, yang terletak di pinggir Prinsengracht, salah satu jalan di sepanjang Kanal Amsterdam.
Panggilan dari Kantor Pusat Emigrasi tersebut memaksa mereka untuk pindah beberapa minggu lebih awal dari yang direncanakan sebelumnya.
Titipkan Kelereng dan Kucingnya Toosye
Sesaat sebelum bersembunyi, Anne memberi teman sekaligus tetangganya, Toosje Kupers, sebuah buku, seperangkat tempat minum teh, sekaleng kelereng, dan kucing keluarga untuk dipelihara.
Anne sempat berpesan kepada Toosje, seagaimana dikutip The Associated Press: "'Aku mencemaskan kelerengku, karena aku takut kelereng ini akan jatuh ke tangan yang salah. Bisakah kau menyimpannya untuk sementara?"
Pada Senin pagi, 5 Juli 1942, Anne Frank dan keluarganya pindah ke tempat persembunyian, sebuah paviliun rahasia.
Apartemen lama mereka ditinggalkan dalam keadaan berantakan untuk menciptakan kesan bahwa mereka telah pergi secara tiba-tiba, dan Otto meninggalkan catatan bahwa mereka akan pergi ke Swiss.
Untuk menjaga kerahasiaan tempat persembunyian, mereka terpaksa meninggalkan kucing Anne, Moortje.
Pada masa itu, orang Yahudi tidak diizinkan untuk menggunakan angkutan umum. Karena itu, orang Yahudi terpaksa berjalan kaki beberapa kilometer dari rumah mereka, dengan masing-masing mengenakan beberapa lapis pakaian, lantaran mereka tidak berani terlihat sedang membawa koper.
Achterhuis (sebuah kata dalam bahasa Belanda yang berarti bagian belakang rumah, diterjemahkan sebagai Secret Annexe atau ruang rahasia) dalam buku harian edisi bahasa Inggris) adalah ruangan tiga lantai di bagian belakang gedung, yang memiliki pintu masuk dari bagian atas kantor Opekta.
Dua kamar berukuran kecil, yang dilengkapi dengan kamar mandi dan toilet, berada di lantai satu, dan di atas terdapat ruangan terbuka besar, dengan sebuah ruangan kecil di sampingnya.
Di dalam ruangan kecil ini, terdapat tangga yang mengarah ke loteng. Pintu masuk ke Achterhuis kemudian ditutup dengan rak buku untuk memastikan kerahasiaan tempat tersebut.
Bangunan utama, yang terletak satu blok dari Westerkerk, adalah sebuah gedung yang mencolok, tua, dan tipikal bangunan di bagian barat Amsterdam.
Hanya ada empat karyawan yang mengetahui tempat persembunyian keluarga Anne, yakni Victor Kugler, Johannes Kleiman, Miep Gies, dan Bep Voskuijl. Selain itu, mereka juga dibantu oleh suami Gies, Jan Gies, dan ayah Voskuijl, Johannes Hendrik Voskuijl.
Mereka merupakan kontak antara dunia luar dan penghuni rumah, dan mereka terus memberi informasi tentang perang dan perkembangan politik.
Mereka juga menyediakan semua kebutuhan keluarga Frank, memastikan keselamatan mereka, dan menyediakan makanan, tugas-tugas yang semakin sulit seiring dengan berlalunya waktu.
Anne menulis tentang dedikasi dan upaya mereka dalam melakukan tindakan berbahaya untuk melindungi keluarganya. Semua sadar bahwa jika persembunyian tersebut terbongkar, mereka akan tertangkap, dan mungkin menghadapi hukuman mati karena melindungi orang Yahudi.
Pada 13 Juli 1942, keluarga van Pels yang terdiri dari pasangan Hermann dan Auguste, serta putranya yang berumur 16 tahun, Peter, bergabung dengan keluarga Anne dalam persembunyian mereka di Achterhuis.
Pada November tahun yang sama, Fritz Pfeffer, seorang dokter gigi dan teman keluarga Anne, juga bergabung dengan mereka.
Digerebek Nazi dan Dideprtasi ke Kamp 'Neraka' Auschwitz
Pada pagi hari, 4 Agustus 1944, setelah adanya informasi dari informan yang tidak diketahui, Achterhuis diserbu oleh sekelompok polisi Jerman tak berseragam (Grune Polizei), yang dipimpin oleh SS-Oberscharführer Karl Silberbauer dari satuan Sicherheitsdienst.
Keluarga Anne, van Pelses, dan Pfeffer dibawa ke markas RSHA, tempat mereka diinterogasi dan ditahan semalaman.
Pada 5 Agustus, mereka dipindahkan ke Huis van Bewaring (Rumah Detensi), sebuah penjara yang penuh sesak di Weteringschans.
Dua hari kemudian, mereka diangkut ke kamp transit Westerbork, tempat tewasnya lebih dari 100.000 Yahudi Belanda dan Jerman pada masa itu.
Setelah tertangkap di persembunyian, mereka dianggap pelaku kriminal dan dikirim ke Barak Hukuman untuk melakukan kerja paksa.
Victor Kugler dan Johannes Kleiman ditangkap dan dipenjarakan di kamp hukuman bagi musuh rezim di Amersfoort.
Kleiman dibebaskan setelah ditahan selama tujuh minggu, tetapi Kugler dijebloskan ke berbagai kamp kerja hingga perang berakhir.
Miep Gies dan Bep Voskuijl diinterogasi dan diancam oleh Polisi Keamanan, namun tidak ditahan. Mereka berdua kembali ke Achterhuis keesokan harinya, dan menemukan kertas buku harian Anne berserakan di lantai.
Mereka lalu mengumpulkannya bersama beberapa album foto keluarga, dan Gies memutuskan untuk mengembalikannya kepada Anne setelah perang berakhir.
Pada 7 Agustus 1944, Gies berupaya untuk memfasilitasi pembebasan para tahanan dengan cara bernegosiasi dan menawarkan uang sogok, tetapi tidak berhasil.
Pada 2015, sebuah buku yang ditulis oleh jurnalis Flemish Jeroen de Bruyn dan putra bungsu Bep Voskuijl, Joop van Wijk, menuduh bahwa Nelly Voskuijl, adik perempuan Bep, mungkin telah mengkhianati keluarga Anne.
Penulis buku tersebut menemukan bukti bahwa Nelly Voskuijl adalah seorang kaki tangan Nazi. Nelly Voskuijl sendiri meninggal dunia pada 2001.
Pada 3 September 1944, kelompok tersebut dideportasi dari Westerbork ke kamp konsentrasi Auschwitz dan sampai setelah menempuh perjalanan kereta selama tiga hari.
Di kereta yang sama ada Bloeme Evers-Emden, seorang warga Amsterdam yang telah berteman dengan Anne dan Margot di Lyceum Yahudi pada 1941.
Bloeme melihat Anne, Margot, dan ibu mereka secara teratur di Auschwitz, dan turut diwawancarai untuk mengetahui kenangannya mengenai kehidupan keluarga Anne di Auschwitz dalam film dokumenter televisi, The Last Seven Months of Anne Frank (1988), karya sutradara Belanda Willy Lindwer, dan film dokumenter BBC, Anne Frank Remembered (1995).
Ditelanjangi dan Angkat Batu
Setelah tiba di Auschwitz, pasukan SS memisahkan para pria dari wanita dan anak-anak secara paksa, dan Otto direnggut dari keluarganya.
Tahanan yang dianggap mampu bekerja, dibawa memasuki kamp, sedangkan tahanan yang dianggap tidak layak, dijadikan tenaga kerja atau dibunuh dengan segera.
Dari 1.019 tahanan, 549—termasuk semua anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun—langsung dikirim ke kamar gas. Anne , yang baru saja berusia 15 tahun tiga bulan sebelumnya, termasuk salah seorang tahanan termuda yang terhindar dari kematian.
Anne dengan cepat menyadari bahwa sebagian besar tahanan digas setelah kedatangan mereka dan tidak mengetahui bahwa semua orang dari Achterhuis selamat dalam proses seleksi ini.
Anne menduga bahwa ayahnya, yang sudah berusia pertengahan lima puluhan dan tidak terlalu sehat, telah dibunuh segera setelah mereka dipisahkan.
Bersama para wanita lainnya yang terhindar dari kematian, Anne dipaksa bertelanjang untuk didisinfeksi, digunduli kepalanya, dan ditato dengan nomor identitas di lengannya.
Pada siang hari, para wanita dimanfaatkan sebagai tenaga kerja budak, dan Anne dipaksa mengangkut batu dan menggali tanah.
Pada malam hari, mereka tidur berdesakan di barak yang penuh sesak. Beberapa saksi kelak menyatakan bahw a Anne menjadi pendiam dan menangis saat menyaksikan anak-anak digiring ke kamar gas; saksi lainnya mengungkapkan bahwa Anne tetap menunjukkan kekuatan dan keberanian.
Sifatnya yang suka berteman dan percaya diri menyebabkannya sering menerima jatah roti tambahan untuk ibu, kakak, dan dirinya sendiri. Wabah penyakit kemudian marajalela di kamp.
Tak lama setelah itu, kulit Anne terinfeksi parah oleh kudis. Kakak beradik Frank dipindahkan ke rumah sakit kamp, dalam keadaan gelap dan dipenuhi oleh mencit dan tikus.
Ibunya Mati Kelaparan
Edith Frank berhenti makan, menyimpan setiap potong makanannya untuk putrinya, dan memberikan jatahnya kepada kedua putrinya dengan cara mengulurkannya melalui lubang yang dibuatnya di bagian bawah dinding rumah sakit.
Pada 28 Oktober 1944, seleksi dimulai bagi para wanita untuk dipindahkan ke Bergen-Belsen. Lebih dari 8.000 wanita, termasuk Anne dan Margot Frank, serta Auguste van Pels, dipindahkan.
Edith Frank ditinggalkan di kamp lama, kemudian meninggal dunia karena kelaparan.
Tenda didirikan di Bergen-Belsen untuk menampung para tahanan, dan setelah penghuni kamp semakin banyak, jumlah tahanan yang tewas akibat wabah penyakit semakin meningkat pesat.
Anne sempat bertemu kembali dengan dua temannya, Hanneli Goslar dan Nanette Blitz, yang ditahan di bagian lain kamp.
Goslar dan Blitz selamat dari perang, dan mengisahkan tentang percakapan singkat mereka dengan Anne melalui pagar. Blitz menuturkan bahwa rambut Anne botak, badannya kurus, dan sering menggigil.
Menurut Goslar, Auguste van Pels ada bersama Anne dan Margot Frank, dan Auguste sedang merawat Margot yang sakit parah. Tak satupun dari mereka yang melihat Margot karena dia terlalu lemah untuk meninggalkan tempat tidurnya.
Anne berkata kepada Blitz dan Goslar bahwa dia percaya orangtuanya telah meninggal dunia, dan dia tidak ingin hidup lebih lama lagi. Goslar memperkirakan, pertemuan mereka terjadi pada akhir Januari atau awal Februari 1945.
Pada awal 1945, epidemi tifus melanda kamp, menewaskan 17.000 tahanan.
Penyakit lainnya, termasuk demam tifoid, merajalela. Karena kondisi kacau ini, tidak mungkin untuk memastikan apa yang akhirnya menyebabkan kematian Anne.
Saksi mata kemudian mengungkapkan bahwa Margot jatuh dari tempat tidurnya dalam kondisi lemah dan meninggal dunia karena syok.
Anne meninggal beberapa hari setelah Margot.
Tanggal persisnya Anne dan Margot meninggal dunia tidak diketahui. Diduga, mereka tewas beberapa minggu sebelum tentara Inggris membebaskan kamp pada 15 April 1945, tetapi riset baru pada 2015 menunjukkan bahwa mereka meninggal dunia kemungkinan pada Februari 1945.
Buku Anne di Mata Tokoh-tokoh Dunia
Buku harian Anne Frank dipuji karena kelayakan sastranya. Mengomentari gaya penulisan Anne Frank, dramawan Meyer Levin memuji Frank karena mampu mempertahankan ketegangan, selayaknya novel yang ditulis dengan baik.
Penyair John Berryman menyebut buku harian sebagai gambaran yang unik, tidak hanya membahas masa remaja tetapi juga 'peralihan seorang anak menjadi pribadi yang tepat, percaya diri, gaya ekonomis yang menakjubkan dalam kejujurannya'.
Dalam pengantar untuk buku harian edisi pertama di AS, Presiden Eleanor Roosevelt menggambarkan buku harian itu sebagai 'salah satu komentar paling bijaksana dan paling mengharukan tentang perang dan dampaknya terhadap manusia yang pernah saya baca'.
Presiden AS berikutnya, John F. Kennedy membahas buku Anne dalam pidatonya pada 1961, dan berkata: "Dari banyak orang yang di sepanjang sejarah telah berbicara mengenai martabat manusia pada masa penderitaan dan kehilangan, tidak ada suara yang lebih menarik dibandingkan dengan Anne Frank."
Pada tahun yang sama, penulis Uni Soviet, Ilya Ehrenburg menulis: "Satu suara berbicara untuk enam juta orang—suara yang bukan dari orang bijak atau penyair, tetapi suara seorang gadis kecil biasa."
Setelah menerima penghargaan humaniter dari Anne Frank Foundation pada 1994, Nelson Mandela berbicara pada kerumunan orang di Johannesburg, dan berkata bahwa dia telah membaca buku harian Anne Frank ketika di penjara, dan 'mendapatkan banyak dorongan dari buku tersebut'.***
Sumber: Euro News, Time, The Associated Press, Wikipedia