Ponticity post authorKiwi 16 Februari 2022

Perubahan Status Tujuh Provinsi, Peluang Otonomi Khusus di Kalimantan Semakin Sulit

Photo of Perubahan Status Tujuh Provinsi, Peluang Otonomi Khusus di Kalimantan Semakin Sulit

PONTIANAK, SP – Pengamat Hukum Universitas Panca Bhakti Pontianak, Herman Hofi Munawar menilai pengesahan perubahan status tujuh provinsi dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa, 15 Februari 2022 akan mempersulit realisasi otonomi khusus Kalimantan.

“Karena logika sederhana minimal sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007, tentang: Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, sebuah produk perundang-undang, mimimal tenggang waktu tertentu baru diamandemen,” kata Herman Hofi Munawar, Rabu (16/2).

Wakil Ketua DPR, Paulus Lodewijk Pusung memimpin sidang paripurna, pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, dan Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Kalimantan Timur, menjadi undang-undang, Selasa, 15 Februari 2022.

Tujuh provinsi ini, termasuk empat dari Kalimantan yakni Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Selatan, lahir dari produk perundang-ndangan Negara Bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS), lantaran dibentuk didasarkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1945, sebelum dikeluarkan Dekrit Presiden Soekarno, 5 Juli 1959.

Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012, tanggal 16 November 2012, menjadi perdebatan panjang, karena Provinsi Kalimantan Utara pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, tanggal 26 Juni 1959.

Indonesia mengalami dua kali perubahan undang-undang dasar, sebagai sumber hukum dalam mengarahkan kita kepada kehidupan yang tertib dan teratur untuk mencapai kesejahteraan, dengan menetapkan ideologi Pancasila sebagai filosofi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Periodisasi bentuk negara Indonesia yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu periode 17 Agustus 1945 sampai dengan 16 Agustus 1950, dan Republik Indonesia Serikat (RIS) di mana wilayah Pemerintah Provinsi berstatus Negara Bagian berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1945 yaitu periode 17 Agustus 1950 sampai dengan 4 Juli 1959.

Bentuk negara Indonesia, kembali lagi dari bentuk RIS ke NKRI, terhitung 5 Juli 1959 sampai sekarang, sebagai konsekeunsi logis dari Presiden Indonesia, Soekarno, mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

Isi Dekrit Presiden Soekarno, 5 Juli 1959, adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 1955, karena Badan Konstituante dinilai gagal menyepakati dasar negara dan penggantian undang-undang dasar dari Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 17 Agustus 1950 kepada Undang-Undang Dasar (UUD) 17 Agustus 1945.

Keberadaan Undang-Undang Dasar Sementara 17 Agustus 1950 (UUDS 1950) sebagai konsekuensi logis dari Kerajaan Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia berdasarkan Konferensi Meja Bundar di Denhaag, yaitu berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949.

Berdasarkan periodisasi di atas, maka empat dari lima pemerintahan provinsi di Kalimantan berstatus Negara Bagian dari Republik Indonesia Serikat, karena dibentuk berdasarkan undang-undang dasar sebelum Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 (UUDS 1950), yaitu Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956, tanggal 7 Desember 1956.

Kemudian, Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1957, tanggal 10 Mei 1957; Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, tangal 26 Juni 1959; Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956, tanggal 29 November 1956.

Sementara dalam kenyataanya, salah satu sumber hukum pembentukan produk Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub), tetap mengacu kepada undang-undang di dalam sistem Negara Bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai payung hukum pembentukan empat provinsi yang bersangkutan di Kalimantan.

Dikatakan Herman Hofi Munawar, jika dilihat dari kronologis disebutkan di atas, sama sekali tidak ada relevansi yang berdampak langsung terhadap masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat, terhadap pengesahan undang-undang di Jakarta, Selasa, 15 Februari 2022.

“Justru menunjukkan betapa buruknya produk perundangan-undangan di Indonesia, ibaratkan orang minum air jeruk manis, tapi suguhannya selalu jeruk asam. Sejak Dekrit Presiden, 5 Juli 1959 sampai 15 Februari 2022, kita disuguhkan produk Negara Kesatuan Republik Indonesia rasa Negara Bagian, rasa Republik Indonesia Serikat atau RIS,” kata Herman Hofi Munawar.

DPR mengesahkan terlebih dahulu Undang-Undang Ibu Kota Negara, Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, Selasa, 18 Januari 2022, kemudian dilanjutkan pengesahan perubahan undang-undang tujuh provinsi, Selasa, 15 Februari 2022.

Dikatakan Herman Hofi Munawar, kendati peluang tuntutan otonomi khusus, tipis pasca pengesahan perubahan undang-undang tujuh provinsi, tapi masyarakat di Kalimantan berhak menentukan masa depan sendiri, dengan tetap mengusulkan otonomi khusus, melalui langkah elegan dan ilmiah, yaitu produk kajian akademik.

“Hentikan perdebatan tidak produktif di media sosial yang saling menyalahkan satu sama lain. Pertanyaan sekarang, siapa yang berani mengambil inisiatif membuat kajian ilmiah untuk disampaikan ke DPR, DPD dan Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional? Kita harus berani mulai,” kata Herman Hofi.

Dirinya merujuk kepada masyarakat Suku Sunda mendatangi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPD-RI), AA. LaNyalla Mahmud Mattalitti di Jakarta, Rabu, 2 Februari 2022.

Suku Sunda meminta dukungan politik dari Ketua DPD-RI untuk mengubah nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda untuk kemudian menjadi otonomi khusus Sunda.

“Orang masyarakat Sunda, bisa dan mampu menyusun kajian akademis untuk jadi Otonomi Khusus Suda di Provinsi Jawa Barat, kemudian diusulkan diubah menjadi Provinsi Sunda, mestinya masyarakat di Kalimantan mampu dan berani tuntut otonomi khusus, melalui sebuah produk ilmiah, yaitu kajian akademik,” kata Herman Hofi Munawar.

“Dalam kajian akademik otonomi Khusus Kalimantan, sudah masuk di antaranya mencantukan jumlah wilayah otonomi khusus. Misalnya, Kalimantan Barat dibagi menjadi dua otonomi khusus, Kalimantan Tengah menjadi dua otonomi khusus, sebagaimana telah diusulkan selama ini bahwa Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Barat, supaya dimekarkan masing-masing dua provinsi,” ujar Herman Hofi Munawar.

Dikatakan dia, masyarakat dari luar Provinsi Kalimantan Timur, bukan tidak setuju Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, dijadikan lokasi ibu kota negara Indonesia.

“Tapi identitas daerah atau wilayah, jangan disepelekan. Karena pembakuan nama rupabumi amanat Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 4 Tahun 1967, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2021, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, tentang: Pemajuan Kebudayaan. Jadi, ada legal standingnya,” ujarnya.

Nusantara ditetapkan sebagai nama Ibu Kota Negara di Provinsi Kalimantan Timur, pengingkaran terhadap Program Nawacita (berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkarakter secara budaya).

Keberadaan Program Nawacita kemudian dikukuhkan melalui kehadiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, tentang: Pemajuan Kebudayaan.

Di mana ditegaskan, setiap warga negara Indonesia, harus berkarakter dan berjatidiri bangsa Indonesia. Orang Kalimantan harus berkedudayaan asli Kalimantan dan itulah hakekat dari otonomi khusus Kalimantan.

Atas dasar itulah, kata Herman Hofi Munawar, wajar kalangan dari luar Provinsi Kalimantan Timur menginginkan penamaan Ibu Kota Negara di Provinsi Kalimantan Timur, dan tuntutan otonomi khusus, karena mengacu kepada identitas Kalimantan, sebagai bentuk penghargaan Pemerintah Indonesia terhadap identitas masyarakat asli Kalimantan.

Sikap Menteri Dalam Negeri

Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, mengapresiasi berbagai pihak yang dinilainya telah bekerja efektif dan penuh dedikasi sehingga mampu merampungkan tujuh rancangan undang-undang hingga disahkan menjadi undang-undang.

"Atas nama Pemerintah, kami mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya pada semua pihak yang telah membuat tujuh rancangan undang-undang provinsi dapat ditetapkan menjadi undang-undang," kata Tito Karnavian.

Tujuh undang-undang provinsi yang telah disahkan bukan bertujuan membentuk daerah baru, tetapi dasar hukumnya masih mengacu pada regulasi lama sehingga perlu diperbaharui dan disesuaikan dengan kondisi sekarang.

Misalnya saja, undang-undang yang mengatur tentang provinsi sebelumnya termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1950, tentang: Pembentukan Daerah Provinsi, yang masih mengacu UU Republik Indonesia Serikat (RIS).

"Aspirasi dari semua kepala daerah, tokoh-tokoh masyarakat dari tujuh provinsi itu, sesuai aturan undang-undang, satu provinsi itu adalah satu undang-undang bukan gabungan, sekarang kan situasinya berbeda," ujar Tito Karnavian.

Dengan demikian, disahkannya tujuh undang-undang memberikan kepastian dan kekuatan hukum bagi produk hukum turunannya, seperti Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

Kemudian, memberikan kepastian hukum bagi  wilayah yang mengalami perkembangan pemekaran wilayah, misalnya saja Minahasa Utara dan Minahasa Selatan yang sebelumnya tak tercantum dalam undang-undang lama.

Akibatnya, kedua kabupaten hasil pemekaran, tak memiliki dasar hukum dalam membuat produk hukum atau kebijakan.

"Ada kabupaten baru misalnya, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, dalam undang-undang tidak disebut, sehingga dalam undang-udang ini dimasukkan," tutur Tito Karnavian.

Menteri Dalam Negeri, mengapresiasi inisiatif DPR-RI yang telah cepat merespons kebutuhan dan aspirasi masyarakat di tujuh provinsi.

Hal ini pun direspons pemerintah secara cepat sehingga pembahasan dapat dilakukan secara efektif. Meski demikian, cepatnya pembahasan di DPR tak terlepas dari pelibatan masyarakat dengan menyampaikan aspirasi. 

"Ini mungkin salah satu produk, tujuh UU sekaligus yang cepat, dan saya kira ini adalah prestasi tersendiri bagi DPR-RI dan ini akan menjadi model untuk daerah lain, penyusunan undang-undang dengan cepat tapi tidak menegasikan tahapan-tahapan sesuai aturan, termasuk menyerap apresiasi masyarakat," ujar Tito Karnavian.

Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Suherman, mengatakan, pengesahan perubahan tujuh status provinsi, termasuk Provinsi Kalimantan Barat, agar produk politiknya sesuai hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak ada pengaruhnya terhadap produk Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Bupati (Perbub) dan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang sudah diberlakukan selama ini.

“Roda pemerintahan di daerah, termasuk di Provinsi Kalimantan Barat, tetap berjalan seperti biasa, karena pengesahan tidak memiliki dampak terhadap kebijakan dan atau struktur pemerintahan di pemerintah daerah,” kata Suherman.

Peluang Provinsi Kapuas Raya Semakin Kecil

Provinsi Kapuas Raya, rencana pembentukan provinsi baru di sektor timur Kalimantan Barat dengan rencana ibu kota di Sintang masih menghadapi beberapa problem administrasi politik.

Peluang pembentukan Provinsi Kapuas Raya semakin kecil kecuali diberlakukan otonomi khusus di Kalimantan.

Jika dilihat dari ketentuan yang berlaku, realisasi pembentukan Provinsi Kapuas Raya di Sintang, mesti mempertimbangkan beberapa aspek.

Pertama, Desain Besar Penataan Daerah atau Desartada Kementerian Dalam Negeri, 2012–2025 dan sinkron dengan Desartada Provinsi Kalimantan Barat, 2012–2025, Kalimantan Barat bukan lagi dimekarkan menjadi dua provinsi, melainkan dimekarkan menjadi tiga provinsi.

Kedua, apabila berdasarkan Deklarasi Sintang, 14 Agustus 2006, sebuah kesepakatan bersama membentuk calon Provinsi Kapuas Raya, Kabupaten Sanggau masuk dalam provins baru di sektor timur, sehingga jumlah kabupaten menjadi lima.

Yaitu Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Kapuas Hulu, bersama wilayah hasil pemekaran, tapi di dalam Desartada Kementerian Dalam Negeri, 2012 – 2025 dan Desartada Provinsi Kalimantan Bara, 2012 – 2025, jumlah provinsi baru di sektor timur tinggal 4, yaitu tinggal Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi dan Kabupaten Kapuas Hulu.

Sehingga tidak bisa semerta-merta langsung membentuk provinsi baru di sektor timur, karena di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 yang sampai sekarang masih berlaku, syarat paling utama membentuk provinsi baru, minimal jumlah kabupaten dan atau kota adalah lima kabupaten atau kota.

Ketiga, secara lengkap, Produk Lembaran Negara berupa Desartada Kementerian Dalam Negeri, 2012 – 2025 dan Desartada Provinsi Kalimantan Barat, 2012 – 2025, membagi Kalimantan Barat menjadi tiga provinsi, yaitu sektor barat berkedudukan di Pontianak, meliputi Kabupaten Sanggau, Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang, bersama wilayah hasil pemekaran.

Sektor timur berkedudukan di Sintang, meliputi Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi dan Kabupaten Kapuas Hulu, bersama wilayah hasil pemekaran di kemudian hari.

Sektor selatan berkedudukan di Ketapang, meliputi Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara bersama wilayah hasil pemekaran.

Keempat, dengan demikian, karena Desartada sebagai produk Lembaran Negara yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah, sehngga siapapun yang akan menjadi Gubernur Kalimantan Barat, harus tunduk kepada aturan yang sudah dimuat di dalam Desartada Kementerian Dalam Negeri, 2012 – 2025 dan Desartada Provinsi Kalimantan Barat, 2012 – 2025, maka isu pembentukan Provinsi Kapuas Raya, adalah sebuah perjuangan yang harus dilihat dari strategi politik, bukan kepada realitas politik.

Pemekaran Kabupaten

Karena makna terkandung di dalam Desartada Kementerian Dalam Negeri, 2012 – 2025 dan Desartada Provinsi Kalimantan Barat, 2012 – 2025, prioritaskan dulu pemekaran kabupaten, baru setelah itu dirancang pembentukan provinsi baru di Kalimantan Barat.

Dan, khusus di sektor timur, untuk membentuk calon provinsi baru, harus dibentuk minimal satu kabupaten baru, agar terpenuhi persyaratan minimal, yaitu lima kabupaten, sedangkan sekarang, berdasarkan Desartada Kementerian Dalam Negeri, 2012 – 2025 dan Desartada Provinsi Kalimantan Barat, 2012 – 2025, tinggal empat kabupaten, yaitu Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi dan Kabupaten Kapuas Hulu.

Untuk memperkuat dukungan politik terhadap penerbitan Desartada Kementerian Dalam Negeri, 2012 – 2025 dan Desartada Provinsi Kalimantan Barat, 2012 – 2025, maka pada tahun 2012, Bupati Sanggau, Paulos Hadi, mengirim surat kepada Gubernur Kalimantan Barat, mendukung keberadaan Desartada Kementerian Dalam Negeri, 2012 – 2025 dan Desartada Provinsi Kalimantan Barat, 2012 – 2025.

Surat dikirim Bupati Sanggau, Paulos Hadi kepada Gubernur Kalimantan Barat tahun 2012, dimana isinya mendukung Desartada dan Kalimantan Barat dibagi menjadi tiga provinsi, dimaknai pula sebagai langkah mencabut dukungan terhadap pembentukan Provinsi Kapuas Raya berdasarkan Deklarasi Sintang, 14 Agustus 2006.

Kelima, kepada segenap komponen masyarakat di sektor timur, diimbau untuk mendukung penataan kabupaten, dengan mendukung rencana pembentukan Kabupaten Banua Landjak, terpisah dari Kabupaten Kapus Hulu yang sudah mendapat persetujuan politik dari DPRD Provinsi Kalimantan Barat.

Serta rencana pembentukan Kabupaten Tambun Bungai mencakup Kecamatan Sorabai dan Kecamatan Momaluh berdasarkan Deklarasi Sintang, 8 Februari 2017 di Kabupaten Sintang, serta rencana kabupaten baru di sepanjang perbatasan dengan Negara Bagian Sarawak, Federasi Malaysia di Kabupaten Sintang, yaitu di wilayah sepanjang Sungai Ketungau dan Sungai Merakai.

Apabila salah satu kabupaten saja di sektor timur sudah terbentuk, maka sudah memenuhi syarat minimal pembentukan provinsi baru di sektor timur Kalimantan Barat.

Usia 10 tahun

Karena di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007, digariskan, syarat utama pembentukan provinsi baru, maka usia pemerintahan otonomnya, minimal sepuluh tahun, dan terlebih dahulu harus dimulai dengan kabupaten persiapan dan atau provinsi persiapan.

Sementara soal nama calon provinsi di sektor timur, harus berdasarkan kesepakatan mengikat antar komponen masyarakat, sehingga sudah tidak bisa lagi menggunakan nama Provinsi Kapuas Raya, karena penentuan sebuah nama sangat strategis dan berdampak terhadap ranah psikologis masyarakat, sebagai wujud identitas lokal dalam integrasi nasional dan internasional.

Kata raya pakai di bagian ujung provinsi di sektor timur, sebuah nama yang terlalu umum, sehingga harus menggunakan nama yang lebih spesifik, supaya ada jaminan penambahan kosakata baru di dalam Bahasa Indonesia.

Dengan argumentasi politik ini, maka suka atau tidak suka, karena Desartada mengamanatkan prioritas penataan kabupaten, realisasi pembentukan provinsi baru di sektor timur Kalimantan Barat, baru bisa terwujud minimal dua puluh tahun mendatang.

Belum lagi kalau bisa bicara kebijakan Pemerintah Pusat yang sejak tahun 2012 memutuskan melakukan moratorium pembentukan Daerah Otonomi Baru atau DOB yang sampai tahun 2022 ini, belum dicabut. 

Sutarmidji dan Cornelis Gelar Pertemuan Khusus

Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji melakukan pertemuan khusus dengan Anggota Komisi II DPR RI, Cornelis membahas penyusunan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Kalimantan Barat. Pertemuan dilakukan di Kantor Gubernur Kalbar, Jumat (4/9).

Pembentukan Provinsi Kalimantan Barat sendiri diketahui masih berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956 yang dinilai sudah tak sesuai. Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi II DPR RI, Cornelis saat diwawancarai wartawan usai pertemuan dengan Gubernur Sutarmidji.

“Saya dengan Pak Gubernur mau menyempurnakan Undang-undang tentang Pemerintah Provinsi Kalbar, karena Undang-undang nomor 25 itu sudah tidak sesuai lagi. Oleh karena itu perlu dibahas oleh Pak Gubernur bersama dewan, mana saja yang jadi kewenangan, mana saja yang jadi urusan, mana yang sesuai dan tidak sesuai lagi. Inilah yang mau kita bahas,” ujarnya.

Setelah itu, lanjut mantan Gubernur Kalbar dua periode ini, hasil pembahasannya bersama Sutarmidji nanti akan disampaikannya ke pemerintah pusat dan DPR RI melalui Komisi II untuk dilakukan pembahasan.

“Nanti kita sampaikan ke pemerintah pusat dan DPR RI di Komisi II, menjadilah Undang-undang yang sudah direvisi termasuk di beberapa provinsi. Ketika saya sampaikan (persoalan) ini ke Komisi II, yang akan dibahas ada delapan provinsi. Mudah-mudahan bisa cepat selesai, sehingga Pak Gubernur bekerja, landasan yuridis-nya pun jelas,” tukasnya.

Oleh karena itu, kata dia, diperlukan kerjasama antara Gubernur dan DPRD Provinsi Kalbar agar hal ini dapat terealisasi.

“Supaya kita satu bahasa, satu bergerak langkah yang sama. Mudah-mudahan saya juga bisa memperjuangkannya, sehingga kerja saya ada hasil untuk rakyat Kalbar,” tegasnya.

Sementara Gubernur Kalbar, Sutarmidji mengucapkan terima kasih kepada Cornelis yang merupakan anggota Komisi II sekaligus anggota Badan Anggaran DPR RI. Pertemuan yang dilakukannya bersama Cornelis, ditegaskan Midji, dalam rangka ingin mengusulkan perubahan Undang-undang tentang pembentukan Provinsi Kalimantan Barat.

“Saya terima kasih. Kebetulan Pak Cornelis di Komisi II sekaligus Banggar, kita ingin ada perubahan dari Undang-undang pembentukan Kalbar. Yang pertama itu dasar hukumnya Undang-undang darurat, kita ingin supaya (Pembentukan Kalbar) berdasarkan Undang-undang Dasar 1945,” ujarnya.

Diakui Midji, isi dari Undang-undang Pembentukan Kalbar, Kalsel dan Kaltim itu menurutnya sudah harus direvisi.

“Seperti misalnya dulu sektor kehutanan ke pertanian, kemudian masalah pegawai, masalah aset dan lain-lain seakan-akan daerah tidak punya kewenangan apapun, kita ingin masukkan, agar jangan sampai kita sebagai daerah penghasil bauksit terbesar, daerah nomor dua terbesar penghasil CPO, tapi masyarakat kita tidak sejahtera. Kita harus lindungi bagaimana pengaturan kearifan lokalnya diakui,” tukasnya.

Otonomi Khusus Diatur Undang-Undang Dasar 1945

OTONOMI Khusus diatur di dalam Pasal 18B UUD 1945 bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus dan bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. 

Tujuan otonomi khusus antara lain meningkatkan taraf hidup, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat; mewujudkan keadilan penerimaan hasil sumber daya alam;  penegakan hak asasi manusia serta penerapan tata kelola pemerintahan yang baik.

Otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diberikan kepada daerah ‘tertentu’ untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri tetapi sesuai dengan hak dan aspirasi masyarakat di daerah tersebut.

Kewenangan ini diberikan agar daerah ‘tertentu’ dapat menata daerah dan bagian dari daerah tersebut agar lebih baik lagi di bidang tertentu sesuai dengan aspirasi daerahnya.

Otonomi khusus ditawarkan melebihi otonomi daerah biasa, karena otonomi ini diberikan kepada daerah ‘tertentu’ yang berarti daerah tersebut mempunyai karakteristik khusus. (aju/kbr)

 

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda