Setiap hari kita melihat orang berlalu-lalang. Baik itu dengan berjalan kaki, berkendara pribadi (seperti motor dan mobil), maupun menggunakan kendaraan umum. Semuanya mempunyai misi dan tujuan masing-masing. Ada di antara mereka yang ternyata seorang guru dan dosen.
Atau malah mahasiswa yang sedang berjibaku dengan tugas akhir. Ada juga seorang kepala keluarga yang sedang sibuk mencari pekerjaan, ingin memastikan agar keluarganya bisa tercukupi. Atau karyawan perusahaan yang sedang dituntut deadline kantor yang tiada henti.
Itu semua adalah orkestra kehidupan yang kalau kita renung-renungkan begitu rapi dan terstuktur, sehingga memunculkan decak kagum pada keindahan iramanya. Tentu, apabila kita mau merenungkan.
Namun, tidak jarang, orkestra yang indah itu akan terdengar sumbang ketika pemain-pemainnya berebut untuk mendahului memainkan istrumen musiknya. Keteraturannya mendadak buyar. Tidak ada lagi harmoni.
Dalam kehidupan, ketidakteraturan ini sering terjadi ketika orang-orang yang sedang berkendara saling mendahului dan berlomba menekan klakson. Sehingga tidak jarang terlihat perselisihan di jalanan. Termasuk, karyawan-karyawan di perusahaan atau pegawai kantoran yang saling menjatuhkan untuk dilihat atasan. Menghalalkan berbagai macam cara.
Perisai Perilaku Agresi
Puasa dengan berbagai ritual khasnya, tidak makan-minum, menjaga perbuatan, perkataan, bahkan pikiran turut andil dalam menciptakan harmoni. Tidak adanya asupan makanan tentu akan membuat fisik manusia menjadi tidak bertenaga, dengan begitu berbagai gejolak yang biasanya muncul seperti perasaan marah, ingin balas dendam, dan kebencian, bisa ditahan.
Puasa juga mengajarkan manusia untuk menghindarkan diri dari kerusakan. Kerusakan yang dimaksud adalah perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Termasuk lingkungan. Hal itulah di antara keutamaan puasa yang disebutkan dalam sebuah hadits dari Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, yaitu puasa adalah perisai.
Bahkan ketika dalam posisi sulit, ketika ada seseorang yang menghina (orang yang berpuasa) sebaiknya ia berkata, aku sedang berpuasa (HR. Muslim). Ini adalah nilai-nilai luhur yang kita sering sadar saat sedang berpuasa. Kita kemudian berusaha untuk membentengi diri kita agar tidak mengumpat, berbuat kasar, yang berpotensi menghilangkan pahala puasa.
Perbuatan kasar, amarah, bermusuhan, maupun perasaan ingin balas dendam, dalam kajian psikologi dikenal dengan istilah agresi. Perilaku agresi ini bersifat impulsif sehingga tidak sempat dipikirkan, lebih banyak digerakkan oleh amarah yang menggebu. Tujuan utamanya jelas: menyakiti seorang target.
Saya, atau anda barangkali pernah berada dalam situasi ini. Misalkan dalam berkendara, tiba-tiba ada yang menyalip dan berbelok di jarak yang dekat, saat sedang mengantre di toko atau stasiun pengisian bahan bakar, tetiba ada yang meyerobot. Pada saat itu juga biasanya kita punya perasaan marah, ingin mengumpat, atau melukai. Nah, Itulah agresi itu.
Apabila sudah mewujud menjadi sebuah tindakan, dorongan agresi ini disebut perilaku agresi. Tindakan yang dimaksud adalah menyakiti dan melukai.