Opini post authorBob 12 Juni 2023

Wonderland Indonesia, Politik, Hukum dan Netizenya

Photo of Wonderland Indonesia, Politik, Hukum dan Netizenya Rizal Ubaydillah, Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tanjungpura.

Pemerintah yang Dungu adalah ganjaran bagi mereka yang menolak Partisipasi Politik” (Aristoteles)

Dikacamata citizen yang juga memiliki nama lain netizen namun dan konteks makna nya berbeda dinegeri republik wakanda ini (wakanda adalah sebuah negeri fiksi karangan Marvel Comic Wilayah yang menjadi asal sosok super Black Panther) dengan menganut sistem demokrasi tidak ada kata benar dan salah kata tersebut adalah hak prerogatif Tuhan semata yang bisa menilai dengan sifat maha Mengetahui yang ada hanyalah kata lucu dan tidak lucu.

Itu sebagai moralitas dasar sekaligus ideologi yang menjadi pijakan seluruh ekspresi para pemangku jabatan negeri tersebut. Kondisi ini sangat paralel dengan sepak terjang para elite penguasa yang merasa nyaman-nyaman saja kendati perilaku mereka sangat menggelitik hati dan bahkan jauh dari harapan masyarakat, Parlemen yang penuh anomali, Eksekutif yang serba ambigu, dan yudikatif serba awut-awutan bahkan media penuh pentas drama sebagai senjata utama penggiringan isu, sebenarnya masyarakat tak perlu cemas dan merisaukannya karena tidak ada yang benar dan salah disana kita hanya perlu senyum untuk tertawa atau menelan air ludah karena hal itu biasa saja.

Skandal demi skandal hilang timbul tanpa ada kejelasan konspirasi demi konspirasi diciptakan untuk mengalihkan perhatian, isu demi isu datang dan pergi seenak hati seakan-akan jika tidak FYP (For Your Page) atau Viral itu sudah selesai masalahnya dan penagganannya tidak hiperbola jika dikatakan untuk cepat ditangani harus Viral diTikTok atau instragram, tidak perlu orasi dijalanan menyampaikan aspirasi, dan tak perlu menggepung kantor DPR agar bisa audiensi, karena mungkin hal ini tidak dipakai lagi diera digital ini atau mungkin kesannya sudak ketinggalan zaman yah entahlah ….

Selanjutnya masalah hukum republik dengan kiblat Sistem hukum Common Law mendasarkan pada putusan pengadilan sebagai sumber hukumnya.

Sedangkan, sistem hukum Civil Law (Eropa Kontinental) yang berlaku di negara-negara Eropa daratan dan negara-negara jajahannya, termasuk Indonesia, berpegang kepada kodifikasi undang-undang menjadi sumber hukum utamanya, waktu lalu banyak rekonstruksi UU dengan Item pasal-pasalnya dengan dalih kesejehteraan bersama.

kerap kali kita dengar para Law Maker selalu berkata “ Kalau tidak bersalah buktikan saja Dipengadilan” seolah-olah ini menunjukkan bahwa pengadilan adalah tempat akhir cuci piring kebenaran hukum, seakan tidak ada lagi nilai transparansi dan akuntabel mereka tidak akan pernah tau bahwa penegakan hukum itu tidak seramah itu pada orang-orang tidak punya kuasa atau uang untuk menyewa pengacara meskipun kita punya slogan Equality Before The Law (Semua Sama dimata hukum) dan akhirnya pasal-pasal tersebut hanya terkena pada orang-orang yang tidak punya uang untuk bisa bermain dipengadila apalagi tendensi penegakan hukum lebih ke arah penguasa Contoh kecilnya adalah UU ITE termasuk salah satu didalamnya ialah kritik terhadap nama baik pemerintah tapi acap  kali kita masih rancu dengan subtansinya mungkin bagi kita adalah kritik tapi bagi mereka itu adalah mungkin hinaan semua memang tergantung bagaimana cara menanggapi dan memilah konteks kritik tadi, karena sejatinya penguasa adalah public figure yang kebijakan dan sikapnya adalah urusan public bukan privat from public to public

selanjutnya mari kita sorot kasus hangat saat ini kasus seorang kadiv. Yang sangat lihai merekayasa kasus kematian rekan dilingkaran terdekatnya kemudian beramai-ramai menutupi kasus ini sampai lebih dari 30 lebih membohongi kita dibalik berbagai isu dan drama itu karena cctv kesambar petir, cctv mati dll hingga saat ini masih belum tuntas kasusnya, kita boleh saja heboh ‘oh ini drama of the year’ benang merah yang dapat kita petik kasus ini adalah kalausaja orang atasan dengan tagline Presisi diberlakukan seperti itu lalu bagaimana dengan orang-orang kecil yang tak dipandang ini, terlalu banyak rekam jejak seperti itu dan kasus itu hanya pucak es yang tampak saja masih banyak lagi kita temukan hal-hal itu dikacamata kita, ini adalah salah satu kesempatan yang seharusnya digali sampai grown up nya, sebab ini adalah kesempatan untuk kita melihat momen melihat ulang lagi karena seseringkali kita heboh kasus besar lalu kemudian lupa, kita tidak pernah menjadikan kasus itu untuk kemudian mengubah sistemnya setelah itu ada kasus lagi lalu udah hilang,, jadi ini sebagai momentum dimana semua orang melihat kasus ini bukannya sebagai efek jera bagi pelakunya tapi juga sebagai momentum bahwa tidak akan ada lagi kasus-kasus seperti ini.

Saya kira ini drama yang bukan hanya tentang personal tapi drama republik wakanda ini, karena kacamata beberapa elemen melihat bahwa isu dan penegakan hukum bukan prioritas pak jokowi prioritasnya dari beberapa yang kita saksikan infrastruktur dan pembangunan fisik contohnya Pemindahan ibukota negara, hukum dan sistemnya mungkin rasanya hambar bagi pemerintahan saat ini terlebih lagi mendekati kalender pemilu 2024 yang akan  banyak lagi plot twist yang ber episode layakanya drama korea setiap calon dan partai akan sibuk merancang suasana merakyat, membangun, dan mensejahterahkan baik diam maupun secara terang-terangan semua itu adalah kiat politik jelas kita nyatakan karena politik itu bukan hanya tentang kertas voting tahunan tapi juga tentang strategi mempengaruhi suara rakyat.

Percaya atau tidak panggung Politik tahun ini akan lebih seru dan lucu karena beberapa pasangan akan berkolaborasi untuk berlomba-lomba mendpatkan perhatian dengan berbagai latar belakang dan track record yang macam-macam, ada calon yang dengan suara vokal yang populer mungkin dengan suara nya syahdu juga mempengaruhi suara rakyat, ada juga dengan slogan kepakkan syap kebhinekaan mungkin menghipnotis sayap keadilan, ada juga calon dengan nilai keagamaan mungkin dengan membawa agama akan semakin mempengaruhi ummat yang kuat.

Sejatinya politik itu bukan tentang dresscode tapi dresscording, menjadi bagian dari politik adalah salahsatu partisipasi berbentuk kontribusi, karena bagaimanapun pola politik itu adalah bentuk sasarannya pada suatu tingkatan tertinggi ke arah yang lebih rendah, sudut pandang masyarakat kita ialah menerima dengan iklhas bahan tertawaan system tertinggi, Plato pernah berkata “ Pemerintah yang Dungu adalah ganjaran bagi mereka yang menolak Partisipasi Politik” menggunakan hak suara, dan ketajaman argumen serta pola analisis adalah suatu bentuk bagian, karena menjadi bagian tidak harus ikut serta dalam bola garis tingkatan. Pro Indonesia. (*)

 

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda