Iptek post authorPatrick Sorongan 21 Juni 2022

Kenapa Hewan Beracun Kebal Racunnya Sendiri?

Photo of  Kenapa Hewan Beracun Kebal Racunnya Sendiri?  Ilustrasi manusia dan ular.(Foto: Reuters via India Times)

JIKA sudah berdiri dengan suara berdesis, maka ular kobra akan menerkam bagai kilat dengan taring-taring beracunnya.

Manusia yang nahas dipatuk dijamin 'langsung selesai', kecuali atas pertolongan Tuhan.

Ular atau katak serta hewan-hewan beracun ternyata aman dari racunnya sendiri. Padahal, racun itu berasal dari tubuhnya, dan kalau sudag meleleh dari mulut, ibaratnya si hewan 'kumur-kumur' dengan racunnya.

Lantas, bagaimana racun itu tak mencelakakan hewan itu sendiri? Padahal sudah sangat jelas: racun tersebut berasal dari dalam tubuh si hewan.

Ibarat kata 'sesama bus kota dilarang saling mendahului',  beginilah setidaknya 'kesepakatan' antara racun dan hewan.

Katak panah beracun harlequin (Oophaga histrionica) adalah salah satu hewan paling beracun di dunia, yang masuk dalam keluarga Dendrobatidae.

Hidup di hutan hujan Amerika Tengah dan Selatan, seekor katak membawa racun yang cukup untuk membunuh 10 manusia dewasa.

Fenomena Unik Katak Beracun

Menariknya, dilansir dari Live Science, 11 September 2021, katak ini tidak terlahir beracun. Mereka memperoleh bahan kimia beracun dengan memakan serangga dan artropoda lainnya.

Tetapi,  jika racun ini sangat mematikan, mengapa katak itu sendiri tidak mati saat menelannya?

Kemampuan katak ini untuk menghindari autointoxication telah membingungkan para ilmuwan untuk waktu yang lama.

Demikian klaim Fayal Abderemane-Ali, peneliti di Institut Penelitian Kardiovaskular Universitas California San Francisco, AS, juga penulis utama studi tersebut di Journal of General Physiology yang mengeksplorasi fenomena ini.

Dalam makalahnya,  para peneliti mempelajari katak racun dalam genus Phyllobates yang menggunakan racun yang disebut batrachotoxin. 

Racun ini yang bekerja dengan mengganggu pengangkutan ion natrium masuk dan keluar sel, salah satu fungsi fisiologis terpenting dalam tubuh.  

Ketika otak Anda mengirimkan sinyal ke tubuh, racun ini mengirimkannya melalui listrik.  Sinyal-sinyal ini membawa instruksi ke bagian-bagian tubuh, misalnya ke anggota tubuh Anda untuk menyuruh mereka bergerak ke otot. 

Ini juga  untuk memberi tahu mereka untuk berkontraksi, dan ke jantung untuk menyuruh memompa.  Sinyal listrik ini dimungkinkan oleh aliran ion bermuatan positif, seperti natrium, ke dalam sel bermuatan negatif.  

Ion mengalir masuk dan keluar sel melalui pintu protein,  yang disebut saluran ion.  Ketika saluran ion ini terganggu, maka sinyal listrik tidak dapat berjalan melalui tubuh. 

Batrachotoxin menyebabkan saluran ion tetap terbuka, menghasilkan aliran ion bermuatan positif yang mengalir bebas ke dalam sel. 

Menurut Abderemane-Ali, jika mereka tidak dapat menutup, seluruh sistem kehilangan kemampuannya untuk mengirimkan sinyal listrik. 

"Kami membutuhkan saluran ini untuk membuka dan menutup untuk menghasilkan listrik yang menjalankan otak atau otot jantung kita," kata Abderemane-Ali.  

Jika saluran tetap terbuka, "tidak ada aktivitas jantung, tidak ada aktivitas saraf atau aktivitas kontraktif." Pada dasarnya, jika Anda menelan salah satu dari katak ini, Anda akan mati — hampir seketika. 

Tiga Strategi Katak Beracun

Jadi,  bagaimana katak ini, dan hewan beracun lainnya, menghindari nasib yang sama?  

"Ada tiga strategi yang digunakan hewan beracun untuk menghentikan autointoxication," kata Abderemane-Ali.  

Yang paling umum adalah melibatkan mutasi genetik,  yang sedikit mengubah bentuk protein target toksin - pintu ion natrium - sehingga tidak bisa lagi mengikat protein.  

Misalnya, spesies katak racun yang disebut Dendrobates tinctorius azureus.  Katak  ini membawa racun yang disebut epibatidine yang meniru zat kimia pemberi sinyal yang bermanfaat yang disebut asetilkolin.  

Menurut sebuah studi pada 2017 yang diterbitkan dalam jurnal Science, katak ini mengembangkan adaptasi pada reseptor asetilkolin mereka. 

Adaptasi ini sedikit mengubah bentuk reseptor tersebut, sehingga mereka kebal terhadap racun. 

"Strategi lain, yang digunakan oleh predator hewan beracun, adalah kemampuan untuk membuang racun dari tubuh sepenuhnya," kata Abderemane-Ali.  

Proses ini tidak selalu sama dengan menghindari autointoxication. Itu hanya cara lain agar hewan terhindar dari keracunan oleh makanan yang mereka makan.

Strategi ketiga disebut sequestration.  Sebab, katak itu akan mengembangkan sistem untuk menangkap [atau] menyerap racun. 

"Hal ini  untuk memastikan tidak menimbulkan masalah pada hewan," tambah Adberemane-Ali. 

Dalam penelitian,  Adberemane-Ali mengkloning saluran ion natrium dari katak Phyllobates,  dan memperlakukan mereka dengan racun.  

Dia terkejut melihat bahwa saluran ion natrium tidak tahan terhadap racun. "Hewan-hewan ini harus mati," kata Abderemane-Ali.  

Karena saluran ion natrium katak tidak menahan efek merusak racun, katak seharusnya tidak dapat bertahan hidup dengan racun ini di dalam tubuh mereka. 

Berdasarkan hasil tersebut, Abderemane-Ali menduga bahwa katak ini kemungkinan besar menggunakan strategi sekuestrasi untuk menghindari keracunan otomatis. 

Caranya,  menggunakan sesuatu yang disebutnya spons protein.   Katak kemungkinan menghasilkan protein yang dapat menyerap racun dan menahannya. 

Ini berarti racun tidak pernah memiliki kesempatan untuk mencapai saluran protein yang rentan tersebut. "Katak Amerika (Rana catesbeiana) juga menggunakan sekuestrasi," kata Abderemane-Ali.  

Katak ini menghasilkan protein yang disebut saxiphilin, yang dapat mengikat dan memblokir toksin saxitoxin.

Saxiphilin saat ini sedang dipelajari sebagai solusi potensial untuk menetralkan racun yang masuk ke dalam pasokan air kita oleh ganggang yang berbahaya.***

 

Sumber: Live Science

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda