PONTIANAK, SP - Presiden Prabowo Subianto tengah menyiapkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk membentuk Tim Reformasi Kepolisian, sebuah langkah yang diumumkan menyusul tuntutan publik yang meluas untuk perbaikan kinerja Polri. Rencana ini muncul setelah Presiden Prabowo mengadakan pertemuan dengan berbagai tokoh.
Pembentukan tim ini merupakan respons positif dari Presiden terhadap desakan masyarakat yang kembali menguat, terutama setelah insiden penanganan unjuk rasa pada Agustus 2025 yang dianggap berlebihan. Tujuan utama tim ini adalah untuk melakukan evaluasi dan perbaikan menyeluruh terhadap institusi kepolisian.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril (Menko Kumham Imipas) Ihza Mahendra memperkirakan Komisi Reformasi Polri kemungkinan akan dibentuk pada bulan depan, yakni Oktober 2025.
Hal tersebut dikatakan seiring dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto kepada dirinya.
"Itu mungkin dalam 2-3 minggu ke depan akan dibentuk timnya," ujar Yusril, Rabu (18/9).
Untuk itu, kata dia, Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat dan Reformasi Kepolisian Ahmad Dofiri yang baru saja dilantik, akan ikut menangani reformasi Kepolisian bersama komisi tersebut.
Namun Yusril mengaku belum mengetahui siapa yang akan memimpin komisi itu beserta anggotanya lantaran timnya masih disusun hingga saat ini.
"Biasanya nanti akan dibuat keputusan presiden terkait siapa yang akan memimpin komisi itu," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Keluarga Besar Putra Putri Polri (KBPP Polri) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Indra mengatakan KBPP Polri Kalbar belum dapat memberikan sikap terkait rencana presiden untuk mereformasi Polri.
Hal tersebut ia sampaikan menjawab pertanyaan Suara Pemred terkait sikap KBPP Polri Kalbar mengenai rencana reformasi di tubuh Polri.
“Sementara saya sampaikan, kami belum bisa memberikan pendapat karena masih perlu arahan dan kajian yang dimaksud dengan reformasi (kepolisian) tersebut,” jelasnya, Kamis (18/9) malam.
Sementara itu, Dosen Universitas OSO (UNOSO), Dodi menilai pembentukan Tim Reformasi Polri yang dalam waktu dekat akan dilantik menjadi momentum penting dalam upaya memperbaiki kualitas institusi kepolisian di Indonesia. Menurutnya, reformasi tidak boleh dipandang sekadar sebagai perubahan struktur organisasi atau revisi aturan, tetapi harus menyentuh aspek yang lebih mendasar: penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
“Reformasi Polri bukan hanya soal struktur dan regulasi. Lebih penting lagi adalah bagaimana membangun SDM yang berintegritas, adaptif, dan profesional. Di titik inilah perguruan tinggi dapat berperan aktif, baik melalui riset, kajian akademik, maupun program pendidikan berbasis evidence-based policy,” ujar Dodi, Kamis (18/9).
Ia menjelaskan, perguruan tinggi, terutama yang memiliki keahlian di bidang hukum, manajemen publik, serta teknologi informasi, bisa menjadi mitra strategis bagi Polri. Kolaborasi ini, lanjut Dodi, sangat penting untuk mendukung kepolisian dalam mengadopsi praktik-praktik terbaik yang sudah diimplementasikan secara internasional.
“Contohnya, riset tentang tata kelola kepolisian yang transparan, sistem akuntabilitas publik, hingga pemanfaatan big data untuk mendeteksi dan mencegah kejahatan. Semua itu bisa diintegrasikan ke dalam reformasi kelembagaan Polri dengan dukungan akademisi,” terangnya.
Lebih jauh, Dodi menekankan bahwa keterlibatan akademisi dalam Tim Reformasi Polri juga berfungsi sebagai penyeimbang agar proses perubahan tidak hanya terjebak dalam wacana politik. Menurutnya, reformasi yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan kepentingan publik akan lebih berkelanjutan dan diterima oleh masyarakat luas.
“Kita harus pastikan bahwa reformasi bukanlah proyek sesaat atau sekadar jargon politik. Dengan melibatkan perguruan tinggi, reformasi Polri akan punya fondasi ilmiah yang kuat, berbasis riset, dan berorientasi pada pelayanan publik,” tegas Dodi.
Selain itu, keterhubungan antara Polri dan dunia akademik juga akan membawa dampak positif dalam membangun kepercayaan masyarakat. Sinergi ini menunjukkan adanya keseriusan institusi kepolisian untuk membuka diri, berkolaborasi, dan memperkuat integritas, akuntabilitas, serta profesionalisme.
“Kepercayaan publik adalah modal utama Polri. Jika masyarakat melihat adanya kemitraan dengan perguruan tinggi, mereka akan lebih yakin bahwa reformasi dijalankan dengan serius, bukan sekadar formalitas,” tambahnya.
Dodi optimistis, dengan keterlibatan perguruan tinggi dalam reformasi Polri, Indonesia dapat menciptakan model tata kelola kepolisian yang lebih modern, adaptif, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
“Kalau sinergi ini konsisten dijalankan, reformasi Polri bisa menjadi contoh konkret bagaimana dunia pendidikan tinggi dan institusi negara dapat bersatu untuk membangun tata kelola yang lebih baik. Dan yang paling penting, hasilnya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat dalam bentuk layanan kepolisian yang lebih humanis, transparan, dan profesional,” pungkas Dodi.
Kompolnas Beri Peringatan
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengingatkan tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam mereformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yakni instrumen digital, hak asasi manusia (HAM), hingga pengawasan.
Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam mengatakan reformasi Polri sejatinya tidak dimulai dari nol. Menurut dia, ketiga instrumen tersebut penting untuk memaksimalkan upaya perbaikan yang telah berjalan di tubuh Polri.
“Ini bisa jadi modalitas, mana yang diperkuat, mana yang diperbaiki, mana yang harus diganti. Itu yang mungkin bisa jadi semacam roadmap (peta jalan) penguatan kepolisian untuk memastikan polisi profesional dan humanis yang tetap memegang prinsip HAM,” katanya.
Pertama, terkait digital, Anam mengatakan perlu dilakukan pengecekan ulang instrumen kepolisian yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini, dia menyoroti semakin luasnya ruang digital.
Menurut dia, di tengah perkembangan ruang digital saat ini, instrumen kepolisian harus tetap mengedepankan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul sebagaimana yang dimandatkan konstitusi.
“Kita bisa lihat bagaimana instrumen-instrumen yang ada itu sesuai enggak dengan perkembangan zaman sehingga bisa memastikan perlindungan masyarakat, jaminan hak masyarakat, itu bisa maksimal,” ucapnya.
Kedua, berdasarkan catatan organisasi masyarakat sipil, Anam mengakui masih ada tindakan represif dari aparat ketika menghadapi masyarakat. Oleh sebab itu, dia berpandangan, instrumen HAM di tubuh Polri perlu ditingkatkan.
“Tindakan represif itu apakah bagian dari kebudayaan atau tidak? Kalau itu masih dipandang sebagai budaya, ya, kita harus bereskan,” kata dia.
Ia menyebut salah satu sektor penting untuk membentuk kepolisian yang humanis adalah pendidikan. Menurut dia, nilai-nilai HAM perlu diajarkan secara lebih masif dalam kurikulum pendidikan kepolisian.
“Kalau masih ada budaya kekerasan atau penggunaan kewenangan berlebihan dan sebagainya, harus diperkuat di level mengubah kultur. Mengubah kulturnya salah satu yang paling mendasar adalah di level pendidikan,” Anam menekankan.
Ketiga, instrumen pengawasan dinilai tidak kalah penting untuk diperhatikan dalam upaya mereformasi Polri. Hal itu mencakup pengawasan internal kepolisian melalui Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dan pengawasan eksternal melalui Kompolnas.
“Bagaimana Propam efektif atau tidak, termasuk Kompolnas sebagai pengawas eksternal. Saya kira memperkuat Kompolnas agar efektif melakukan pengawasan agar efektif mencegah pelanggaran dan efektif untuk memberikan temuan-temuan yang bisa mengubah kebijakan juga penting untuk bisa dipikirkan,” ucapnya.
Perlu Libatkan Akademisi-Masyarakat Sipil
Pakar kebijakan dan tata kelola pemerintahan kolaboratif Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Muchamad Zaenuri menyebut reformasi kepolisian perlu melibatkan akademisi dan masyarakat sipil agar hasilnya lebih komprehensif.
"Tentu saja peran 'stakeholder' dari akademisi maupun masyarakat sipil harus saling menguatkan. Sebanyak apa pun reformasi dilakukan, jika rakyatnya tidak sadar, hasilnya akan sama saja," ujar Zaenuri.
Menurut Zaenuri, kesalahan berulang dalam penanganan unjuk rasa menunjukkan perlunya pembenahan serius di tubuh institusi itu.
"Insiden yang terjadi kemarin bisa menjadi pemicu, terutama dengan tragedi meninggalnya Afan sebagai puncaknya. Padahal kondisi sebenarnya sudah menunjukkan kerawanan dan risiko tinggi sebelumnya," ucapnya.
Zaenuri menegaskan reformasi Polri harus dilakukan secara menyeluruh, mencakup regulasi, tata kelola, hingga perubahan paradigma.
"Pertama, pemerintah perlu membenahi regulasi sebagai dasar hukum. Kedua, memperbaiki struktur dan manajemen sumber daya manusia demi menciptakan tata kelola yang baik. Ketiga, mengubah mindset penegakan hukum menjadi 'polisi pelindung masyarakat'," kata dia.
Ia juga menekankan pentingnya pendekatan persuasif dalam menangani aksi massa.
"Polisi seharusnya lebih canggih dalam menangani pergerakan massa. Teknik persuasif harus diutamakan. Aparat perlu tampil lebih dingin dan sabar menghadapi demonstran," katanya.
UMY, kata dia, siap berkontribusi melalui kajian akademis, forum diskusi, maupun kolaborasi nyata dengan berbagai pihak.
"Bahkan lebih konkret lagi, bisa melalui penyadaran masyarakat hingga memberi masukan regulasi terkait cara penegakan hukum yang efektif," ujar dia.
Bukan untuk Ganti Kapolri
Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro mengatakan upaya reformasi untuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dilakukan bukan untuk mengganti Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Dia pun meminta publik untuk menunggu langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto yang bakal membentuk Komisi Reformasi Polri, termasuk hal teknis yang akan dilakukan.
"Nggak dong, nggak ada (ganti Kapolri)," kata Juri.
Menurut dia, reformasi terhadap Polri adalah kebijakan dari Presiden Prabowo dan bukan merupakan usulan. Untuk itu, dia juga meminta publik untuk menunggu tim yang akan mengisi Komisi Reformasi Polri tersebut.
"Kalau Presiden sudah menyampaikan kebijakan, nanti secara teknis seperti apa ya kita tunggu," katanya.