SANGGAU, SP - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar kembali bersuara terkait proses hukum kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Terutama terhadap kasus yang menyeret dua korporasi di Kabupaten Sanggau, yaitu PT SISU dan PT SAP.
“Tentu kita menyambut baik langkah yang dilakukan pihak kepolisian atas dua kasus (PT SISU dan PT SAP) di Kabupaten Sanggau yang sedang ditangani. Namun penegak hukum harus memastikan bahwa penanganan kasus tersebut diiringi dengan keterbukaan informasi dan prosesnya,” kata Kepala Divisi Kajian, Dokumentasi dan Kampanye Walhi Kalimantan Barat Hendrikus Adam, Minggu (14/9).
Sementara kepada masyarakat perorangan yang diproses hukum, lanjut dia, hendaknya juga dilakukan secara terbuka dengan memberikan akses informasi kepada publik terkait duduk persoalan hukum yang dihadapi. Jangan ada kriminalisasi kepada masyarakat peladang berkearifan lokal, karena praktik pertanian turun temurun jelas dilindungi Undang-undang.
“Kami akan terus memantau sejauh mana pemerintah melalui aparatur penegak hukum sungguh-sungguh memiliki komitmen dalam penegakan hukum kasus Karhutla yang berkeadilan. Jangan hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas,” tegas Adam.
Menurutnya, penanganan kasus perusahaan yang terlibat karhutla oleh pihak penegak hukum selama ini masih terkesan tebang pilih. Budaya penegakan hukum dalam kasus karhutla harus diakui masih mengesankan lebih tajam ke bawah, namun tumpul ke atas.
Adam menyebut, pada penanganan kasus perusahaan yang terlibat Karhutla pada tahun-tahun sebelumnya oleh aparat penegak hukum, justru terkesan menguap tanpa kabar. Bahkan tidak sedikit kasus kebakaran yang turut dipadamkan aparat pada konsesi perusahaan, namun bahkan kerap tanpa kabar hingga pada tindak-lanjut penyelidikan maupun penyidikannya.
Bahkan, sambung dia, penyegelan yang dilakukan KLHK RI tahun 2018 lalu terhadap beberapa perusahaan perkebunan sawit juga tanpa kabar hingga saat ini. Karena itu, kasus yang kini ditangani aparat penegak hukum, baik penyegelan 19 perusahaan oleh KLHK maupun proses hukum perusahaan yang terindikasi sebagai pembakar hutan dan lahan yang ditangani aparat, diharapkan bisa lebih terbuka dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
“Ini penting agar publik juga dapat melakukan pemantauan dan percaya pada upaya penegakan hukum di negeri ini. Selain itu, hukuman tegas tanpa masuk angin terhadap perusahaan yang bermasalah harus diberikan,” pungkasnya.
Direktur Walhi Kalbar Anton P Widjaya juga berharap kasus ini dapat ditangani secara lebih transparan, dan kemudian terkomunikasikan dengan publik yang luas.
“Sejauh ini, (penegakan hukumnya) belum transparan, masih ada kesan melindungi banyak kepentingan di luar penegakan hukum yang pada akhirnya memberi image negatif bagi institusi penegak hukum itu sendiri,” Anton.
Menurut dia, ada ketidakadilan dalam penanganan kasus masyarakat dan kasus yang melibatkan korporasi.
“Ini kekecewaan kita. Karena aparat penegak hukum sangat cepat menangani kasus-kasus masyarakat, tetapi begitu tertatih-tatih ketika menangani kasus yang terkait korporasi,” tegas Anton.
Menurutnya, meski dua perusahaan tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun penetapan tersangka terhadap orang di perusahaan tersebut masih belum dilakukan pihak kepolisian. Ia menilai, hal itu terkait ketidakberdayaan aparat penegak hukum ketika berhadapan dengan korporasi.
“Lambatnya proses ini menimbulkan banyak pertanyaan dan dugaan-dugaan di tengah masyarakat. Harusnya untuk menghindari dugaan-dugaan negatif dan demi nama baik penegak hukum, harusnya proses untuk penyidikan dan penyelidikan kasus-kasus korporasi ini dilakukan dengan cepat, setara dengan kasus-kasus masyarakat dan dilakukan dengan transparan,” tutur Anton. (jul)
Dua Perusahaan Sawit
1Sebelumnya saat konfrensi pers terkait karhutla oleh di Mapolda Kalbar, Selasa (10/9) lalu, Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono mengungkapkan bahwa ada 50 kasus karhutla dengan 58 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dimana dua di antaranya merupakan perusahaan sawit yang memiliki lokasi usaha perkebunan di Kabupaten Sanggau.
Meski demikian, polisi belum menentukan siapa orang yang paling bertanggungjawab dalam perusahaan tersebut. Apakah direkturnya, pemiliknya atau manajernya. Polisi baru bisa menyebutkan nama korporasinya dan belum perorangan karena masih meminta keterangan ahli kooperasi tentang siapa yang paling bertanggungjawab.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Sanggau juga telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap delapan kasus karhutla sejak Januari 2019. Dari jumlah itu, empat kasus sudah putus dan sisanya masih diproses oleh penyidik Polres setempat.
“Sejak Januari lalu, ada delapan SPDP yang kami terima terkait kasus kebakaran hutan dan lahan. Empat sudah putus dan empat lainnya sedang berproses,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Sanggau melalui Kasi Pidana Umum (Pidum) Agus Eko Wahyudi, belum lama ini.
Hanya saja ia enggan menjelaskan secara rinci perkembangan kasus karhutla tersebut, termasuk apakah empat SPDP itu diantaranya terkait PT SISU dan PT SAP yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Kalbar. (jul)