Ponticity post authorKiwi 14 Februari 2023

Kalbar Marak Pernikahan Dini

Photo of Kalbar Marak Pernikahan Dini

PONTIANAK, SP – Pria dan wanita di bawah usia 19 tahun yang menikah atau disebut pernikahan dini, masih marak terjadi di Kalimantan Barat (Kalbar). Tren perkawinan usia anak tersebut bahkan cenderung meningkat dalam sepuluh tahun terakhir.

Merujuk pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, kasus perkawinan dini di Kalbar tercatat sebesar 21 persen. Angka ini di atas rata-rata nasional, yakni 10,35 persen.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalbar, Yuline Marhaeni mengungkapkan, jika dilihat dari persentase dalam sepuluh tahun terakhir, yakni dari 2011 hingga 2020, ada peningkatan kasus pernikahan dini di Kalbar sebesar 14 sampai 18 persen per tahunnya.

"Gambaran ini mengindikasikan bahwa tidak ada tindakan serius terhadap perkawinan anak di Kalbar. Jika pun ada namun perubahan tersebut tidak signifikan," kata Yuline kepada Suara Pemred, Selasa (14/2/2023).

Yuline menambahkan, jika merujuk hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, tingkat pernikahan dini di Kalbar bahkan menempati urutan kelima tertinggi dari 34 provinsi se-Indonesia.

"Rata-rata masyarakat di Kalbar yang melakukan pernikahan dini direntang usia 16 sampai 18 tahun," katanya.

Menurut Yulie, banyak faktor yang memicu tingginya angka pernikahan dini di Kalbar, diantaranya faktor  media sosial, pergaulan bebas, faktor budaya dan ekonomi.

Sementara untuk masyarakat di kabupaten dan kota di Provinsi Kalbar yang banyak melakukan pengajuan dispensasi pernikahan dini, tertinggi berada di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Sambas dan Ketapang.

Pengajuan dispensasi pernikahan dini ini merupakan syarat bagi laki-laki dan perempuan yang hendak menikah, tapi belum memenuhi syarat umur minimal. Dispensasi pernikahan ini menjadi kewenangan Pengadilan Agama bagi pemeluk agama Islam dan Pengadilan Negeri bagi pemeluk agama lain.

Yuline menambahkan, adapun dampak buruk yang dapat ditimbulkan akibat pernikahan dini, diantaranya berpeluang lebih tinggi putus sekolah dan pendidikan yang rendah membuat mereka lebih sulit mengakses pekerjaan jika dibandingkan dengan yang melakukan pernikahan di atas umur 19 tahun ke atas.

“Untuk sektor kesehatan, banyaknya perempuan yang menikah dini berkorelasi dengan angka kehamilan di bawah umur dan dapat berkontribusi pada angka kematian ibu dan bayi," ujarnya.

Dalam menekan angka pernikahan dini, pihaknya saat ini tengah melakukan koordinasi dengan semua stakeholder perangkat daerah, seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kementerian Agama, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Dinas Kesehatan.

"Kita berharap dengan adanya koordinasi seperti ini, pernikahan dini di Kalbar dapat berkurang dan masyarakat bisa menyadari akan dampak yang ditimbulkan," jelas Yuline.

Untuk diketahui, Undang Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menyatakan bahwa usia minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Revisi UU Perkawinan utamanya pada ketentuan soal usia tersebut dilakukan untuk melindungi hak anak dan terciptanya perkawinan yang sehat dan sejahtera.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kalbar Harisson, sebelumnya juga mengatakan bahwa angka perkawinan usia anak di Kalbar masih tinggi menurut Susenas tahun 2021 yakni di angka 21 persen. Sedangkan angka nasional sudah 10,35 persen.

Kemudian menurut tren perkawinan anak, di Kalbar sejak 2011-2020 juga tidak mengalami penurunan yang signifikan. Data Susenas mencatat, angka cenderung stabil, akibat tidak adanya tindakan khusus untuk menangani masalah ini.

“Kita harus telaah penyebab utamanya dari perkawinan anak ini agar intervensi yang dilakukan tepat dan dapat menurunkan angka perkawinan anak di Kalbar,” katanya saat membuka kegiatan Mini Lokakarya Rumusan Kesepahaman Bersama OPD Strategis di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalbar, terkait Pencegahan Perkawinan Anak Tahun 2022 pada Oktober 2022 lalu.

Harisson juga mengungkapkan, keterlibatan akademisi dan Perguruan Tinggi juga dapat dilibatkan dalam agenda ini. Menurutnya, riset atau penelitian yang mendalam penting untuk dilihat faktor-faktor yang mendasar. Baik pada pendekatan sosial, budaya dan ekonomi.

“Saya minta sebenarnya juga dalam pembahasan ini melibatkan Perguruan Tinggi dan Litbang dari mana nanti kita harus benar-benar mencari penyebab dari perkawinan pada anak, dari situ kita bisa mengintervensi penyebab utamanya dan kalau menurut saya perkawinan pada usia anak ini menyangkut budaya serta bisa juga dari pengaruh media sosial,” terangnya.

Adapun kegiatan Mini Lokakarya tersebut diinisiasi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Kalbar yang berkolaborasi bersama USAID ERAT. Agenda ini juga turut melibatkan Kementerian PPPA RI dan OPD terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalbar bersama kelompok masyarakat sipil dan elemen keagamaan.

Empat Kasus

Di sisi lain, Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar mencatat sudah ada empat perkara anak menikah dini pada awal bulan Februari 2023.

"Pada 2021 angka pernikahan dini di Kalbar berjumlah 52 kasus dan pada 2022 ada 29 kasus. Jika dilihat perbandingan antara tahun 2021 ke 2022 terjadi penurunan, tetapi di awal Februari 2023 sudah ada empat kasus. Artinya sudah terjadi kenaikan," kata Kepala KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak, Jumat (10/2/2023).

Menurut Eka, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini, diantaranya faktor ekonomi, pergaulan bebas, serta pengawasan orang tua yang tidak optimal terhadap anak.

Dia mengungkapkan, sebenarnya pernikahan dini menimbulkan permasalahan baru, sehingga sangat perlu mendapatkan perhatian dan pemahaman yang lebih baik dari masyarakat dan juga anak-anak.

Perlu masyarakat ketahui ujarnya, KPPAD Kalbar tidak pernah memberikan izin ataupun solusi menikahkan anak di bawah umur, karena itu bukan wewenang KPPAD.

“Jadi yang berhak mengijinkan, mengabulkan pernikahan dini adalah pengadilan. Kami hanya memfasilitasi pendamping psikologi anak yang akan menikah," kata Eka.

Sebagai contoh katanya, KPPAD Kalbar memiliki nota kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pengadilan Agama di Kubu Raya. Apabila ada yang akan melangsungkan pernikahan dini di Kubu Raya, maka Pengadilan Agama Kubu Raya lah yang berhak memutuskan.

“Jadi KPPAD Kalbar tupoksinya hanya memfasilitasi pendamping psikologi anak yang akan menikah, dan hasil psikologi tersebut itulah yang akan kita kirim ke pihak Pengadilan Agama," jelas Eka.

Deteksi Dini

Kabupaten Melawi menjadi salah satu daerah yang kasus pernikahan dininya tinggi. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalbar menyebut banyak masyarakat di kabupaten ini yang melakukan pengajuan dispensasi pernikahan dini, bahkan tertinggi dari tiga kabupaten lainnya di Kalbar.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP2A) Melawi, Marniyati mengatakan, pihaknya telah melakukan upaya pencegahan pernikahan anak melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di tingkat desa sehingga dapat menjadi ujung tombak perlindungan berbasis masyarakat.

Hal tersebut disampaikannya dalam Focus Group Discussion (FGD) Perumusan Aksi Strategis Lintas Perangkat Daerah dalam Pencegahan Perkawinan Anak di Melawi bersama USAID ERAT pada akhir tahun lalu.

Marniyati mengatakan, PATBM dapat berperan untuk mendeteksi dini sekaligus mencegah perkawinan anak di tingkat masyarakat.

“Di Kabupaten Melawi sendiri, ada tiga desa yang melaksanakan PATBM melalui pendampingan Wahana Visi Indonesia. Semoga desa-desa lainnya bisa terus kita upayakan melaksanakan PATBM, termasuk program Generasi Berencana (Genre) untuk menyiapkan kehidupan berkeluarga bagi remaja," terangnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Melawi, Paulus mengatakan, pernikahan anak akan berdampak pada pendidikan, kesehatan, dan ekonomi anak tersebut, yang kemudian akan berimbas pada kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan.

“Saya berharap dengan pencegahan pernikahan anak dapat mencetak generasi-generasi muda yang unggul dalam pendidikan, mapan secara finansial, dan kesehatan yang terjamin," ujarnya.

Paulus menambahkan, pencegahan pernikahan pada anak dapat dimulai dari dirinya sendiri dengan memberikan pengetahuan, pengertian tentang perkawinan anak dan menyadarkan anak terkait dampak dari perkawinan tersebut.

“Strategi yang dapat dilakukan dalam mencegah perkawinan anak meliputi optimalisasi kapasitas anak, menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pencegahan perkawinan anak, pembuatan, perbaikan dan penguatan regulasi kelembagaan serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan," jelasnya.

Cegah Stunting

Sementara itu, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Kapuas Hulu mengejar target percepatan penurunan stunting dengan berfokus pada generasi milenial, terutama pada pencegahan pernikahan dini dan hamil di luar nikah.

"Untuk di Kapuas Hulu kita akan lebih difokuskan kepada pencegahan hamil di luar nikah dan pernikahan usia dini itu yang kita fokuskan," kata Ketua TPPS Kabupaten Kapuas Hulu, Wahyudi usai rapat evaluasi TPPS Provinsi Kalbar, belum lama ini.

Wahyudi mengungkapkan fokus tersebut lantaran masih banyak ditemukan kasus di luar nikah dan pernikahan dini yang terjadi di Kabupaten Kapuas Hulu. Sehingga menjadi penting untuk memfokuskan penanganan stunting lebih fokus pada anak muda. Misalnya dengan pendidikan pra nikah agar calon pengantin semakin siap.

"Calon pengantin belum siap sehingga melahirkan bayi yang beresiko stunting," katanya.

Ia menyebutkan pemerintah pada tingkat desa juga memiliki peran penting dalam upaya percepatan penurunan stunting. Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam pendataan dan intervensi penurunan stunting. Sehingga dirinya mengingatkan kepala desa untuk tidak mudah mengganti kader Posyandu.

"Saya menekankan kepada kepala desa untuk tidak mengganti kader Posyandu yang sudah tertatih dan mahir. Siapapun kepala desa kader Posyandu harus tetap dijaga," jelasnya.

Wahyudi optimis dengan berbagai upaya yang dilakukan angka stunting di Kabupaten Kapuas Hulu akan turun. Terlebih menurutnya saat ini penanganan stunting telah dilakukan secara keroyokan dari berbagai lembaga dan kementrian, termasuk upaya maksimal oleh Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu. (mar/din/eko/sap)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda