ZAKAT merupakan ajaran Islam yang memiliki dua dimensi. Dimensi pertama adalah dimensi vertikal yaitu perintah zakat berasal dari Allah kepada umat Islam dan merupakan salah satu rukun Islam.
Maknanya, jika seseorang melaksanakan zakat maka secara tidak langsung ada penegasan bahwa ia adalah seorang muslim taat yang telah melaksanakan kewajiban syariat Islam yang telah diwajibkan kepadanya. Kedua, zakat mengandung dimensi sosial.
Artinya secara esensial seorang muslim yang memiliki harta kemudian mengeluarkan zakatnya berarti ia telah mengeluarkan bagian dari harta yang bukan menjadi hak nya, karena didalam harta yang dimiliki tersebut, terdapat hak orang lain seperti fakir dan miskin.
Dalam dimensi ini adanya wujud tanggung jawab sosial terhadap saudara yang membutuhkan.
Dalil tentang zakat sangat banyak, baik berdasarkan al-Qur’an maupun hadits Nabi. Kata zakat dan shalat disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 82 kali. Ada sekitar 24 kali zakat disebutkan beriringan dengan shalat. Oleh sebab itu zakat memiliki kedudukan yang sama dengan shalat, tidak seperti kewajiban-kewajiban lainnya.
Dengan penyebutan yang beriringan ini, shalat dan zakat merupakan ibadah yang tidak bisa di pisahkan. Ulama klasik maupun ulama modern/kontemporer telah sepakat bahwa zakat merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim yang memiliki harta benda dan telah sampai nisab serta haulnya. Mengingkarinya merupakan kekufuran.
Dalam ajaran Islam, zakat ada dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap individu yang hidup untuk dikeluarkan dari awal Ramadhan hingga menjelang idul fitri.
Adapun yang dikeluarkan berupa makanan pokok yang dikonsumsi sehari hari. Di Indonesia makanan pokok masyarakat umumnya berupa beras, maka zakat fitrahnya adalah beras. Sedangkan zakat mal, maka kewajiban mengeluarkan harta yang dimiliki jika harta tersebut sudah mencapai nishab (batas minimal ukuran harta yang dimiliki) dan haul (batas waktu untuk mengeluarkan harta tersebut, biasanya batasnya satu tahun).
Zakat mal ini meliputi zakat perniagaan, peternakan, perkebunan, tabungan uang, emas, zakat profesi, saham, obligasi dan investasi lainnya.
Secara sosial, membayar zakat merupakan momentum kesadaran umat Islam untuk keluar dari belenggu tradisi individualistik di tengah ketimpangan sosial ekonomi masyarakat yang sangat kapitalistik.
Kondisi ini bukan hanya terjadi pada awal Islam, tetapi terlebih di era sekarang pun kita dapat melihat bagaimana kondisi individualistik kapitalistik merebak kehidupan manusia. Oleh sebab itu, zakat sebagai salah satu ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah yang mereformasi arah kebijakan sosial, ekonomi, politik yang menjunjung tinggi keadilan, kemanusiaan dan kemashlahatan umat.
Di tengah pandemi corona seperti saat ini, maka zakat memiliki peran yang sangat besar dalam membantu masyarakat yang terdampak baik langsung maupun tidak langsung.
Kondisi saat ini, akibat pandemi corona, ekonomi menjadi sulit, bayang-bayang pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi hanya mampu tumbuh sebesar 2,1 persen bahkan bisa mencapai 0 peren. Akibatnya banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), karyawan yang dirumahkan dan lain sebagainya.
Disadari atau tidak, dampaknya adalah bertambahnya jumlah masyarakat miskin bahkan jumlah masyarakat yang rentan menjadi miskin pun meningkat. Menurut peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2020 ini diprediksi bisa mencapai 9,7-12,4 persen atau sekitar 1,3 juta sampai 8,5 juta jiwa. (sumber: Katadata.co.id).
Oleh sebab itu, badan amil zakat hendaklah dapat memfokuskan orientasi pendistribusian zakat terhadap para mustahiq dalam hal ini mereka yang terdampak dari wabah corona ini. Seperti distribusi dari zakat diberikan langsung kepada mereka yang masuk kategori fakir, miskin, maupun yang terkena PHK atau karyawan yang dirumahkan tanpa mendapatkan gaji.
Bahkan para da’i, guru ngaji, marbot dan lain sebagainya perlu diperhatikan, mengingat mereka juga terkena dari dampak pandemi corona ini. Bahkan dalam fatwa MUI dana zakat bisa didistribusikan berupa alat-alat kesehatan seperti pembelian masker, APD dan lain sebagainya guna dibagikan kepada tenaga medis yang menangani kasus corona.
Simpulan dalam tulisan ini bahwa zakat selain meneguhkan spiritual keislaman individual, zakat juga mewujudkan dan meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. Dengan berzakat seseorang melepaskan sifat keangkuhan, kesombongan, kekikiran menjadi seorang individu yang memiliki rasa empati dan kepedulian sosial.
Dengan demikian terwujudlah ungkapan yang disebut oleh K.H. Sahal Mahfudz dengan keshalihan ritual dan keshalehan sosial. Wallahu a’lam bisshawab. (*)