PONTIANAK, SP - Pengadilan Negeri (PN) Sintang, mengabulkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melawan PT Rafi Kamajaya Abadi (RKA). PN Sintang menghukum RKA denda Rp917 miliar karena membakar hutan.
Kasus bermula saat ditemukan Kebakaran Hutan di Kalbar pada 2016-2019. Berdasarkan hasil analisis hotspot (titik panas) yang bersumber dari Satelit Terra-Aqua Modis dan SNPP-VIIRS yang dikeluarkan oleh NASA terdeteksi di perkebunan kelapa sawit milik RKA.
Setelah dihitung, kebakaran hutan itu seluas 2.560 hektare. Berdasarkan perhitungan ahli, tanah gambut yang terbakar mengalami kerusakan dan tidak dapat dipulihkan kembali.
KLHK bergerak cepat dan membawa RKA ke pengadilan. Gugatan dilayangkan dan meminta RKA mengganti rugi Rp1 triliun. Setelah persidangan berlangsung, RKA kalah.
"Menghukum Tergugat Konvensi untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup secara tunai melalui rekening kas negara sejumlah Rp270,807 miliar," demikian bunyi putusan PN Sintang yang dilansir website MA, Jumat (12/8).
Putusan diketok oleh Ketua Majelis Muhammad Zulqarnain dengan anggota Diah Pratiwi dan Satra Lumbantoruan. Majelis juga memerintahkan RKA untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup atas lahan yang terbakar seluas 2.560 hektare agar dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya.
"Dengan tahapan kegiatan pemulihan sebagaimana Penggugat Konvensi sampaikan dalam usulan kegiatan pemulihan dan dengan biaya sejumlah Rp646,216 miliar," ucap majelis.
Putusan ini merupakan putusan kesekian kalinya bagi perusahaan pembakar hutan di Kalimantan.
Penegakkan Hukum Masih Lemah
Sanksi hukum terhadap konsesi yang selama ini terlibat kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Kalbar, cenderung lemah dan kurang tegas. Pada kasus tahun 2019 lalu misalnya, banyak yang hanya diberi peringatan saja.
Kesan bahwa penegakan hukum terhadap penanggungjawab usaha terkesan “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.
"Bahkan, saat kasus yang dialami peladang tahun 2019 di Sanggau misalnya, ada dua konsesi yang jelas-jelas ditetapkan dan diumumkan sebagai tersangka dalam kasus Karhutla oleh penegak hukum, namun justru raib tanpa kabar saat ini," kata Kepala Divisi Kajian, Dokumentasi, dan Kampanye Walhi Kalbar, Hendrikus Adam.
Demikian pula kasus kebakaran pada PT. Agro Nusa Investama (ANI) di Kabupaten Landak pada tahun 2019, malah tidak masuk dalam daftar 26 konsesi yang turut disegel oleh Gakkum KLHK kala itu.
"Hingga saat ini, sepertinya tidak pula masuk daftar konsesi yang alami kebakaran. Padahal pemberitaan terkait dengan kebakaran yang terjadi pada konsesi perusahaan group Wilmar sekitar Kuala Sampas, Desa Sebatih, Kecamatan Sengah Temila sangat kentara dan bahkan sempat dikunjungi Bupati Landak kala itu," paparnya.
Adanya hukuman ganti rugi sebesar917 M atas Karhutla yang dilakukan oleh perusahaan sawit PT RKA, menjadi sebuah terobosan penegakan hukum yang patut diapresiasi meski jika dilihat dari sisi waktu cukup lama prosesnya.
Jika dilihat dari jejak kasusnya, sekitar tahun 2014-2015 pernah ditangani Polda Kalbar, atas kasus Karhutla dan menjadi satu dari tiga perusahaan yang sempat raib tanpa kejelasan kabar proses hukumnya saat itu.
"Pada tahun-tahun berikutnya, termasuk di 2019 lalu, konsesi ini juga kembali mengulang kasus karhutla sehingga kemudian ditindaklanjuti proses hukumnya," kata Adam.
Ia menilai, melaui putusan pengadilan ini, diharapkan dapat menjadi presenden baik sekaligus diharapkan bisa memberikan efek jera penanggungjawab usaha dalam upaya penegakan hukum kasus karhutla yang melibatkan konsesi.
Sementara atas sanksi hukum atas kasus-kasus serupa yang belum sampai pada putusan dan masih berproses, diharapkan juga dapat ditegakkan oleh pemerintah melalui aparatur penegak hukum KLHK untuk menegakkan marwah negara dan regulasi yang dibuatnya.
"Sudah semestinya tindakan tegas meminta pertanggungjawaban mutlak sebagaimana ditegaskan UU Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup diberikan pada penanggungjawab usaha yang memang abai dan melanggar konstitusi, agar kepercayaan publik beranjak pulih, bangkit dan menguat terhadap keberadaan negara untuk memastikan perlindungan terhadap keselamatan lingkungan hidup dan hak-hak rakyatnya," ujarnya.
Terhadap upaya penegakan hukum atas dugaan pelanggaran kasus Karhutla melibatkan korporasi yang mungkin masih ada yang berproses, Adam berharap agar ada keterbukaan dalam penanganan hingga pengungkapan kasus yang sedang ditangani agar publik juga dapat turut mengawasi upaya hukum yang dilakukan karena praktik buruk korporasi dalam mengelola usahanya.
"Keterbukaan dan kontrol publik untuk memastikan adanya pertanggungjawaban penanggungjawab usaha pada masa depan lingkungan hidup dan keselamatan generasi bumi diperlukan," sambung Adam.
"Penegakan hukum yang tegas terhadap konsesi tersebut juga kita harapkan dapat memulihkan kepercayaan rakyat terhadap hadirnya negara agar bangkit lebih kuat dari kenyataan budaya penegakan hukum yang selama ini terkesan lebih tajam ke bawah namun tumpul ke atas," paparnya.
Lindungi Petani-Peladang
Mewakili Gubernur Kalimantan Barat, Sekretaris Daerah Kalbar, Harisson, menyampaikan Pendapat Akhir Gubernur Kalbar terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Kalbar Tentang Pembukaan Lahan Perladangan Berbasis Kearifan Lokal dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalbar Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan.
Dua Raperda ini Telah disetujui pada Rapat Paripurna Masa Persidangan II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalbar di Ruang Balairung Sari Kantor DPRD Provinsi Kalbar, Jalan Ahmad Yani Pontianak, Rabu (27/4).
Sekda Provinsi Kalbar menjelaskan bahwa Perda yang disahkan tersebut bertujuan melindungi para petani yang selama ini sering disalahkan jika terjadi kebakaran hutan. Pembukaan lahan dengan cara membakar lahan dengan kearifan lokal sudah diperbolehkan, namun dengan syarat.
"Pembakaran lahan hanya diperbolehkan maksimal seluas 2 hektar per kepala keluarga dengan menerapkan sistem sekat bakar sebagai upaya pencegahan menjalarnya api ke wilayah sekelilingnya. Hal ini agar masyarakat dapat menanam dengan baik di daerahnya masing-masing," harap Sekda Kalbar.
Sebagaimana diketahui, penerapan kearifan lokal dalam pembukaan lahan perladangan dimaksudkan agar memiliki efek positif terhadap ketahanan pangan dan konservasi hayati serta untuk menghindari penyalahgunaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan pembakaran lahan secara masif yang merugikan kepentingan umum, terutama bagi para peladang.
Raperda Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan merupakan inisiatif DPRD Kalbar dengan tujuan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup di Kalbar, serta melaksanakan penegakan hukum, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk bisa mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Kalbar.
"Dengan telah disetujuinya Raperda dimaksud menjadi Perda, maka kepada perangkat daerah yang terkait agar segera melakukan langkah-langkah konkret sesuai proses dan mekanisme berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan," papar Harisson.
Ucapan terima kasih dan apresiasi tinggi diberikan Sekda Kalbar atas terjalinnya kerja sama yang sangat baik antara legislatif dan eksekutif. Diharapkan kerja sama tersebut dapat terus dipelihara serta ditingkatkan di masa yang akan datang.
Rapat Paripurna pada Masa Persidangan II (Kedua) DPRD Provinsi Kalbar dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Prov Kalbar, M. Kebing L, dengan dihadiri 43 Anggota DPRD Prov Kalbar, Unsur Forkopimda Prov Kalbar, dan Kepala Perangkat Daerah di Lingkungan Pemprov Kalbar.
KLHK Apresiasi Hakim
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengapresiasi majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sintang yang berani mendenda perusahaan pembakar hutan, PT Rafi Kamajaya Abadi (RKA) sebesar Rp 917 miliar. RKA membiarkan kebakaran di lahannya seluas 2.560 hektare di Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar).
"Gugatan KLHK sudah tepat dan semakin menunjukkan keseriusan KLHK dalam menindak pembakar hutan dan lahan, walaupun nilai putusan lebih rendah dari nilai tuntutan KLHK", kata Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK, Jasmin Ragil Utomo.
Kasus yang dimaksud adalah kebakaran hutan di Kalbar pada 2016-2019. Berdasarkan hasil analisis hot spot (titik panas) yang bersumber dari Satelit Terra-Aqua Modis dan SNPP-VIIRS yang dikeluarkan oleh NASA terdeteksi di perkebunan kelapa sawit milik RKA.
"Namun untuk memastikan langkah-langkah selanjutnya yang akan ditempuh Kementerian LHK, baru dapat dilakukan setelah Kuasa Menteri LHK menerima relaas pemberitahuan isi dan Salinan Putusan Pengadilan Negeri Sintang dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ucap Ragil Utomo.
Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum KLHK) Rasio Ridho Sani mengapresiasi putusan majelis PN Sintang yang telah memeriksa dan memutus perkara perdata karhutla dengan putusan yang berpihak pada lingkungan hidup (in dubio pro natura).
"Kami juga mengapresiasi para ahli, Jaksa Pengacara Negara dan kuasa Menteri LHK, yang telah mendukung dan memperkuat penyelesaian perkara perdata karhutla di pengadilan yang dihadapi Kementerian LHK", ucap Rasio.
Menurut Rasio, Karhutla merupakan kejahatan yang serius karena berdampak langsung kepada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem serta berdampak pada wilayah yang luas dalam waktu yang lama. Tidak ada pilihan lain agar jera pelaku harus ditindak sekeras-kerasnya dengan menggunakan berbagai instrumen penegakan hukum.
"Kementerian LHK tidak akan berhenti mengejar pelaku karhutla. Walaupun terjadinya karhutla sudah berlangsung lama, akan tetap ditindak. Kementerian LHK dapat melacak jejak-jejak dan bukti karhutla sebelumnya dengan dukungan ahli dan teknologi", tegas Rasio Sani.
Sebagaimana diketahui, RKA dihukum denda Rp 917 miliar oleh PN Sintang karena membakar hutan seluas 2.560 hektare.
"Menghukum Tergugat Konvensi untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup secara tunai melalui rekening kas negara sejumlah Rp 270,807 miliar," demikian bunyi putusan PN Sintang.
Putusan diketok oleh ketua majelis Muhammad Zulqarnain dengan anggota Diah Pratiwi dan Satra Lumbantoruan. Majelis juga memerintahkan RKA untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup atas lahan yang terbakar seluas 2.560 hektare agar dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya.
"Dengan tahapan kegiatan pemulihan sebagaimana Penggugat Konvensi sampaikan dalam usulan kegiatan pemulihan dan dengan biaya sejumlah Rp 646,216 miliar," ucap majelis.
"Oleh karena dapat dibuktikan bahwa kebakaran lahan perkebunan sawit yang terjadi merupakan kerugian yang inheren dengan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit Tergugat Konvensi dan ternyata pula bahwa tidak ada alasan yang dapat membebaskan Tergugat Konvensi (defences) dari pertanggungjawabannya baik karena alasan force majeure, peperangan, adanya keadaan memaksa di luar kemampuan manusia maupun adanya perbuatan pihak ketiga, maka majelis hakim berkesimpulan kerugian lingkungan hidup tersebut terjadi sebagai akibat adanya kegiatan Tergugat Konvensi yang menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan hidup (terdapat kausalitas antara kerugian dan kegiatan Tergugat Konvensi)," beber majelis. (mar/cnn/det)