PONTIANAK, SP – Kelebihan atau over kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) masih menjadi masalah serius di seluruh Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat (Kalbar).
Berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan per 17 Mei 2024, terungkap kondisi mengkhawatirkan, dimana telah terjadi over kapasitas sebesar 160,38 persen. Kapasitas hunian lapas dan rutan di Kalbar yang seharusnya hanya 2.529 orang, terpaksa menampung hingga 6.567 orang.
Pemetaan juga menunjukkan bahwa dari 14 kabupaten/kota di Kalbar, hampir setiap dearah mengalami over kapasitas. Dua wilayah diantaranya bahkan belum memiliki Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan.
Terbaru, masalah over kapasitas ini kembali disampaikan Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Putussibau Efendi Johan. Dia mengatakan per 6 Januari 2025, penghuni Rutan Putussibau telah melebihi kapasitas daya tampung dengan jumlah warga binaan mencapai 196 orang.
"Idealnya Rutan Putussibau hanya bisa menampung 150 orang penghuni, dengan jumlah warga binaan saat ini sudah over kapasitas," kata Efendi Johan, di Putussibau Kapuas Hulu, Selasa (7/1/2025).
Johan menyampaikan dengan semakin bertambahnya warga binaan saat ini, sudah saatnya Rutan Putussibau memiliki lahan dan bangunan baru untuk memaksimalkan pelayanan dan pembinaan bagi warga binaan.
Namun kondisi Rutan Putussibau sekarang ini memiliki keterbatasan lahan atau lokasi. Di sisi lain, bangunan Rutan Putussibau yang letaknya tidak jauh dari Bandara Pangsuma tidak memungkinkan untuk dibangun bertingkat.
"Memang solusinya mesti ada lokasi dan bangunan baru dan itu sudah kami koordinasikan dengan sejumlah pihak, tinggal menunggu realisasi baik tindak lanjut maupun kebijakan pusat," jelas Johan.
Johan menyebutkan jumlah penghuni Rutan Putussibau sebanyak 196 orang, terdiri dari narapidana laki-laki sebanyak 123 orang, perempuan sebanyak empat orang.
Sedangkan, jumlah tahanan sebanyak 69 orang terdiri dari laki-laki 66 orang dan perempuan tiga orang dan tahanan titipan Polres Kapuas Hulu sebanyak 23 orang.
Ia menjelaskan dari jumlah tersebut didominasi tindak pidana narkoba yaitu sebanyak 88 orang, perlindungan anak sebanyak 30 orang, pencurian 10 orang, pidana umum sebanyak 68 orang, pidana seumur hidup sebanyak tiga orang dan warga negara asing sebanyak dua orang.
"Warga binaan di Rutan Putussibau ini didominasi oleh kasus narkoba," katanya.
Meskipun over kapasitas, pihaknya memastikan kesehatan warga binaan terjamin terutama untuk kebersihan ruangan tempat tidur.
"Kami menyesuaikan kondisi kamar terutama untuk kapasitas di dalam, namun yang jelas kami tetap memperhatikan kesehatan dan keamanan warga binaan," jelasnya.
Johan juga menegaskan memperketat pengawasan untuk mengantisipasi pelanggaran di dalam rutan itu sendiri.
"Kami selalu imbau warga binaan untuk mentaati semua aturan, jika ada yang melakukan pelanggaran kami tidak segan-segan melakukan tindakan sesuai ketentuan dan aturan berlaku," tegas Johan.
Sebelumnya, Rutan Kelas IIB Sanggau juga mengalami kelebihan penghuni. Kapasitas Rutan Sanggau yang seharusnya hanya 240 warga binaan, harus menampung 438 warga binaan.
Kepala Rutan Kelas II B Sanggau, Donni Isa Dermawan pada Selasa (9/7/2024) mengatakan, penghuni di Rutan Sanggau didominasi oleh kasus narkoba atau hampir 80 persen merupakan terpidana dalam kasus tersebut.
Adapun dari 438 penghuni rutan, hampir keseluruhan penghuni berjenis kelamin laki-laki dan tercatat 10 orang saja berjenis kelamin perempuan.
Sementara, Lapas Kelas II B Sintang pada Rabu (4/9/2024), juga melaporkan telah over kapasitas. Bangunan lapas yang hanya cukup untuk menampung 200 orang, dijejali hingga 500 warga binaan.
Empat Langkah
Over kapasitas warga binaan pemasyarakat atau narapidana di lapas dan rutan masih menjadi “pekerjaan rumah” bagi pemerintah. Masalah ini telah menjadi selama bertahun-tahun tak hanya di Kalbar, namun juga di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data akhir 2024, ada 531 lapas dan rutan yang beroperasi di seluruh Indonesia dengan kapasitas hunian sebanyak 140.424 orang. Namun, jumlah penghuni mencapai 265.346 orang, sehingga over kapasitas mencapai sekitar 89 persen.
Yasonna Laoly, saat menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, juga pernah menyatakan over kapasitas pada lapas-lapas mencapai 89 persen.
Terkait masalah ini, pemerintah membuat sejumlah strategi. Di antaranya mengoptimalkan pemberian hak bersyarat, seperti remisi, asimilasi, dan reintegrasi sosial dan menerapkan keadilan restoratif (restorative justice).
Staf Khusus Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan, Abdullah Rasyid, dalam sebuah diskusi bersama dengan Lapas Watch di Jakarta pada Sabtu (4/1/2025) mengatakan, persoalan utama yang dihadapi lapas di Indonesia saat ini adalah masalah kelebihan kapasitas (overcrowded) yang kian mengkhawatirkan.
“Ini memang masalah utama yang dihadapi karena kapasitas lapas yang terus bertambah sementara perluasan dan pembangunan Lapas tidak mungkin dilakukan karena permasalahan anggaran yang belum dapat memadai,” ungkapnya.
Rasyid menegaskan, sejalan dengan Asta Cita Presiden RI, Prabowo Subianto, solusi untuk masalah overcrowded dapat ditemukan melalui beberapa langkah yang lebih manusiawi dan berbasis pada hak asasi.
"Banyak juga tersangkut kasus UU ITE perlu juga diberi pengampunan, tidak hanya diberikan pada narapidana umum," kata Rasyid.
Selain itu, Rasyid juga menyoroti pentingnya melakukan restorative justice untuk tindak pidana ringan, serta memanfaatkan lahan yang dimiliki Lapas dalam program ketahanan pangan nasional.
"Empat hal ini dapat mengatasi overcrowded, dan ke depan saya mengajak Lapas Watch dan stakeholder untuk turut bersama membenahi khususnya pembenahan lapas," ujar Rasyid.
Rasyid berharap Lapas Watch dan berbagai stakeholder dapat bekerja sama dalam memperbaiki kondisi lapas, dengan mengimplementasikan strategi-strategi konkret yang meliputi perbaikan infrastruktur, pemberdayaan narapidana, serta penggunaan teknologi untuk pemantauan.
Lebih lanjut, untuk jangka panjang, Rasyid menyarankan efisiensi dalam proses peradilan untuk mengurangi waktu penahanan, pengembangan program rehabilitasi dan pendidikan, serta pembangunan lapas baru yang lebih strategis.
"Sedangkan strategi operasional dengan mengklasifikasikan narapidana, berdasarkan tingkat risiko, menerapkan shift kerja untuk staf, mengoptimalkan penggunaan ruang, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan mengembangkan program kesadaran hukum," kata alumni Universitas Sumatera Utara (USU) ini.
Dengan langkah-langkah tersebut, Rasyid percaya, masalah overcrowded yang selama ini menjadi tantangan besar bagi Lapas di Indonesia dapat teratasi secara bertahap, membawa perbaikan bagi sistem pemasyarakatan yang lebih manusiawi dan efisien.
"Kerjasama internasional untuk pertukaran best practice juga diperlukan ke depan, dengan melakukan evaluasi dan pemantauan berkala, serta pengembangan kebijakan pemasyarakatan," tandasnya. (ant/rri/rmol)