Ponticity post authorelgiants 17 September 2025

DPR RI Minta Indomaret & Alfamart Dibatasi, Kementerian UMKM Dituding Biarkan Pedagang Kecil & UMKM Mati Pelan-pelan

Photo of DPR RI Minta Indomaret & Alfamart Dibatasi, Kementerian UMKM Dituding Biarkan Pedagang Kecil & UMKM Mati Pelan-pelan

PONTIANAK, SP – Keberadaan minimarket raksasa, seperti Indomaret dan Alfamart, terus menjadi tantangan berat bagi para pemilik toko kelontong di seluruh pelosok Indonesia, termasuk di Kalbar.

Di tengah persaingan yang kian ketat, banyak warung tradisional yang merupakan bagian dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terpaksa gulung tikar, sementara yang lain berupaya bertahan dengan berbagai strategi adaptasi.

Laju ekspansi gerai ritel modern yang masif, bahkan hingga ke tingkat desa, telah mengubah lanskap perekonomian lokal secara signifikan. Faktor harga yang lebih kompetitif, tampilan toko yang modern, kenyamanan berbelanja, serta program promosi yang menarik membuat konsumen, terutama generasi muda, beralih ke minimarket.

Namun kondisi ini sebenarnya tidak baik bagi pertumbuhan perekonomian masyarakat, Anggota Komisi VII DPR RI, Yoyok Riyo Sudibyo bahkan menyebut Indomaret dan Alfamart merupakan raksasa pembunuh UMKM.

Hal ini ia sampaikan langsung kepada Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman saat rapat kerja, belum lama ini. “Yang jelas Pak Menteri, Indomaret dan Alfamart merupakan raksasa pembunuh UMKM,” katanya.

Yoyok juga menjelaskan kepada Maman bahwa posisi Maman sebagai Menteri UMKM memiliki kekuasaan untuk melindungi pelaku UMKM. Karenanya, kata Yoyok, seharusnya Maman melakukan tindakan untuk melindungi pelaku UMKM.

“Mumpung Pak Menteri punya kuasa sebagai Menteri UMKM dan di bawah Pak Menteri itu salah satunya pedagang kelontong dan pedagang kecil yang ada di kampung dan desa, pertanyaanya mereka itu habis, mereka tutup itu karena apa, saya sampaikan Pak Menteri, karena Indomaret dan Alfamart, Pak Menteri,” jelasnya.

Yoyok menyarankan agar Maman Abdurrahman membuat surat keputusan untuk membatasi jumlah toko ritel seperti Indomaret dan Alfamart di tingkat desa. Saat ini kata Yoyok, jumlah toko ritel Indomaret dan Alfamart di Indonesia jumlahnya telah mencapai 22.456 dan dimiliki oleh satu orang.

“Mumpung bapak berkuasa, saran saya bapak harus berani lakukan pembatasan terhadap Indomaret dan Alfamart, saya yakin manfaatnya akan sangat luar biasa,” tegasnya.

Menyikapi hal tersebut, Menteri UMKM, Maman Abdurrahman mengatakan siap untuk mengkaji usulan terkait pembatasan keberadaan toko gerai ritel Indomaret dan Alfamart.

“Pada dasarnya Insaallah jangan ragukan keberpihakan dan rasa cinta kita kepada bangsa dan negara, salahsatunya bentuk keberpihakan kita kepada UMKM. Usulan dan saran dari Mas Yoyok akan segera kami kaji dan tindak lanjuti,” yakin Maman.

Ditolak di Kayong Utara

Di Kalbar, keberadaan toko ritel Indomaret dan Almart hampir tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan kota. Hanya di Kabupaten Kayong Utara yang tidak memiliki toko ritel Indomaret dan Alfamart.

Permintaan izin untuk menghadirkan gerai Indomaret dan Alfamart sebenarnya sudah lama masuk ke Pemkab Kayong Utara, tepatnya ketika Bupati Kayong Utara, Hildi Ahamid saat menjabat.

Namun izin itu ditolak, alasannya sangat logis. Bupati tidak ingin usaha kecil di kabupaten tersebut mati akibat ekspansi bisnis gerai-gerai tersebut.

“Izin sudah pernah masuk waktu zaman Pak Hildi Hamid. Tapi ditolak karena khawatir mematikan usaha kecil masyarakat,” kata salah satu warga Kayong Utara yang minta namanya tidak disebutkan.

Selain itu, kata warga yang sangat paham kondisi pemerintahan Kaoyong Utara ini, kondisi Kayong Utara juga berbeda dengan wilayah lain di Kalbar. Sebagai kabupaten termuda di Kalbar, jumlah masyarakat di sana juga tidak banyak dan jarak antar kabupaten juga sangat jauh.

“Sehingga jika izin menghadirkan gerai Indomaret dan Alfamart dibuka, dikhawatirkan akan menguasai titik wilayah tertentu, sehingga akan mematikan geliat UMKM di sana,” jelasnya.

UMKM Sulit Bersaing

Salah satu pedagang di Kota Pontianak, Agus mengatakan pedagang kecil sulit bersaing dengan ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart yang memiliki modal besar.

“Modal kami terbatas, barang juga tidak bisa selengkap di sana. Mereka bisa kasih promo beli satu gratis satu, sementara kami tidak mampu. Itu yang bikin pelanggan pelan-pelan pindah,” katanya, Rabu (17/9).

Meski demikian, Agus masih berusaha bertahan dengan mengandalkan kedekatan sosial dengan warga sekitar.

“Kalau di warung, orang bisa beli rokok sebatang, sabun setengah, atau ngutang dulu kalau lagi belum ada uang. Itu keunggulan kami dibanding Indomaret dan Almart,” tambahnya.

Pedagang pun berharap pemerintah daerah tidak tinggal diam. Mereka meminta adanya regulasi yang lebih ketat untuk menata penyebaran gerai Indomaret dan Alfamart agar tidak semakin mematikan usaha kecil.

“Kalau dibiarkan, lama-lama warung kecil bisa habis. Pemerintah harus lindungi pedagang kecil supaya kami tetap bisa hidup. Kalau semua ke Indomaret dan Alfamart, bagaimana nasib warung kami,” kata Agus.

Junaidi, pedagang lainnya menilai kehadiran Indomaret dan Alfamart bukan hanya soal persaingan dagang, tetapi juga membawa perubahan pada pola interaksi sosial masyarakat.

“Kalau belanja di warung, biasanya orang sambil ngobrol. Kadang bahas harga, kadang bahas kabar tetangga atau sekadar cerita sehari-hari. Suasananya akrab dan kekeluargaan. Itu yang bikin warung bukan cuma tempat belanja, tapi juga tempat bersilaturahmi,” ujarnya.

Menurut Junaidi, hal semacam itu sulit ditemukan di ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart.

“Di sana, orang hanya masuk, cari barang, bayar di kasir, lalu pulang. Hubungan sosialnya hilang. Jadi bukan cuma soal pedagang kecil yang tertekan, tapi juga kebiasaan warga yang perlahan berubah,” tambahnya.

Junaidi juga menegaskan, meski warung tidak bisa bersaing dari segi promo maupun kelengkapan barang, warung tetap punya nilai tersendiri.

“Kami masih melayani pembeli yang butuh cepat, beli eceran, atau sekadar ingin ngobrol. Itu yang tidak dimiliki minimarket modern,” katanya.

Dilema Perekonomian

Pengamat Ekonomi dari Istitut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, M. Wawan Gunawan mengungkapkan hadirnya toko ritel di setiap daerah menjadi dilema seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, kehadiran mereka mengindikasikan pertumbuhan dan perputaran ekonomi yang cukup bagus sehingga menarik minat investor untuk berinvestasi.

Namun, di sisi lain, keberadaan ritel modern juga menjadi ancaman bagi pedagang kecil dan kelontong di daerah.

Wawan menyebut perbedaan skala bisnis ini secara langsung pasti menggerus pendapatan pedagang kelontong. Masyarakat lebih memilih berbelanja ke toko modern karena gaya hidup dan kenyamanan yang ditawarkan, sehingga terjadi disparitas pendapatan akibat perbedaan suasana berbelanja dan pelayanan.

“Ritel modern juga menawarkan harga barang yang lebih murah dengan tambahan promo serta diskon pada setiap item belanjaan. Hal ini jelas tidak bisa diikuti oleh toko kelontong tradisional,” ungkap Wawan, Rabu (17/9).

Karenanya, Wawan menilai pembatasan jumlah gerai ritel di daerah, terlebih yang kini sudah merambah hingga ke desa, memang perlu dipertimbangkan kembali.

Alasannya, pedagang besar dan kecil memiliki skala pendanaan berbeda, sehingga pedagang kecil berpotensi terus mengalami penurunan omzet hingga terancam keberlangsungan usahanya.

“Pembatasan ini perlu menjadi perhatian serius untuk menjaga stabilitas ekonomi daerah dan menjaga keberlangsungan UMKM. Di sisi lain, pedagang kelontong juga harus mendapat edukasi, inovasi pemasaran, akses pembiayaan, hingga peluang kerja sama pemodalan agar bisa tumbuh bersama menggapai kesejahteraan,” jelasnya.

Menurut Wawan, keberlangsungan toko kelontong tradisional juga membutuhkan kekompakan warga. Ia menyinggung gerakan “belanja di tetangga” yang pernah ramai di Indonesia sebagai langkah nyata untuk menjaga daya beli dan pendapatan kelas menengah.

“Kalau kelontong mati, maka daya tahan ekonomi masyarakat kecil juga ikut melemah. Karena itu, selain kebijakan pembatasan, kesadaran konsumen untuk menjaga keberlangsungan pedagang lokal juga sangat penting,” pungkasnya. (din/bro)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda