INVESTASI di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara terbuka bagi semua negara. Klaim ini bisa pula menepis stereotip bahwa IKN akan menjadi 'Beijing Baru'.
Kehadiran IKN Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur diyakini akan menjadi lokomotif pemicu pembangunan di seluruh wilayah Indonesia di Pulau Kalimantan.
Dihubungi Suara Pemred di Jakarta baru-baru ini, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Republik Indonesia (KSP RI) Wandy Tuturong menyatakan, karena itu IKN Nusantara akan dikelola oleh sebuah badan otorita khusus.
Karena harus dipimpin oleh figur yang tepat, lanjut mantan wartawan ini, nama Kepala Otorita IKN Nusantara akan segera diumumkan oleh Presiden Joko 'Jokowi' Widodo dalam waktu dekat. Ini setelah mempertimbangkan berbagai masukan masyarakat baik yang pro maupun kontra serta memilih sosok yang paling tepat.
Adapun dampak dari keberadaan IKN Nusantara, juga akan menciptakan pemerataan pembangunan untuk berbagai infrastruktur demi kesejahteraan dan kemaslahatan warga di Kalimantan serta juga di wilayah Indonesia timur.
Wilayah itu termasuk di Pulau Sulawesi, selat yang memisahkannya dengan Kaltim. Begitu pula dampaknya Maluku dan Papua, yang secara geografis tak begitu jauh dengan Sulawesi.
Observer Reseach Foundation (ORF), sebuah lembaga pemikir India, menilai bahwa sudah saatnya bagi Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN, untuk memindahkan ibu kotanya dari Jakarta ke IKN baru, kota baru, yang berjarak 2.000 kilometer dari Jakarta.
Jakarta adalah kota Jawa kuno, berkembang selama masa Kolonial Belanda, sedangkan Nusantara akan menjadi 'kota lapangan hijau'.
Pergeseran akan terjadi dari Pulau Jawa yang paling padat penduduknya, ke Pulau Kalimantan yang berpenduduk jarang.
Argumen dari relokasi ibu kota negara ini juga masuk akal, yakni sebagai redistribusi konsentrasi regional, peluang penciptaan kekayaan yang adil, dan menghadapi tantangan perubahan iklim.
Ketua Hipmi Kalbar: Dampak Positifnya akan sangat Terasa
"Dampak dominonya akan sangat positif dan akan sangat terasa di provinsi-provinsi tetangga termasuk di Kalimantan Barat," kata Ghulam Mohamad Sharon, Ketua BPD Hipmi Kalbar yang dihubungi terpisah.
Sharon mencontohkan, di antara beragam bisnis itu, sektor jasa akan sangat berpeluang. "Sektor jasa memang identik sebagai kebutuhan utama suatu kota, apalagi ketika infrastruktur IKN sudah selesai dibangun," tambahnya.
Pada 18 Januari 2022, Rancangan Undang-undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) dan Pemindahan Ibu Kota, disetujui DPR RI. Dengan demikian, konstruksi dapat secara resmi dimulai tahun ini.
Sehari sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan di hadapam civitas akademika di salah satu perguruan tinggi, bahwa IKN yang baru akan dibangun sebagai lokomotif baru.
Tujuannya, untuk transformasi menuju Indonesia yang berbasis inovasi, teknologi, dan ekonomi hijau.' Dan, pematung Bali Nyoman Nuarta, yang terkenal dengan patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bali, ditugaskan merancang kompleks presiden baru.
Presiden Jokowi pertama kali mengumumkan IKN yang baru itu pada 2019, saat memulai masa jabatan keduanya.
Pembangunan IKN akan melintasi Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur.
Lokasinya terletak di antara Kota Balikpapan dan Kota Samarinda, dua kota besar, dekat pantai Laut Makassar di seberang Pulau Sulawesi.
Pemerintah Daerah Istimewa Nusantara IKN akan dikelola oleh Badan Otorita IKN. Anggotanya tidak akan dipilih melainkan langsung diangkat oleh Presiden Indonesia untuk masa jabatan lima tahun.
Soal pemilihan Kepala Badan Otorita IKN Nusantara serta para deputinya pun mendapat komentar dari pihak Organisasi Internasional Dayak (Dayak International Organization/DIO).
Kepala Divisi Ekonomi Kerakyatan DIO, Ajonedi Minton, SE SH MKn, menilai bahwa para cendekiawan atau politikus Dayak, juga layak dipertimbangkan untuk duduk di Otorita IKN Nusantara.
"Setidaknya orang Dayak, tapi tentunya yang diseleksi, paling tahu dengan karakter daerahnya sendiri untuk bermitra dengan orang pusat. Selain itu, hal ini setidaknya merupakan penghargaan bagi masyarakat asli," kata pengusaha sawit dan resto ini secara terpisah.
Sementara itu, Presiden DIO Dr Jeffrey G Kitingan menyatakan dalam acara peresmian portal berita dan televisi Dio-Tv.com secara daring di Pontianak, bahwa Kalimantan sebagai Bumi Borneo, adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan masyarakat Dayak.
Itu sebabnya, Kitingan yang juga Wakil Menteri Sabah II Federasi Malaysia ini mengingatkan bahwa keberadaan IKN yang baru, agar tak mengesampingkan aspirasi, hak, dan adat-istiadat Dayak, suku yang juga menghuni dua negara bagian Malaysia, yakni Sarawak dan Sabah.
Senada itu, Ir Jakius Sinyor, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Barat menilai, keterlibatan orang-orang DEayak pilihan penting untuk duduk di Bdaan Otorita IKN Nusantara.
"Biarlah di papan dua IKN, alias Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara serta untuk sejumlah deputi. Karena kami juga memiliki orang-orang pintar, dan bisa duduk di situ," katanya secara terpisah di Sekretariat DAD Kalbar di Rumah Betang, Pontianak.
Sinyor yakin, aspirasi mereka bisa didengar oleh Presiden Joko Widodo. "Jika tidak sama sekali, dalam situasi tertentu orang Dayak bisa jmenggunakan otot. Kata otot ini dalam arti tanda petik, yang bertujuan untuk menekan pemerintah pusat," tambahnya.
Sementara Dr Yulius Yohanes MSi, Ketua Majelis Hakim DAD Nasional menegaskan pentingnya aspirasi itu didengar, selain setiap calon presiden pada Pilpres 2024 berikut semua parpol pengusung, harus memiliki visi dan misi untuk meneruskan pembangunan di IKN Nusantara.
Menurut Yulius yang juga Sekjen DIO, warga Dayak diperlakukan tidak adil, jika masih tak dipercaya untuk ikut mengelola roda pemeirntahan di IKN Nusantara.
"Ini bisa menimbulkan ketidakstabilan. Jadi, dengarolah suara kami. Jangan sampai peristiwa Kalteng (koflik Dayak dan Madura) terulang lagi," tambahnya.
Tak pernah Jadi Garda Terdepan Politik Nasional
Hanya saja, masih menurut analisis ORF, pandemi Covid-19 telah menunda pembangunan infrastruktur, yang sekarang diharapkan selesai pada 2024, ketika masa kepresidenan Jokowi berakhir.
Dorongan infrastrukturnya untuk Indonesia dengan pengurangan ketidakseimbangan regional, dapat meninggalkan Nusantara sebagai warisan.
Kendati kelak sudah berpindah, Jakarta, kota terbesar di ASEAN terbesar dengan 10 juta penduduk, tetap akan tetap menjadi pusat ekonomi. Di antara alasan utama perubahan tersebut, adalah tantangan yang muncul dari perubahan iklim. Sebab, Jakarta yang berada di permukaan laut, sering menghadapi banjir besar yang membuat warganya menderita secara konsisten.
Peningkatan aktivitas konstruksi di Jakarta juga menghasilkan risiko peningkatan banjir. Jakarta Utara, misalnya, dilaporkan tenggelam 25 sentimeter setiap tahun.
Pengambilan air minum dari akuifer pun semakin dangkal. Kota satelit Jakarta, yakni Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, berkembang pesat menjadi 10.000 kilometer persegi, dan berpopulasi total 35 juta orang. Ini adalah daerah perkotaan terbesar kedua di dunia setelah Tokyo.
Tak lagi Jawa Sentris
Masih menurut ORF, redistribusi kekayaan juga telah menjadi tujuan perjuangan Presiden Jokowi bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Hal ini karena secara tradisional, Jawa mendominasi Indonesia lewat 60 persen dari total 300 juta penduduk negara.
Orang Jawa hampir selalu memegang kursi kekuasaan politik. Juga, setengah dari PDB Indonesia berasal dari Jawa, sedangkan Kalimantan berukuran empat kali lebih besar. Jakarta dan Jawa, kental dengan sejarah, budaya, dan tradisi dengan berbagai kerajaan lahir di sana sehingga menciptakan bangunan budaya.
Kalimantan sendiri adalah daerah terpencil, besar, dan jarang penduduknya, yang tidak pernah menjadi garda terdepan dalam kegiatan politik. Selain itu, masih dari ORF, Kalimantan dikenal sebagai tanah keberuntungan. Ini karena peluang untuk pertambangan batu bara, perkebunan kelapa sawit, dan lahan besar untuk tanaman komersial, tersedia.
Indonesia sendiri bukanlah negara pertama di ASEAN yang beralih dari ibu kota yang kelebihan penduduk ke ibu kota yang jarang penduduk.
Malaysia menciptakan kota pemerintah di Putrajaya, 34 kilometer dari Kuala Lumpur pada 2003. Ini adalah model 'kota pemerintah yang bersebelahan'.
Myanmar memindahkan pemerintahannya ke Naypyidaw dari Yangon pada 2006. Di sana, ibu kota pindah jauh, untuk menghindari keamanan dan tantangan lainnya. Namun, memindahkan ibu kota, bukanlah tugas yang mudah. Pandangan alternatif dan kritik terhadap rencana tersebut berlimpah. Presiden Sukarno (1945-1967) berencana memindahkan ibu kota ke Palangkaraya di Kalimantan Tengah, tetapi rencananya tidak membuahkan hasil.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004- 2014) juga memikirkannya, tetapi biaya untuk membangun ibu kota baru, cukup besar. Pilihan antara pengeluaran untuk hal-hal mendesak dan modal baru, mungkin, menahannya. Selain itu, ini kemungkinan karena pandangan alternatif dan kritik terhadap rencana tersebut, terlanjur berlimpah.
Ketika Presiden Jokowi mengumumkan proyek tersebut pada 2019, pemerintah menyatakan bahwa 19 persen dari perkiraan biaya 466 triliun rupiah atau 32,5 miliar dolar AS akan berasal dari anggaran nasional.
Pemerintah optimis dapat menarik investasi swasta, termasuk melalui kemitraan publik-swasta. Tetapi perkiraan ini didasarkan pada masa pra-pandemi. Sekarang, selera untuk proyek-proyek besar seperti itu, mungkin telah berkurang. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, relokasi akan dilakukan secara bertahap, dalam lima tahap hingga 2045. Fokus jangka pendek adalah pada pekerjaan infrastruktur.
Pemerintah sedang membangun bendungan, sistem air, dan jalan di dekat 'kawasan pemerintah pusat', direncanakan seluas sekitar 6.600 hektar, atau 2,5 persen dari total rencana wilayah Nusantara yang seluas 256.000 hektar. Ada ekspektasi yang belum dikonfirmasi bahwa investasi akan datang dari Uni Emirat Arab (UEA), Eropa, China, Korea, dan Jepang. Ini tetap tidak pasti. Sementara 19 persen kemungkinan berasal dari kas negara, sebagian besar akan didanai oleh badan usaha milik negara.
Model ini secara konsisten digunakan dalam beberapa tahun terakhir untuk pembangunan infrastruktur di samping dukungan China. Seorang ahli geologi menilai, pembangunan IKN akan memakan biaya besar karena sedimentasi membutuhkan pondasi yang dalam untuk dibangun karena tanahnya tidak kuat.
Selain alasan ilmiah yang diberikan, masih menurut ORF, adalah ketika terjadi aksi demo massal di Jakarta pada 2016 sehingga ibukota negara seakan tidak berdaya. Keinginan untuk berada di ibu kota yang aman, jauh, dan berpenduduk sedikit, mungkin berasal dari pengalaman itu.
Pergeseran ke IKN Nusantara juga harus dilihat dalam konteks proyek poros maritim yang diusulkan pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, dengan maksud untuk menciptakan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia untuk tujuan rebalancing. Apalagi, jauh sebelum kemerdekaannya, bahasa baru, Bahasa Indonesia, telah diciptakan, untuk menggantikan bahasa Jawa yang dominan. Ini menciptakan negara yang bersatu dengan keragaman budaya.
Sementara itu, Future South East Asia, dalam edisi pada 18 Januari 2022, menyatakan bahwa alasan pemindahan ini, sebagian untuk mengurangi tekanan pada kemacetan lalu lintas Jakarta yang sedang tenggelam, tercemar, dan padat.
IKN yang baru juga akan menjadi cara simbolis untuk memusatkan pemerintahan, yang dipandang terlalu Jawa-sentris. Future Southeast Asia sendiri adalah sebuah blog pengembangan kota, yang mencakup desain perkotaan, infrastruktur, konservasi warisan, dan transportasi di Asia.
Pekerjaan di IKN Nusantara seharusnya dimulai di kota baru pada 2020, tetapi kemudian Covid-19 terjadi. Proyek pun ditunda, kemudian perencanaan dilanjutkan pada 2021. Pada 17 Januari 2022 diumumkan bahwa IKN diberi nama Nusantara.
Sementara dilansir The Diplomat, Jumat, 11 Februari 2022, pembangunan IKN akan terbuka bagi siapa saja.
Dengan demikian, terbantah sudah isu bahwa proyek itu akan menjadikan IKN Nusantara berubah menjadi 'Beijing Baru'. Stereotip ini berembus menyusul dugaan keterlibatan China dalam pembangunannya, dan hubungan dekat antara Jakarta dan pemerintahan Presiden Xi Jinping.
Hal itu dibantah oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa. Menurutnya, IKN Nusantara terbuka bagi siapa saja untuk berinvestasi, termasuk investor Jepang, Timur Tengah, Amerika Utara, dan Eropa. Pertanyaan juga menyelimuti pembangunan Kawasan Industri Indonesia (KIPI), kawasan industri hijau yang direncanakan di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, tidak jauh dari ibu kota baru, yang juga dikabarkan sebagian besar dibiayai oleh investasi China.
Presiden Jokowi dalam pernyataannya saat peresmian KIPI, 21 Desember 2021, menyatakan bahwa KIPI diharapkan menjadi pusat industri hijau terbesar di dunia. Proyek seluas 30.000 hektar ini, yang digagas selama kunjungan delegasi dari Kementerian Perindustrian China pada tahun 2017, diproyeksikan pada akhirnya akan menarik investasi sekitar 13 miliar dolar AS.
Investor dari China dan UEA menjadi pendukung utama proyek KIPI. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, sebanyak 10 nama besar investor China berminat untuk terlibat. Pemilihan Kalimantan sebagai lokasi IKN Indonesia yang baru, kemungkinan juga akan memfasilitasi peningkatan investasi China di pulau itu, mengingat sumber daya alam Kalimantan sangat menguntungkan dan melimpah.
Hal ini terlihat pada berbagai proyek yang melibatkan investasi dari China, termasuk proyek pembangunan di sektor energi. Dalam hal ini, Gezhouba Group International Engineering Co Ltd milik negara China diketahui telah mengerjakan 12 proyek pembangunan di Indonesia sejak 2006. Ini sudah temasuk pembangunan infrastruktur pendukung, seperti pembangkit listrik tenaga air, di Kalimantan Utara dan Barat.
Selain itu, China Railways Construction Corporation milik negara juga tertarik untuk terlibat dalam pengembangan sistem transportasi Nusantara.
Tiga perusahaan China juga kemungkinan terlibat. Ketiganya yakni China Road and Bridge Corporation, China Communications Construction Engineering Indonesia (perwakilan dari China Communications Construction Company Ltd milik pemerintah), dan China Construction Eighth Engineering Division Corp. Partisipasi ini untuk mengikuti tender pembangunan jalan tol, yang akan menghubungkan kota pelabuhan Balikpapan dengan Penajam Paser Utara, bagian dari kawasan IKN.
Demikian laporan The Diplomat dari tulisan Muhammad Zulfikar Rakhmat, dosen di Universitas Islam Indonesia. Penelitian dan pengajarannya berfokus pada politik kerja sama internasional, dengan minat khusus pada hubungan Tiongkok-Indonesia-Timur Tengah.
Selain pelabuhan, juga disebutkan bahwa Beijing memberikan pinjaman kepada pemerintah Indonesia senilai Rp 848,55 miliar (59 juta dolar AS) terkait pembangunan sebagian jalan tol Balikpapan-Samarinda pada 2019. Tidak dapat disangkal bahwa pengaruh ekonomi China yang tumbuh di Indonesia akan diterjemahkan menjadi peran penting dalam pengembangan IKN.
Hal ini khususnya terjadi mengingat investasi China yang signifikan di Kalimantan Timur dan Kalimantan yang lebih luas.
Karena itu, ada tiga poin penting yang harus diperhatikan. Pertama, pemerintah harus memastikan terlebih dahulu menggunakan produk dari usaha dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pembangunan ibu kota baru. Misalnya, penggunaan semen yang menjadi perhatian banyak pihak. Pemberian izin kepada perusahaan asing untuk membangun pabrik semen baru di dekat IKN, ketika Indonesia mengalami kelebihan pasokan. Kedua, pelaksanaan proyek industri hijau membutuhkan roadmap yang jelas untuk mengurangi risiko eksploitasi oleh pihak asing. Sebab jika terjadi maka akan merugikan negara yang selalu ketat mempertahankan kedaulatannya atas sumber daya alam utama.
Seperti yang diungkapkan oleh Sukamta, anggota DPR RI pada Agustus 2021, sumber daya alam Indonesia yang melimpah, terutama di daerah sekitar IKN, bisa jatuh ke tangan investor asing, jika tidak ada regulasi yang tepat. Ketiga, selain memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia, penanaman modal asing termasuk pemindahan IKN ke Nusantara, diharapkan untuk tidak berpotensi menambah jumlah tenaga kerja asing yang masuk ke Tanah Air.***
Penulis & Editor: Patrick Waraney Gobel-SoronganSumber: Wawancara, Observer Reseach Foundation (ORF), The Diplomat, Future South East Asia