Ponticity post authorelgiants 15 Oktober 2025

Tak Becus Tangkap "Cukong" PETI, Masyarakat Kalbar Minta Kapolda Tindak Tegas Bos Emas Ilegal

Photo of Tak Becus Tangkap

PONTIANAK, SP – Sejumlah elemen masyarakat dan aktivis memberikan "catatan merah" kinerja penegakan hukum di Kalimantan Barat (Kalbar). Mereka mendesak agar Kapolda Kalbar Irjen Pol Pipit Rismanto dicopot dari jabatannya.

Desakan itu muncul atas kekecewaan terhadap kinerja aparat kepolisian yang dinilai tak becus dalam mengusut tuntas “cukong” dalam kasus kejahatan ekonomi besar seperti tambang emas ilegal (PETI) dan oli palsu di Kalbar.

Koordinator Wilayah (Korwil) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Wilayah XIV Kalbar, Steper Vijaye, melontarkan kritik keras terhadap Kapolda Kalbar, Irjen Pol Pipit Rismanto.

Ia menilai, jajaran kepolisian di Kalbar belum serius dan tidak efektif dalam menangani maraknya aktivitas PETI yang terus merusak lingkungan di berbagai wilayah.

Steper menyebut, keberadaan PETI di Kalbar bukan lagi isu baru. Namun, hingga kini praktik tambang ilegal itu masih berlangsung bebas di sejumlah kabupaten.

"Aktivitas tambang ilegal terus berjalan seolah tanpa pengawasan. Padahal, dampak yang ditimbulkan sudah sangat nyata, mulai dari pencemaran sungai, rusaknya ekosistem hutan, hingga munculnya konflik sosial antarwarga. Ini bentuk kelalaian dan lemahnya komitmen aparat dalam penegakan hukum,” tegas Steper, Rabu (15/10/2025).

Menurut Steper, Polda Kalbar semestinya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan PETI. Namun, ia menilai penindakan yang dilakukan selama ini hanya bersifat seremonial dan tidak menyentuh aktor-aktor besar di balik praktik tambang ilegal tersebut.

"Yang ditangkap biasanya pekerja di lapangan, masyarakat kecil yang hanya buruh. Tapi di belakang mereka ada pemain besar (cukong) yang tidak tersentuh. Kalau Kapolda tidak bisa menindak tegas sampai ke akar masalahnya, artinya beliau gagal menjalankan tanggung jawab,” ujarnya.

Steper pun mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk segera turun tangan dan mengevaluasi kinerja Kapolda Kalbar. Ia menilai, perlu ada langkah tegas dari Mabes Polri agar persoalan PETI di Kalbar benar-benar bisa dituntaskan, bukan hanya dijadikan bahan laporan tahunan.

"Kapolri harus segera mencopot Irjen Pol. Pipit Rismanto dari jabatannya jika memang terbukti tidak mampu menertibkan PETI. Kita butuh sosok Kapolda yang berani, profesional, dan berpihak kepada kepentingan rakyat serta kelestarian lingkungan,” tegasnya.

Selain kerusakan lingkungan, aktivitas PETI juga dinilai memperburuk kondisi sosial ekonomi masyarakat. Banyak warga yang terjebak bekerja di tambang ilegal karena desakan ekonomi, sementara hasilnya justru dinikmati oleh para pemodal besar.

Steper menilai, lemahnya penegakan hukum terhadap PETI telah menciptakan ketimpangan keadilan di tengah masyarakat.

"Di lapangan, masyarakat kecil yang bekerja di PETI karena kebutuhan ekonomi justru dikriminalisasi, sementara para cukong dan penadah emas ilegal hidup bebas. Ini ironi yang mencoreng wajah penegakan hukum di daerah kita,” ujarnya dengan nada kecewa.

Ia juga menyoroti dampak ekologis yang semakin parah akibat penggunaan merkuri dan bahan kimia berbahaya dalam aktivitas PETI. Sungai-sungai di pedalaman Kalbar, kata dia, kini tercemar berat dan tidak lagi layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat.

"Ini bukan sekadar isu lingkungan, tapi juga soal masa depan generasi kita. Jika sungai-sungai terus rusak, masyarakat adat dan petani di sekitar daerah tambang akan kehilangan sumber kehidupan,” katanya.

GMKI Kalbar, lanjut Steper, akan terus mengawal isu lingkungan dan mendesak seluruh aparat penegak hukum untuk bertindak tegas.

Ia menegaskan, organisasi mahasiswa tidak akan diam jika praktik tambang ilegal terus dibiarkan.

"Kami akan mendorong agar ada audit menyeluruh terhadap kinerja Polda Kalbar dalam penanganan PETI. Kalau tidak ada perubahan signifikan, desakan pencopotan Kapolda akan terus kami suarakan,” tandasnya.

Sejumlah massa yang tergabung dalam Barisan Pemuda Melayu (BPM) Kalbar juga memiliki tuntutan yang sama terkait dengan evaluasi kepemimpinan Polri.

Organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis pemuda ini berulang kali menyampaikan kritik keras terhadap Polda Kalbar atas lambatnya penindakan terhadap pelaku utama atau "cukong" peredaran oli palsu, tambang emas ilegal dan pembalakan liar (ilegal logging).

Terbaru, ratusan massa BPM Kalbar yang dipimpin Gusti Edi ini menggelar aksi unjuk rasa di dua lokasi berbeda, yakni Polda Kalbar dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar, pada Rabu (15/10/2025).

Massa berkumpul di depan Polda Kalbar sejak pukul 14.00 WIB. Mereka membawa spanduk dan poster berisi tuntutan agar aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap para pemodal atau "cukong" kejahatan ilegal tersebut.

Ketua Umum BPM Kalbar, Gusti Edi, dalam orasinya menyebutkan, tuntutan itu meliputi penangkapan terhadap “cukong oli” Edy Chow yang telah ditetapkan sebagai tersangka namun belum ditahan, penindakan terhadap “cukong tambang”, serta penindakan terhadap oknum aparat yang diduga melakukan “pembiaran” atau perlindungan di balik layar.

“Cukong-cukong tambang ini luar biasa sekali. Macam Kalbar ini punya bapak datuk dia dibuatnya,” ujar Gusti Edy saat berorasi menggunakan megafon di depan barisan aparat kepolisian.

Pernyataan tersebut merupakan cerminan kekecewaan atas maraknya tambang ilegal dan lemahnya penegakan hukum terhadap para cukong atau pemodal utamanya.

Menurutnya, meski aparat penegak hukum seperti Polda Kalbar sering kali berhasil menangkap puluhan pekerja PETI di lapangan dan menyita alat berat, namun cukong atau pemodal besarnya masih sulit tersentuh hukum.

Edi merasa para cukong PETI ini dapat bertindak seenaknya. Apalagi tindakan cukong yang seolah-olah "kebal hukum" ini sering dikaitkan dengan adanya dugaan backing (perlindungan) dari oknum-oknum tertentu, baik dari aparat maupun elit politik.

Dia pun menuntut agar kepolisian segera membuktikan komitmennya dengan memproses hukum para pemodal besar (cukong) di balik kejahatan tambang ilegal.

Selain itu, Gusti Edi juga menyoroti lambannya penanganan kasus peredaran oli palsu yang melibatkan tersangka bernama Edy Chow. Dia secara eksplisit menuntut agar pihak Polda Kalbar, atau pejabat yang berwenang, hadir untuk memberikan kepastian mengenai kasus oli palsu tersebut.

“Kita minta pihak Polda Kalbar untuk hadir melakukan audensi bersama kami, memberikan kejelasan mengenai progres kasus ini. Berapa lama Edy Choy nih bisa diproses hukum. Berapa lama naik ke tingkat penyidikan (SP), menjadi P21 (berkas lengkap), dan dapat diproses lebih lanjut,” imbuhnya.

Usai berorasi di Mapolda Kalbar, massa BPM bergerak menuju Kejati Kalbar untuk mendesak Kejati segera memproses kasus oli palsu tersebut.

Di halaman Kantor Kejati, aksi BPM Kalbar berlangsung dengan simbolis yang menarik perhatian publik. Gusti Edi, mengalungkan bungkus Tolak Angin atau produk herbal yang sangat populer di Indonesia kepada salah satu pejabat Kejati Kalbar.

Tindakan itu memiliki makna simbolik agar pihak kejaksaan tidak “masuk angin” dalam menangani kasus dugaan peredaran oli palsu dan sejumlah kasus besar lainnya di Kalbar.

“Tolak angin supaya kasus oli tak masuk angin,” tegas Gusti Edi.

Sebelumnya, tuntutan pencopotan Kapolda Kalbar juga disampaikan secara kolektif oleh berbagai kelompok masyarakat, terutama mahasiswa dan aktivis.

Tuntutan ini didasarkan pada sejumlah isu, salah satunya juga karena kinerja penegakan hukum yang dinilai “mandul”, khususnya terkait tambang emas ilegal.

Mereka menilai kepolisian di bawah kepemimpinan Kapolda kalbar Irjen Pol Pipit Rismanto tidak serius atau gagal total dalam menindak tegas cukong (pemodal) besar di balik aktivitas PETI yang marak di Kalbar.

Penindakan hukum dinilai sering kali hanya menyentuh para pekerja lapangan, sementara pemodal utama tetap bebas dan aktivitas PETI terus berlangsung, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif dan kerugian negara.

Kondisi ini memunculkan persepsi bahwa para cukong PETI bertindak seolah-olah kebal hukum dan memiliki "bekingan," sehingga diperlukan pergantian pimpinan tertinggi Polda agar penegakan hukum bisa berjalan tanpa pandang bulu.

Adapun pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, juga menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas tambang emas ilegal yang marak di Kalbar.

Ia menyayangkan sikap sejumlah pejabat di Polda Kalbar yang dinilai tidak tegas dalam menindak para pemilik modal atau bos-bos tambang emas ilegal yang jelas-jelas melanggar hukum dan merusak lingkungan.

“Belakangan ini banyak pejabat di Polda Kalbar terlihat tidak menunjukkan ketegasan dalam memberantas tambang emas ilegal. Padahal, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sangat besar dan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat,” ujar Bambang. 

Tantang Kapolda 

Sejumlah mahasiswa sempat menantang Kapolda Kalbar untuk berani bertindak adil dalam penegakan hukum. Menindak tegas segala bentuk kejahatan dan tindak pidana tanpa pandang bulu.

‘’Kami berharap Kapolda Kalbar dapat terus menunjukkan keberanian dalam menindak tegas segala bentuk kejahatan dan tindak pidana. Kami berharap keadilan tidak hanya tajam ke bawah, namun juga ke atas,’’ ujar salah satu mahasiswa saat menggelar aksi damai mendukung Polda Kalbar melakukan penertiban PETI di Pontianak, belum lama ini.

‘’Salah satunya selain menunjukkan keberanian dalam menantang para pekerja PETI, kami menantang Kapolda Kalbar untuk berani menghadapi dan tangkap para cukong yang berada di balik aktivitas PETI tersebut,’’tegasnya.

Sebagaimana diketahui, belum lama ini Kapolda Kalbar Irjen Pol Pipit Rismanto menantang “perang” para pelaku PETI Karena berpotensi dapat merusak lingkungan.

''Kami menantang kepada siapa pun pelaku PETI karena berpotensi merusak lingkungan berhadapan dengan kami,'' ujarnya.

Terkait isu pemberantasan PETI ini, Kapolda Kalbar, Irjen Pol Pipit Rismanto juga sempat dituding ada ‘main’ dengan bos PETI.

Namun dia menanggapi tundingan tersebut dengan memberikan pernyataan tegas akan tetap komitmen memberantas penambangan emas ilegal di Kalbar.

“Kita kalau terkait pertambangan ilegal kami komitmen. Apapun ketidaksukaan pada pihak tertentu sehingga menyerang menggunakan media bagi saya tidak ada masalah, tidak akan mundur bahwa setiap ada yang ilegal kita lakukan penegakkan hukum,” tegasnya.

Kapolda menambahkan, pihaknya tidak akan terpengaruh dengan serangan atau tuduhan yang diarahkan kepadanya. Menurutnya, tugas kepolisian adalah memastikan setiap aktivitas ilegal ditindak sesuai aturan.

Selain itu, ia mengimbau masyarakat yang masih melakukan PETI agar beralih ke pekerjaan lain yang lebih ramah lingkungan.

“Lebih baik mencari alternatif pekerjaan lain seperti bercocok tanam daripada merusak lingkungan,” ujarnya.

Pipit memastikan Polda Kalbar akan terus melakukan penegakan hukum terhadap PETI sebagai bentuk komitmen menjaga kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat.

Pihaknya mengklaim telah mengungkap puluhan kasus PETI, menangkap puluhan tersangka (termasuk pemodal), dan menyita puluhan kilogram emas ilegal sepanjang tahun 2025.

Kapolda juga berulang kali menegaskan tidak akan memberi toleransi pada anggota polisi yang terlibat dalam praktik ilegal.

Meski banyak pihak yang kecewa atas tumpulnya hukum kepada “cukong sejati” PETI di Kalbar, namun penegak hukum juga mencatatkan beberapa penangkapan pelaku PETI.

Dari data yang ada, sepanjang tahun 2025, Polda Kalbar telah mengungkap puluhan kasus PETI. Periode Januari hingga Agustus 2025 misalnya, tercatat ada 40 kasus PETI di 26 lokasi berbeda. Dalam kasus-kasus ini, 65 tersangka diamankan, dan yang paling mencolok, polisi menyita sekitar 33,71 kilogram emas ilegal.

Sementara dalam Operasi PETI Kapuas 2025 yang berlangsung pada 21 Agustus 2025 hingga 3 September 2025, Polda Kalbar kembali mengungkap 29 kasus PETI dengan mengamankan 56 tersangka di 11 kabupaten, menyita tiga ekskavator, dua kilogram merkuri, ratusan gram emas serta ribuan liter BBM subsidi yang diselewengkan.

Direktur Reskrimsus Polda Kalbar, Kombes Pol Burhanudin, menjelaskan bahwa praktik penambangan emas tanpa izin (PETI) ini tersebar di berbagai lokasi, termasuk kawasan hutan, sungai, dan daratan.

“Hampir seluruh Polres berhasil mengungkap kegiatan PETI, kecuali Polres Pontianak dan Polres Kubu Raya,” kata Burhanudin kepada wartawan, belum lama ini.

Tidak hanya menindak pelaku tambang di lapangan, polisi juga menyasar rantai pasok emas ilegal, mulai dari penampung, pengolah, hingga pemodal.

“Kami menangani kasus dari hulu hingga hilir. Tak hanya pelaku lapangan, tetapi juga pemodal dan pengolah emas ilegal,” ungkapnya.

Sejumlah temuan juga memperkuat dugaan bahwa emas hasil tambang ilegal mengalir ke pembeli luar negeri.

“Ada indikasi kuat keterlibatan warga negara asing dalam transaksi pembelian emas dari Kalbar,” tambah Burhanudin.

Burhanudin menjelaskan bahwa para pelaku menggunakan berbagai modus operandi, mulai dari metode tradisional hingga menggunakan alat berat seperti ekskavator.

Setelah ditambang, emas biasanya dibawa ke pengepul dengan transaksi dilakukan di toko kecil atau warung dan kemudian dikirim ke pengolah di Pontianak atau kota-kota lain di Indonesia.

Kebal Hukum

Fenomena PETI di Kalbar hingga kini masih menjadi persoalan kompleks. Namun, lemahnya penindakan hukum terhadap para pelaku utama membuat persoalan ini seperti lingkaran tak berujung.

Meski berbagai organisasi dan kelompok, termasuk jurnalis dan elemen masyarakat telah berulang kali mendesak Kapolda Kalbar untuk menangkap pemodal (cukong) yang menggerakkan PETI, namun hal tersebut hingga kini belum terwujud.

Penindakan hanya menyentuh pekerja dan alat di lapangan, namun para cukong besar yang membiayai operasi PETI sulit dijerat. Hal ini juga menimbulkan dugaan adanya "pembiaran" atau perlindungan di balik layar bagi cukong PETI.

Sejumlah kritik pun kerap muncul menyoroti hal ini, mulai dari dugaan keterlibatan oknum aparat atau pejabat lokal yang menjadi pelindung (backing), disparitas hukum, hingga ringannya vonis hukum.

Salah satu kritik utama yang muncul yakni terkait aspek penindakan yudisial. Putusan pengadilan terhadap bos PETI seringkali sangat ringan dan tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan atau kerugian negara, sehingga tidak memberikan efek jera.

Ringannya hukuman ini menyebabkan munculnya fenomena "keluar lanjut lagi". Artinya, setelah keluar dari tahanan, para bos PETI cenderung melanjutkan praktik ilegal mereka karena hukuman yang ada tidak membuat mereka kapok.

Dari penelusuran tim Suara Pemred, Anthony Suwandy alias Aliong misalnya, salah satu “Raja PETI” di Kalbar yang sebelumnya sempat divonis hukuman penjara karena kasus emas ilegal, kini kabarnya kembali menjalankan praktik penambangan ilegal.

Nama bos emas Singkawang ini kembali muncul setelah Suara Pemred menghimpun informasi dari berbagai sumber di kalangan pemain tambang emas ilegal, belum lama ini.

Aliong yang pernah terjerat kasus pemilikan puluhan emas batangan secara ilegal ini dikabarkan masih “bermain” tambang emas ilegal, namun hijrah ke lokasi lain yakni di Kabupaten Kapuas Hulu.

“Aliong tidak kapok, apalagi dalam kasusnya tahun lalu dia cuma dihukum ringan dan bisnis emas ini menggiurkan, selain gampang dibawa, harganya satu kilogram sudah dua miliar rupiah di pasaran,” kata salah satu sumber Suara Pemred.

Menurutnya, Aliong pindah ke lokasi tambang emas ilegal di Kapuas Hulu karena sedang menghadapi masalah hukum terkait dana nasabah CU Mitra Panca di Singkawang yang dikelola oleh Aliong.

“Bos Aliong pindah ke lokasi tambang emas ilegal di Kapuas Hulu karena kasus koperasi kreditnya belum tuntas. Masih banyak nasabah CU yang belum dibayar, sehingga dia kabur cari aman. Makanya kaki tangannya, seperti Jojon dan Seng yang bekerja di wilayah Singkawang, Bengkayang dan Mempawah,” ungkap kaki-laki berperawakan kurus ini.

Pria yang mengaku sangat mengetahui siapa-siapa yang bermain di tambang emas ilegal ini juga mengungkapkan hal yang mengejutkan terkait aktivitas tambang ilegal. Bukan saja, Aliong, Jojon, Ana dan Seng yang menjadi pemain emas ilegal, tapi sejumlah anggota dewan juga ada yang menjadi pemodal tambang emas ilegal di Kalbar. 

“Semua orang Singkawang sudah tahu kok, dia sekarang di dewan provinsi dan dia main tambang sampai ke wilayah Ketapang,” ungkapnya.

Dia berharap agar semua bandara, pelabuahan komersil dan pelabuhan rakyat diawasai dengan ketat, terutama Bandara Singkawang dan Ketapang karena merupakan bandara yang sangat dekat dengan area tambang emas ilegal. 

Untuk diketahui, kasus emas ilegal Aliong Cs adalah salah satu kasus besar terkait PETI yang menjadi sorotan publik dan penegakan hukum di Kalbar pada tahun 2022.

Pada kasus ini, Aliong diduga sebagai aktor intelektual, pemodal, dan penampung yang mengoperasikan pabrik pengolahan emas dari pasokan tambang emas illegal, hanya dijatuhi satu tahun penjara, ditambah denda Rp10 miliar subsider satu bulan kurungan jika denda tidak dibayar.

Vonis ringan ini menuai kritik dan sorotan tajam dari berbagai pihak. Mereka menilai hukuman tersebut tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga memutuskan untuk tidak mengajukan banding atas putusan tersebut.

Selain vonis hukum yang cenderung ringan, dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum atau pejabat lokal yang menjadi pelindung (backing) juga kerap berbuah kritik.

Kritik menyoroti soal isu disparitas hukum yang menyebabkan adanya perbedaan vonis antara pelaku di tingkat bawah (pekerja lapangan) dengan pemodal atau aktor intelektual.

“Pemodal PETI di Kalbar tidak pernah tersentuh hukum. Yang ditangkap selalu pekerja lapangan,” ujar Anggota Komisi XII DPR RI, Jamaludin Malik saat mengikuti rapat kerja terbuka, belum lama ini.

Sebenarnya, nama "bos" atau "cukong" besar yang diduga mengendalikan aktivitas ilegal di Kalbar bukan lagi rahasia di kalangan tertentu seperti pengamat, aktivis lingkungan, dan masyarakat lokal.

Dari penyusuran Suara Pemred, dari sekian nama yang diduga sebagai "cukong" atau pemodal besar PETI di Kalbar, nama Jojon dan Ana menjadi salah satu yang hingga kini belum tersentuh hukum.

Pasangan suami istri ini disebut-sebut merupakan salah satu pemodal besar tambang emas ilegal di kawasaan Singkawang, Bengkayang dan Mempawah, bahkan bisa masuk dan menambang di kawasan lahan milik TNI AD.

Jojon dan Ana dikenal kaya dan sukses. Rumahnya di Kabupaten Bengkayang besar dan megah. Namun aneh bin ajaib, meski sudah puluhan tahun melakukan penambangan emas tanpa izin, pasangan ini tak pernah ditangkap.

Salah satu sumber Suara Pemred yang juga mantan “pemain” PETI mengungkapkan, Jojon merupakan jaringan Aliong dan Seng. Selain masih ada hubungan keluarga, mereka dulu bekerja untuk kelompoknya Aliong,  namun belakangan pecah kongsi. Aliong ingin membuka jalur sendiri karena semakin kuat, tapi akhirnya sempat ditangkap tahun lalu.

“Jojon dan Ana merupakan bos pemodal tambang emas ilegal. Dimana ada kawasan lahan yang memiliki pontensi emas, dia yang menjadi pemodal besar. Sejumlah alat berat juga dia turunkan,” ungkap sumber tersebut.

Sumber lain juga menyebutkan bahwa nama Aliong cs, Jojon dan Ana merupakan pemodal utama PETI untuk wilayah Kota Singkawang, Bengkayang, dan Mempawah.

Sementara untuk kawasan tambang emas ilegal di Kapuas Hulu dan Sintang dikuasai Acok Naga Mas dan wilayah Melawi dipegang oleh Akong. Adapun untuk Kabupateng Sanggau dan sekitarnya dikuasai oleh Asit.

“Di Kapuas Hulu dan Sintang yang dikuasai Acok Naga Mas bahkan bisa menghasilkan 150-200 kilogram emas ilegal per bulan,” ungkap salah satu sumber yang namanya tak ingin disebutkan.

Dari penyusuran Suara Pemred, kegiatan tambang emas ilegal saat ini masih beroperasi di sejumlah daerah dengan menggunakan alat-alat berat. Diantaranya di Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Sanggau, Sekadau, Landak, Bengkayang, Singkawang, Sambas, dan Kabupaten Mempawah.

Aktivitas ini memiliki jaringan yang sangat terorganisir dan rapi. Mulai dari pemodal, pekerja, koordinator, beking aparat atau pengaman, penyuplai BBM, hingga setoran ke berbagai pihak dan penadah.

Hal yang paling disoroti adalah kemampuan para bos ini untuk mendapatkan perlindungan hukum dan sokongan dari oknum aparat atau pihak berkuasa.

“Sebenarnya sangat mudah jika ingin menangkap para cukong emas ilegal dan siapa yang membekinginya. Tahan saja, alat-alat berat itu, pasti ada tuannya, karena alat-alat berat itu harganya tidak murah, bahkan ada yang miliaran rupiah. Itu pun jika memang aparat punya niat. Tapi jika memang sudah menjadi satu sindikat, ya harusnya ada tim dari pusat yang membereskan itu semua,” kata Asnawar salah satu tokoh pemuda  di Ketapang kepada Suara Pemred.

Dari sejumlah keterangan, bahkan ada beberapa kawasan tambang ilegal sudah menyerupai kampung yang beroperasi siang dan malam.

“Di sana (lokasi tambang ilegal) mereka seperti memiliki kota sendiri, semua lengkap dan semua ada yang pasok, mulai dari kebutuhan makanan, minuman, selang, dompeng, alat berat, mekanik, BBM ilegal hingga narkoba. Semua ada,” ungkap Madin, mekanik alat berat di lokasi tambang ilegal di Ketapang.  (din/hd/ind/dok)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda