Nasional post authorKiwi 12 Juli 2024

Polemik Peralihan Kuota Haji, DPR Endus Indikasi Dugaan Korupsi

Photo of Polemik Peralihan Kuota Haji, DPR Endus Indikasi Dugaan Korupsi

JAKARTA, SP - Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI mempertanyakan separuh 20 ribu kuota tambahan haji reguler yang dialihkan ke ONH Plus oleh Kementerian Agama (Kemenag). Anggota Timwas Haji DPR, John Kenedy Azis, menegaskan bahwa keputusan ini tidak sesuai dengan hasil rapat Panitia Kerja (Panja) Haji.

John Kenedy Azis menjelaskan bahwa Indonesia telah mendapatkan tambahan 20 ribu kuota haji jauh sebelum Panja Haji dibentuk. "Panja Haji juga dibuat setelah kita mendapat informasi ada tambahan kuota sebesar 20 ribu," kata John, belum lama ini.

Kuota tambahan ini diumumkan oleh pemerintah melalui Kemenag dan diharapkan dapat mempercepat keberangkatan calon jemaah haji yang telah menunggu bertahun-tahun. 

"Tambahan kuota haji itu kita berharap, komposisi antara jemaah haji reguler dan ONH Plus ada 8 persen pembagian, itu undang-undang yang menyatakan demikian," tambahnya.

Namun, John mengungkapkan bahwa separuh dari kuota tambahan tersebut ternyata dialihkan ke ONH Plus. Menurutnya, saat Panja Haji dibahas hingga diputuskan, tidak pernah ada pembahasan mengenai pengalihan kuota tambahan untuk ONH Plus. 

"Saat Panja dibahas sampai diputuskan dan Panja melaporkan hasil Panja kepada Komisi VIII, sama sekali tidak ada dibahas tentang tambahan kuota 20 ribu itu (ternyata) diambil dan diserahkan ke ONH Plus," tegas John.

Pada rapat terakhir Komisi VIII dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Kemenag melaporkan bahwa kuota 20 ribu tersebut dialihkan ke ONH Plus. "Tentu saya menanyakan di situ, apa dasar hukumnya pengalihan itu, karena itu adalah hak jemaah haji reguler," ujarnya.

John juga menyoroti bahwa sekitar 19 ribu kuota tambahan diberikan kepada ONH Plus.

"Dari 17.240 ribu sekian, kemudian tiba-tiba menjadi 19.250, berarti yang 20 ribu itu dibagi begitu saja? Diserahkan ke ONH Plus," katanya.

Timwas Haji DPR meminta penjelasan resmi dari Kemenag mengenai dasar hukum pengalihan kuota ini, mengingat kuota tambahan tersebut seharusnya menjadi hak jemaah haji reguler. 

"Di sisi lain tidak ada ketika bahasan Panja Haji permasalahan itu disampaikan kepada kita, kenapa sekarang tiba-tiba dialihkan tambahan kuota itu kepada haji reguler, di situlah saya melaporkan," tambah Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Masyarakat Kecewa

Warga Kota Pontianak, Dedi Subandi mengaku kecewa dengan kabar adanya isu pengalihan kuota haji regular ke haji khusus atau plus yang jelas mencederai nilai-nilai keadilan. Padahal, antrean jemaah haji reguler masih panjang

“Saya sudah lima tahun lamanya mengantre untuk bisa berangkat naik ibadah haji. Pertama kali mendaftar itu di tahun 2019 lalu, sementara  baru  bisa berangkat berdasarkan  jadwal yang ada di tahun 2035 nanti,” bebernya.

Menangapi adanya kebijakan pengalihan kuota haji reguler ke haji plus. Dedi Subandi   menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat .

"Yang kita harapkan, sebagai masyarakat, apa yang menjadi kebijakan pemerintah, muda - mudahan ini tidak ada unsur kepentingan lain yang dapat memperkaya diri sendiri," ujarnya.

Bentuk Pansus Angket

DPR RI membentuk panitia khusus (pansus) hak angket penyelenggaraan ibadah haji 2024. Pansus angket haji ini dibentuk menyusul adanya berbagai temuan Tim Pengawas (Timwas) DPR dalam penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 yang dilaksanakan Pemerintah.

“Pansus Hak Angket kita harapkan dapat membongkar kotak pandora pengalihan kuota haji, yang seharusnya berdasarkan UU hanya diperbolehkan digunakan 8% untuk Haji Plus, tapi justru digunakan 50% oleh Kemenag ke Haji Khusus,” kata Anggota Pansus Angket Haji DPR RI, Luluk Nur Hamidah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/7).

Pansus Angket Haji 2024 disepakati DPR dalam Rapat Paripurna yang digelar pada Selasa (9/7) kemarin. Anggota Pansus terdiri dari anggota-anggota Fraksi DPR lintas Komisi, yang artinya bukan hanya dari Komisi VIII DPR sebagai mitra dari Kementerian Agama (Kemenag).

Pansus Angket Haji 2024 berawal dari Timwas Haji DPR yang melakukan pengawasan dalam pelaksanaan haji beberapa waktu lalu. Untuk diketahui, Timwas Haji memiliki peran krusial dalam pengawasan dan evaluasi manajemen kuota, pengaturan petugas haji, dan pengelolaan keuangan.

Timwas Haji DPR sendiri bertugas memastikan semua aspek terkait dengan ibadah haji berjalan dengan baik dan sesuai standar yang ditetapkan. Setelah melakukan pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan Ibadah Haji bagi jemaah di Tanah Suci, Timwas Haji DPR menemukan adanya berbagai pelanggaran hingga kurang maksimalnya fasilitas bagi jemaah.

Menurut Luluk, Timwas Haji tak hanya menemukan adanya indikasi pelanggaran terhadap undang-undang terkait pengalihan kuota haji yang berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh pada pasal 64 ayat 2, kuota haji khusus ditetapkan hanya sebesar 8% dari kuota haji Indonesia.

“Bukan hanya ada indikasi pelanggaran terhadap UU, tapi kami juga mencium adanya indikasi korupsi dalam pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus,” tuturnya.

“Ada informasi yang kami terima jika pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus sebanyak 50% itu terindikasi ada korupsi. Kami akan dalami dan selidiki apakah benar informasi yang kami terima itu. Kami akan panggil para pihak terkait dengan hal ini nanti,” imbuh Luluk.

Mengenai pengalihan kuota jemaah untuk haji plus itu, Luluk menilai hal tersebut telah mencederai nilai-nilai keadilan. “Ada rasa keadilan yang diabaikan oleh Pemerintah/Kemenag dari pengalihan kuota ini. Apalagi antrean jemaah yang sangat panjang. Khususnya antrean jemaah lansia reguler yang bisa kita prioritaskan melalui tambahan kuota 20 ribu tersebut,” paparnya.

Lebih lanjut, Pansus Angket Haji juga dibuat karena DPR menemukan adanya indikasi kuota tambahan di tengah adanya penyalahgunaan oleh pemerintah. DPR juga menyoroti tentang layanan Armurzna yang masih belum ada perubahan karena kesepakatan yang tidak sempurna yaitu over capacity baik tenda maupun toilet.

Masalah pemondokan dan toilet ini dianggap krusial mengingat biaya yang diserahkan jemaah untuk pelaksanaan Ibadah Haji tahun ini bertambah menyesuaikan tambahan jamaah terkait pemondokan, katering, dan transportasi. 

Oleh karena itu, kata Luluk, Pansus Angket Haji dibentuk sekaligus untuk mengevaluasi kebijakan yang ada dan memberikan rekomendasi guna meningkatkan kualitas pelayanan haji serta efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan dana haji.

“Kita ingin membangun ekosistem Haji yang jauh lebih baik, transparan, komprehensif hulu hilir, ramah lansia dan perempuan serta memperkuat dimensi lain yang seharusnya juga diperkuat,” tutur Anggota DPR yang juga bertugas di Komisi VI DPR tersebut.

Luluk memgatakan, pelaksanaan Haji bukan hanya peristiwa ibadah atau religi, tapi juga sekaligus peristiwa ekonomi, perdagangan, politik dan diplomasi, bahkan kultural.  “Maka kita harapkan nanti melalui pansus, kita bisa dorong peta jalan penyelenggaraan Haji yang terpadu, komprehensif, progresif dan revolusioner,” ungkap Luluk.


Legislator dari Dapil Jawa Tengah IV ini pun meminta dukungan dari masyarakat terkait proses Pansus Angket Haji. Luluk mengatakan hak angket diambil dalam rangka agar pelaksanaan ibadah Haji ke depan dapat lebih baik dan benar-benar memprioritaskan keadilan bagi semua jemaah Indonesia. “Mohon doa agar kami bisa bekerja dengan baik mulai musim reses ini,” ujarnya.

Pansus Angket Haji akan mengajukan permohonan kepada pimpinan DPR agar tetap bisa melakukan rapat di masa reses mengingat DPR akan memasuki reses dalam waktu dekat. Pansus Angket DPR juga akan meminta keterangan dari stakeholder terkait. “Dan masukan dari seluruh lapisan masyarakat sangat terbuka, pasti akan kami terima,” tutup Luluk.

Menag Diduga "Offside"

Anggota Komisi VIII DPR RI Wisnu Wijaya menyebut ada indikasi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan terkait penambahan kuota haji khusus oleh Kementerian Agama.

Sebab dalam salah satu putusan dari hasil rapat panitia kerja (Panja) terkait penetapan BPIH 1445H/2024M pada 27 November 2023 lalu adalah Komisi VIII DPR dan Menteri Agama menyepakati kuota haji Indonesia sebanyak 241.000 jemaah dengan rincian kuota untuk haji reguler sebanyak 221.720.

Kendati demikian, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR bersama Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama pada 20 Mei 2024 terungkap, Kementerian Agama mengubah secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus (ONH Plus) menjadi 27.680. Dengan kata lain, mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400 kuota karena dialihkan untuk jemaah haji khusus.

“Meskipun kebijakan (perubahan kuota haji reguler dan khusus) itu disebut atas dasar kebijakan otoritas Arab Saudi lewat sistem E-Hajj, Kementerian Agama seolah tidak mengindahkan hasil rapat panja dengan tetap meneken MoU dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi pada Januari 2024,” terang Wisnu di Makkah, Arab Saudi, Selasa (18/6).

Wisnu menyatakan, tindakan Kementerian Agama yang tetap meneken MoU dengan Arab Saudi kendati di salah satu butir MoU tersebut diduga memuat ketentuan yang tidak sesuai dengan kesepakatan Panja BPIH yang mengacu pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 terkait Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi akar masalah yang membuat Kementerian Agama terindikasi melanggar peraturan perundang-undangan. 

“Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Pasal 64 Ayat (2) disebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia. Artinya, jika total kuota haji kita sebanyak 241.000, maka untuk kuota haji khusus seharusnya hanya memperoleh 19.280. Poin ini juga sudah ditegaskan dan tertuang dalam kesimpulan rapat antara Komisi VIII dengan Menteri Agama pada 27 November 2023 terkait Penetapan BPIH 1445H/2024M,” papar Wisnu.

Selain dinilai offside, Wisnu mengungkapkan Kementerian Agama tidak melibatkan Komisi VIII DPR terkait perubahan alokasi kuota haji yang tidak sesuai dengan hasil kesepakatan Panja BPIH.

“Tidak pernah ada konsultasi apalagi kesepakatan dengan kami terkait perubahan itu sehingga wajar jika barang tersebut dianggap ilegal,” tegasnya.

Anggota DPR Dapil Jateng 1 menjelaskan, akibat dari keputusan sepihak tersebut membuat sebanyak 8.400 jemaah haji reguler kehilangan haknya untuk bisa menunaikan haji pada tahun 1445H/2024M karena kuotanya diserahkan kepada jemaah haji khusus.

“Jika pemerintah serius untuk mempercepat daftar tunggu antrean jemaah haji reguler, seharusnya sebelum meneken MoU mereka bisa secara proaktif melobi kebijakan alokasi penambahan kuota haji bagi Indonesia dari Arab Saudi agar sesuai dengan hasil rapat panja yang mengacu pada peraturan perundang-undangan. Bukan justru bersikap pasif, seakan tidak berdaya, bahkan terkesan lempar tanggung jawab ke otoritas Arab Saudi saat DPR dan publik mencecar,” terang Wisnu. 

Anggota Timwas Haji DPR ini menambahkan, sejak tanggal 6 November 2023 pihaknya telah mengingatkan Kementerian Agama agar kuota tambahan tersebut diprioritaskan bagi jemaah haji reguler lansia.

“Masalah masa tunggu ini yang menjadi keprihatinan banyak calon jemaah. Mengingat ada yang harus menunggu hingga 40 tahunan lebih, sementara usia mereka saat ini ada yang sudah kadung menginjak 65 tahunan. Sebagai informasi, lansia termuda di Jawa Tengah yang mendapat jatah percepatan haji bahkan sudah berusia 83 tahun. Untuk itu, sejak awal kami meminta agar mereka yang lansia ini menjadi prioritas. Mereka perlu didahulukan untuk memperoleh kuota tambahan haji tersebut, bukan yang punya uang lebih banyak,” terang Wisnu.

Wisnu mengatakan polemik kuota haji khusus ini menjadi salah satu dasar yang membuat Timwas DPR RI akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengevaluasi penyelenggaraan haji tahun 1445H/2024M.

Tidak Ada Penyalahgunaan

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memastikan tidak ada penyalahgunaan dalam pemanfaatan kuota tambahan pada operasional ibadah haji 1445 H/2024 M. Penegasan ini disampaikan Menag saat dimintai respons terkait isu tentang pengalihan kuota tambahan.

Kuota haji Indonesia tahun ini berjumlah 221.000 jemaah. Jumlah ini terdiri atas 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus.

Selain itu, Indonesia juga mendapat 20.000 kuota tambahan yang kemudian dibagi masing-masing 10.000 untuk jemaah haji reguler dan 10.000 untuk jemaah haji khusus.

“Tidak ada penyalahgunaan kuota tambahan. Itu prinsipnya,” tegas Menag di Madinah, Jumat (21/6), dilansir laman resmi Kemenag.

“Kami tidak menyalahgunakan dan insya Allah kami jalankan amanah ini sebaik-baiknya,” sambungnya.

Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas mengatakan akan mengikuti kesepakatan DPR RI yang menyetujui diadakannya panitia khusus (pansus) haji.

"Ya kita ikuti saja. Itu kan proses yang dijamin oleh konstitusi. Itu kita ikuti," kata Yaqut, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/7).

Namun sampai hari ini Kemenag belum menyiapkan apapun terkait dengan pansus angket haji.

"Ya tidak tahu. Semua proses kami akan laporkan, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan ibadah haji akan kami sampaikan, apa adanya. Saya belom tahu loh (soal pansus angket haji). Saya dari dalam (istana), baru tahu dari kamu (media)," kata Yaqut.

Sikap Ormas

Pimpinan Pusat Muhammadiyah berharap pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Haji oleh DPR RI tidak bermuatan politis, seperti menyudutkan menteri agama ataupun Kementerian Agama.

"Kalau motifnya itu misalnya ada agenda politik untuk menyudutkan menteri agama atau Kementerian Agama karena hal-hal yang sifatnya personal, saya kira itu harus dihindari," ujar Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Mu'ti mengatakan Muhammadiyah tidak dalam posisi mendukung atau menolak pembentukan Pansus Haji. pembentukan tersebut memang hak dari DPR RI.

Namun ia menggarisbawahi jika pembentukan Pansus demi perbaikan penyelenggaraan ibadah haji ke depan, maka harus diapresiasi.

"Sepanjang dilaksanakan sesuai niat awal untuk memastikan bahwa penyelenggaraan haji lebih baik, saya kira itu patut diapresiasi," katanya.

Ia berharap Pansus Haji bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara. Jangan ada agenda-agenda pribadi yang berkaitan dengan persaingan politik antara menteri agama dengan sebagian anggota DPR.

"Perbaikan dan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan dan persaingan perseorangan sebagai politisi," kata dia.

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla menilai Kementerian Agama RI sudah berupaya menyelenggarakan haji 1445 H atau tahun 2024 M dengan maksimal. Hal tersebut disampaikan Ulil terkait pembentukan Pansus Angket Pengawasan Haji oleh DPR.

Pansus ini diresmikan dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar pada Selasa (9/7) lalu. Muhaimin menyebut pansus ini akan bekerja mengevaluasi kesalahan-kesalahan dalam penyelenggaraan ibadah haji oleh pemerintah.

Menurut Ulil, ibadah haji tahun ini telah diselenggarakan dengan baik. Pria yang akrab disapa Gus Ulil itu mengakui masih terdapat kekurangan, tetapi menurutnya Kementerian Agama RI telah berusaha sebaik mungkin.

"Kami memandang bahwa penyelenggaraan haji sudah cukup baik, dan usaha dari pihak pemerintah, terutama Kemenag sudah sangat maksimal. Pemerintah Saudi juga sudah mengupayakan sebaik mungkin penyelenggaraan haji," kata Gus Ulil usai acara penyambutan Imam Besar Al-Azhar Mesir Ahmad ath-Thayyib di sebuah hotel di Jakarta, Rabu (10/7/2024).

Adapun mengenai kekurangan dalam penyelenggaraan ibadah haji, Gus Ulil menilainya sebagai efek wajar dari "eksperimen" kebijakan yang dilakukan Arab Saudi.

"Tentu saja dalam fase seperti ini ada sedikit masalah, tetapi bagi kami itu tidak mengurangi apresiasi PBNU kepada Kemenag, kepada pemerintah Saudi, dan kepada Menteri Agama Gus Yaqut yang sudah berusaha keras menyelenggarakan haji dengan baik," katanya.

Sarat Kepentingan Politik

Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji yang diputuskan DPR dinilai sarat kepentingan politik. Pasalnya, proses pelaksanaan ibadah haji 2024 secara resmi baru selesai pada 23 Juli mendatang.

Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menilai, Pansus Angket Haji lebih politis karena argumentasi yang dibangun kurang mendasar jika dibandingkan dengan masalah-masalah lainnya yang jauh banyak menyita kepentingan masyarakat luar. 

Dari sisi prosedur pembentukan pansus juga terkesan buru-buru. Padahal, proses pelaksanaan haji yang bakal dievaluasi tersebut belum selesai.

"Ini yang seharusanya dipansuskan, tapi tidak dipansuskan. Kalau saya melihat masalah yang mendasar justru perlunya dibentuk pansus untuk mengusut kebocoran pusat data nasional atau judi online yang meresahkan masyarakat," katanya, Jumat (12/7).

Menurut Mustolih, Pansus Angket Haji akan memanggil Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), padahal pelaksanaan ibadah haji 2024 secara resmi baru selesai pada 23 Juli mendatang. 

"Rencana pemanggilan ini juga mengundang pertanyaan, ada apa?" sebutnya.

Sementara itu, pembentukan pansus juga menjelang masa akhir anggota DPR periode 2019-2024 pada September mendatang. Ia juga mempertanyakan, apakah pansus ini bisa bekerja efektif mengingat waktu yang singkat tersebut. 

Di sisi lain, dari 30 anggota DPR yang menyetujui Pansus Hak Angket Haji, setengahnya tidak terpilih lagi menjadi anggota legislator di Senanyan.

Berdasarkan komposisi sesuai tata tertib nama-nama tersebut antara lain 7 orang dari PDIP, 4 orang dari Golkar, 4 orang dari Gerindra, 3 orang Nasdem, 3 orang PKB, 3 Demokrat, 3 dari PKS, 2 dari PAN, 1 dari PPP.

Komnas Haji juga meluruskan mengenai argumentasi yang melatari lahirnya pansus adalah pelanggaran undang-undang terkait pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus atau ONH Plus.

Mustolih menegaskan bahwa berdasarkan ketentuan dan regulasi tersebut, Menteri Agama tidak melanggar kuota pada penyelenggaraan haji 2024.Jika merujuk pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 pasal 8, pasal 9, dan pasal 64; Menag membagi kuota haji reguler sebesar 92% yang merupakan kuota pokok. 

Tapi jika ada kuota tambahan, maka itu menjadi diskresi Menteri Agama. 

“Berdasarkan regulasi tersebut, saya tegaskan bahwa Menag tidak melanggar aturan,” imbuhnya.

Mustolih mengungkapkan, jika dikaji lebih dalam, yang diramaikan adalah soal kesepakatan antara DPR dan pemerintah pada 27 November 2023, terkait asumsi kuota haji 240.000 dan kurs rupiah terhadap dolar AS Rp 15.200. 

"Menjelang pelaksanaan haji dolar saja sudah Rp 16.200, kuota haji pokok yang diberikan Pemerintah Arab Saudi sebanyak 200.000 dan kuota haji tambahan 20.000. Narasi pelanggaran yang berdasarkan asumsi ini tentu menjadi bias menjadi dasar dibuatnya pansus," papar Mustolih.

Haji Kalbar Lancar

Kakanwil Kemenag Kalbar Muhajirin Yanis mengungkapkan penyelenggaraan ibadah haji Kalbar 2024 berjalan lancar sukses dan terkoordinir dengan baik. Tidak terdapat kendala yang menghambat pelaksanaan haji baik pada saat pemberangkatan dari daerah asal, provinsi, embarakasi, dan Arab Saudi hingga pemulangan.

Hal tersebut menurut Muhajirin didasarkan atas testimoni dan tanggapan para jemaah haji Kalbar saat kepulangan. Sementara untuk kuota haji reguler Kalbar  pada  2024 berjumlah 2.519 dan mendapat kuota tambahan sebanyak 92 orang. Sementara mutasi keluar daerah sebanyak 24 orang dan mutasi masuk sebanyak 6 orang. 

"Jumlah jemaah yang diberangkatkan 2.593 orang dan dipulangkan sejumlah 2.590 orang sedangkan jamaah meninggal 3 orang," ungkap Muhajirin Yanis.

Ditambahkan Muhajirin pelayanan bagi jemaah haji sesuai Undang-Undang nomor 8 tahun 2019 dan Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 13 tahun 2021 tentang pelaksanaan haji reguler. Bahwa pelayanan yang diberikan berupa pelayanan pendaftaran/dokumen, pembinaan dan bimbingan manasi.

Lalu pelayanan kesehatan, pelayanan transportasi, akomodasi, konsumsi serta keamanan dan perlindungan diberikan dari sebelum keberangkatan sampai kepulangan oleh PPIH kabupaten, kota, provinsi embarkasi, debarkasi sampai PPIH Arab Saudi. Serta pelayanan oleh PPIH Kloter yang menyertai jamaah haji.

"Untuk kuota haji khusus tidak seperti haji reguler, kalau haji reguler ditentukan berdasarkan jumlah penduduk muslim suatu daerah atau berdasarkan daftar tunggu," jelasnya.

Menurutnya untuk pengisian kuota haji khusus dilakukan berdasarkan urutan pendaftaran secara nasional sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah Dan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus. Calon jamaah haji khusus memilih PIHK mana yang akan memberangkatkannya.

"Untuk rata-rata masa tunggu 21 tahun, yang terpanjang Kota Pontianak dan Singkawang," tutupnya. (mrg/din/tmp/snr/par/ant/knt)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda