Ponticity post authorKiwi 18 Januari 2023

Takut Tersaingi, Rekomendasi Dokter Spesialis Dipersulit

Photo of Takut Tersaingi, Rekomendasi Dokter Spesialis Dipersulit

PONTIANAK, SP – Pemprov Kalbar terus berupaya membenahi pelayanan dasar masyarakat terutama sektor kesehatan. Salah satunya dengan membangun Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedarso yang menjadi lebih representatif hingga ditetapkan sebagai rujukan nasional.

Namun di tengah upaya maksimal tersebut ternyata masih terhambat dengan minimnya jumlah dokter spesialis dan subspesialis. Parahnya, kondisi tersebut justru disebabkan oleh organisasi perhimpunan dokter spesialis yang sulit mengeluarkan izin atau rekomendasi bagi dokter spesialis dan subspesialis untuk berpraktek di Kalbar.

Kondisi ini membuat geram Sekda Kalbar, Harisson. Dirinya menyayangkan organisasi perhimpunan dokter spesialis yang terkesan sulit mengeluarkan izin bagi dokter spesialis dan subspesialis untuk berpraktek di Kalbar. Padahal disisi lain, keberadaan dokter spesialis dan subspesialis sangat dibutuhkan.

"Dokter spesialis urologi di Kalbar ini yang paling sedikit hanya satu orang. Terakhir memang ada tambahan dua dokter urolog di RS Anton Soedjarwo," ungkap Harisson, kemarin.

Hal tersebut menurut Harisson terungkap saat dirinya melakukan pembicaraan dengan tim sub urologi FKUI/RSCM. Berdasarkan analisis, kekurangan dokter spesialis urologi atau spesialis akibat terhambat mendapatkan izin atau rekomendasi dari organisasi perhimpunan dokter spesialis di Kalbar.

Misalnya, ungkap Harisson, untuk spesialis bedah harus ada rekomendasi dari IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia) wilayah Kalbar, atau PAPDI (Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia) wilayah Kalbar. Para dokter harus mendapatkan rekomendasi atau izin dari organisasi perhimpunan dokter spesialis.

"Mereka (organisasi perhimpunan dokter spesialis) selalu memberikan alasan bahwa dokter spesialis atau subspesialis sudah cukup. Sehingga menolak merekomendasikan dokter-dokter baru yang akan masuk Kalbar," kata Harisson.

Sementara di sisi lain, menurut Harisson, penduduk Kalbar kian bertambah. Lalu jumlah rumah sakit dan pelayanan kelas juga terus meningkat. Sehingga keberadaan dokter spesialis dan subspesialis juga sangat dibutuhkan untuk menunjang pelayanan ke masyarakat. Terlebih saat ini RSUD dr Soedarso telah menjadi rumah sakit dengan tipe A sebagai rujukan nasional.

"Kalau dokter spesialis atau sub spesialisnya kurang, jangan kan menjadi rujukan nasional, melayani masyarakat Kalbar pun akan kesusahan," jelas Harisson.

Harisson menuturkan, sulitnya rekomendasi tersebut merupakan salah satu penyebab kurangannya dokter spesialis atau subspesialis di Kalbar. Di samping itu, masih banyak penyebab lain, diantaranya produksi dokter spesialis dan subspesialis yang rendah secara nasional dibandingkan kebutuhan.

"Rekomendasi itu terkesan dipersulit, karena diduga oknum-oknum pengurus khawatir nanti ada saingan kalau ada tambahan dokter spesialis atau sub spesialis yang masuk ke Kalbar," sambungnya.

Dirinya meminta organisasi perhimpunan dokter spesialis bisa lebih legowo dengan membuka pintu seluas-luasnya ke dokter spesialis dan sub spesialis untuk masuk ke Kalbar.

Organisasi tersebut, menurut Harisson harus membuka peluang dan memberikan rekomendasi seluas-luasnya ke dokter spesialis maupun sub spesialis yang ingin masuk ke Kalbar.


"Dokter harus berpikir untuk lebih mementingkan pelayanan ke masyarakat, jangan terkesan lebih mementingkan kepentingan pribadi," kesalnya.

Sengaja Dipersulit

Perlakuan organisasi perhimpunan dokter spesialis yang mempersulit mengeluarkan rekomendasi untuk praktek dokter spesialis juga diketahui oleh Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Heri Mustamin.

Kondisi tersebut sangat disayangkannya mengingat saat ini RSUD dr Soedarso telah menjadi rumah sakit rujukan nasional yang artinya pasien yang dilayani tidak hanya di lingkup Kalbar tapi juga dari luar Kalbar.

“Dengan status RSUD Soedarso saat ini tentunya perlu banyak dokter spesialis, tapi yang ada malah sekarang dokter spesialis yang mau masuk ke Kalbar dipersulit untuk mendapatkan rekomendasi praktek dari organisasi dokter spesialis di Kalbar,” katanya, Rabu (18/1).

Heri mengungkapkan contoh kasus yang ia ketahui. Katanya ada dokter spesialis tulang dari luar Kalbar yang mengeluh kepadanya kesulitan untuk mendapat izin dari organisasi perhimpunan dokter spesialis agar bisa membuka praktek di Kalbar.
“Kejadiannya sekitar dua bulan lalu. Dokter spesialis tulang mengeluh ke saya, dia dipersulit mendapat rekomendasi dari organisasi dokter spesialis di Kalbar, akhirnya (dia) tidak jadi ke Kalbar,” kata dia.

Rumitnya pemberian izin dari organisasi dokter spesialis dinilai Heri memang disengaja. Heri bahkan mengklaim ada orang-orang di organisasi dokter spesialis yang tidak mau lahan bisnisnya di Kalbar terganggu dengan semakin banyaknya dokter spesialis.

“Ini ujung-ujungnya tentang bisnis, sengaja dibikin spesialis sedikit di Kalbar. Karena kalau banyak mereka khawatir pasien yang berobat ke mereka semakin sedikit. Ini sangat saya sesalkan,” tegasnya.

Peran pemerintah, dalam hal ini Gubernur Kalbar, Sutarmidji, dilanjutkan Heri sangat penting untuk mengatasi kondisi ini. Perlu ada regulasi yang dibuat dari pemerintah daerah dan berkoordinasi organisasi kedokteran di pusat supaya tidak ada lagi yang menghambat dokter spesialis masuk ke Kalbar.
“Kepada pemeritah kita berharap yang seperti ini harus diperhatikan. Percuma punya gedung rumah sakit yang megah tapi tenaga dokter spesialisnya tidak ada. Kalu memang perlu, hapus saja organisasi dokter spesialis kalo ternyata hanya menghambat,” pintanya.

PABI Klaim Distribusi Dokter Spesialis Cukup

Ketua Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia (PABI) Cabang Kalbar, Eko Rustianto mengungkapkan pihaknya bertugas melaksanakan pemerataan distribusi ahli bedah di seluruh wilayah Provinsi Kalbar.

Di PABI Cabang Kalbar menurutnya sudah memiliki pemetaan mengenai kebutuhan ahli bedah di masing-masing daerah. Bahkan karena melihat demografi wilayah Kalbar yang cukup luas, pihaknya telah membagi empat koordinator wilayah.

"Sehingga dari masing-masing distribusi tersebut maping-nya jelas, bahkan dengan hal tersebut Kemenkes pun untuk mendistribusikan dari program pendistribusian tenaga spesialis, kami punya maping yang jelas," kata Eko, Rabu (18/1).

Ia mengatakan dari distribusi ahli bedah di RSUD Soedarso bisa dikatakan cukup. Namun memang tetap harus dipikirkan untuk regenerasi. Apalagi di RS milik Pemprov Kalbar itu kondisi saat ini lebih banyak dokter yang senior.

"Jadi regenerasi harus dipikirkan kembali, dan saya rasa pun bukan hanya di Soedarso, di tempat-tempat lain pun memang sangat perlu dilakukan regenerasi untuk program-program tadi," jelasnya.

Dikatakannya terkait jumlahnya di RSUD Soedarso sendiri untuk sub bedah onkologi ada dua dokter, ditambah satu yang akan mengambil pendidikan sub bedah onkologi. Lalu untuk bedah digestif juga sudah ada dibantu dengan dokter dari Kota Singkawang. Sedangkan untuk dokter bedah umum ada sekitar empat orang.

"Saya rasa distribusinya lumayan (baik), cuma ini yang kadang-kadang menjadi suatu ini, ada beberapa yang ngomong, memang cukup tuh, flow-nya kok, antrean masih banyak begini, begitu," ungkapnya.


Dirinya menjelaskan pihaknya juga telah menjajaki dibeberapa tempat lain. Bahkan pada waktu bagian kanker untuk kandungan mereka juga mengatakan di sana walaupun sudah ada enam atau tujuh sub. Dengan antreannya juga mencapai sekitar empat sampai enam bulan.

"Dinamikanya memang tidak bisa dipukul rata, memang setiap bagian, setiap daerah memiliki dinamika dan karakteristik yang berbeda," jelasnya.

Ia mengungkapkan agar antrean tidak lama, telah dilakukan beberapa upaya. Pertama menambah kapasitas. Khusus di bidang kanker dijelaskan Eko, dalam satu kali operasi memang perlu waktu yang cukup lama atau butuh waktu sekitar empat hingga enam jam untuk tindakan operasi. Sedangkan dalam satu hari maksimal hanya bisa dilaksanakan dua sampai tiga kali operasi.

"Sementara dari kapabilitas antrean, maksudnya dari kapabilitas flow karena kita juga sebagai rumah sakit rujukan dengan angka epidimiologi yang mengatakan tahun 2030 kanker akan meningkat dua sampai tiga kali lipat, jadi flow-nya kebayangkan," jelasnya.

Namun demikian paradigma masyarakat menurutnya juga penting untuk diubah. Tidak hanya fokus pada antrean, karena sudah jelas RSUD Soedarso sebagai rumah sakit rujukan. Kasus dari seluruh daerah pasti larinya akan ke RSUD Soedarso.

"Biasanya (pasien) yang datang ini stadium-stadium yang sudah lanjut. Di sinilah perlunya memberikan edukasi ke masyarakat bagaimana pasien-pasien itu tetap aware terhadap dirinya sendiri, sehingga tidak datang dalam kondisi yang lanjut," katanya.

Dikatakan Eko, tindakan prefentif dan promotih harus digalakkan lagi. Dengan demikian, pasien yang datang tidak dalam kondisi yang sudah sangat parah. Padahal dimedis untuk mempersiapkan operasi saja memelukan antrean ICU.

Lalu hal lain, dengan kondisi kanker yang lanjut, biasanya masyarakat maunya segera dilakukan tindakan. Padahal di dalam dasar teoritis, di mana pun kanker itu tidak ada yang bersifat segera dilakukan tindakan, karena itu sudah berjalan cukup lama. Kanker tidak bisa dikategorikan sebagai tindakan sipel. Karena kanker yang dibicarakan bukan healingnya tapi five years survival.


"Paradigmanya berbeda, misalnya kita life suportnya, kalau life suport kan berbeda ya, kita ini berbicara tentang five years survival, lima tahun survival kehidupan dia, 10 tahun kehidupannya," pungkasnya.

Pasien Antre 3-4 Bulan

Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, Harry Agung menyampaikan RSUD dr Soedarso Pontianak akan terus berupaya meningkatkan mutu layanan ke masyarakat. Menurutnya, pihaknya dibantu Dewan Pengawas RSUD Soedarso terus berupaya mengurai masalah yang langsung dirasakan masyarakat.

“Beberapa masalah yang terindentifikasi yang dirasakan masyarakat adalah rentang waktu tunggu. Dimana lamanya waktu tunggu operasi pada beberapa kasus tertentu,” ungkap Harry Agung.

“Untuk pelayanan kasus-kasus Urologi (bedah saluran kemih) pasien masih harus mengantre 3-4 bulan,” sambungnya.

Begitu juga lanjut Harry, untuk pasien-pasien ginekolog-onkologi (kasus kanker yang menyerang wanita seperti kanker ovarium, kanker leher rahim dan lainnya).

“Ini yang sedang kami upayakan satu persatu untuk mencari solusi sehingga ada perbaikan dalam upaya meningkatkan mutu layanan rumah sakit yang langsung dirasakan masyarakat,” ungkapnya.


Dikatakan Hary salah satu masalah utama dalam permasalahan lamanya waktu tunggu memang terkait ketersediaan tenaga kesehatan, khususnya tenaga spesialis, termasuk pada bidang tertentu. Akan tetapi ada juga kaitannya dengan ketersediaan tenaga perawat yang masih kurang. Sehingga dalam upaya meningkatkan layanan keperawatan, khususnya untuk menambah jumlah tempat tidur.

“Karena dengan menambah jumlah tempat tidur, kita harus imbangi dengan rasio tenaga perawat yang rasional atau mencukupi untuk melayani pasien tersebut,” jelasnya.

Dirinya mengungkapkan RSUD dr Soedarso juga akan terus berupaya mencari dan menambah jumlah tenaga dokter spesialis dan sub spealis khusunya urolog dan onkologi, dan juga tenaga spesialis lainnya.

Diantaranya dengan melakukan kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi sebagai sentra produksi untuk layanan spesialis dan sub spesialis tersebut.

“Tahun ini kami juga menambah tenaga perawat mudah-mudahan bisa dilakukan setelah kami mendapatkan legalitas dasar hukum," katanya. (din/jee)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda