MEMASUKI sepertiga terakhir bulan Ramadhan, negara kita masih berusaha keras menekan penyebaran virus corona (Covid-19). Berbagai formula kebijakan dikeluarkan pemerintah untuk menekan lonjakan penyebaran virus.
Mulai dari kebijakan penutupan jalur penerbangan dari negara terjangkit virus, pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberbagai wilayah zona merah, larangan mudik bagi perantau, hingga terbitnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19.
Negara sebagai ulil amri berkewajiban hadir menyelesaikan masalah kemaslahatan melalui produk-produk kebijakan yang dikeluarkan olehnya.
Berbagai ketegangan muncul sebagai respon dari kebijakan-kebijakan penanggulangan penyebaran virus corona terutama kebijakan publik yang dirasa masuk keranah privat. Banyak pihak cemas karena kebijakan yang diambil memantik eskalasi konflik dimasyarakat antara pro kebijakan dan sebaliknya.
Selain itu, keadaan ini juga membuat gemas mengingat ditengah pandemi Covid-19 masih banyak oknum memanfaatkan keadaan untuk kepentingan kelompok.
Tidak sulit mengidentifikasi pemicu ketegangan yang muncul dari kebijakan-kebijakan Covid-19. Pada Maret lalu, Jakarta mengambil kebijakan pembatasan fasilitas transportasi massal dan meliburkan sekolah demi antisipasi penularan pandemi virus corona.
Kebijakan ini ternyata mengakibatkan antrian panjang karena banyak pekerja kantoran yang masih masuk kerja dan menggunakan transportasi massal. Menyebabkan resiko penyebaran virus semakin besar yang dikritik oleh banyak pihak agar mengevaluasi kebijakan tersebut.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghimbau masyarakatat untuk mengurangi aktivitas diluar rumah melalui kebijakan pemerintah yaitu Kerja dari Rumah (Work From Home/WFH) memunculkan permasalahan baru terkait dengan sektor-sektor yang bersifat non-administratif, seperti industri dan produksi. Pemerintah dianggap gagap mengambil kebijakan, karena tidak menyiapkan solusi seiring dengan diterbitkannya kebijakan WFH.
MUI melalui Fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19, menyarankan Shalat Jumat sementara diganti dengan shalat duhur. Kebijakan ini tidak langsung disambut baik oleh masyarakat muslim, dibeberapa daerah di Indonesia bahkan sempat memicu keributan.
Ulama-ulama besar se-Indonesia berusaha memberi edukasi akan urgensi Fatwa MUI ini dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat muslim Indonesia.
Kebijakan-kebijakan penanggulangan Covid-19 oleh pemerintah merupakan bentuk tanggung jawab negara untuk kemaslahatan dan kemanfaatan bersama. Pemerintah dituntut untuk menyelamatkan nyawa rakyat dari serangan virus Corona (Covid-19).