KEGANASAN dan kerakusan gerombolan mafia tanah di Provinsi Kalimantan Barat memang sudah begitu 'terkenal'. Selain tanah arisan mantan Jaksa Agung RI dan Menteri Hukum dan HAM Baharuddin Lopa di Kota Pontianak, gerombolan ini sempat menjarah tanah milik Komando Resort Militer (Korem) 121/Ambawang.
Toh upaya sindikat yang juga melibatkan berbagai profesi dan kalangan oknum ASN ini gagal. Adalah Kolonel TNI Azhar SH MKn yang memimpin upaya melawan kelompok 'manusia nekat' ini ketika mengusai kompleks Cemara.
Sindikat ini dibantu oleh sekelompok oknum majelis hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak. Saat menjabat Pakum Rem 121/Ambawang, Koloner Azhar pun melaporkan sepak terjang oknum majelis hakim itu sehingga dilakukan pemeriksaan.
Belakangan, oknum majelis hakim di PTUN Pontianak itu dipidana dan Korem 121/Ambawang pun menang di tingkat banding hingga berkekuatan hukum tetap (BHT).
Loyalitas dan dedikasi dalam bertugas Kolonel Azhari pun tak percuma. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menaikkan pangkatnya bersama 59 perwira tinggi (pati) TNI lainnya. dari semua matra. Promosi kenaikan pangkat ini berdasarkan Surat Perintah Panglima TNI Nomor Sprin/2243/X/2021 tanggal 12 Oktober 2021.
Dari kolonel, Azhari dinaikkan pangkatnya menjadi bintang satu, tepatnya, Brigadir Jenderal (Brigjen). Bahkan, Brigjen TNI Azhari menempati pos barunya sebagai sebagai Kepala Oditur Militer Tinggi (Kaotmilti) III Surabaya.
Berasal dari Provinsi Nangroe Aceh Darusallam, Brigjen Azhari di kampung halamannya dijuluki manok uteun (ayam utan). Ini adalah tamsilan dalam bahasa Aceh bagi seseorang yang berjuang sendiri di tengah hutan.
Ketika lahir, manok uteun ditinggalkan induknya, dilepas sendiri, mengais makanan sendiri, berhadapan dengan musuhnya, musang dan ceurapee (cerpelai), makhluk menakutkan yang menjadi momok bagi ayam.
Manok uteun, hanya punya satu cara untuk bertahan hidup:, beradaptasi dengan linkungannya, dan terus berusaha sampai berhasil.
Dilansir dari Tribun Aceh, Senn, 25 Oktober 2021, seperti lazimnya orang Aceh yang merantau, Azhar berjuang sendiri, tanpa beking dan dukungan dari komunitasnya. Keluarganya juga tak ada yang berpangkat tinggi atau pejabat tinggi.
Azhar hanya memiliki modal: bekerja dan belajar sungguh-sungguh, menjalin komunikasi dan hubungan baik dengan atasan dan rekan kerja, serta menjaga kepercayaan military attorney yang diberikan. Kini, Azhar menjadi (jaksa militer).
Azhar adalah putra Aceh pertama yang mendapatkan posisi itu sepanjang sejarah TNI. Brigjen Azhar banyak mendapatkan ucapan selamat dari teman-temannya dan dosen di alamaternya Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuasa (FH USK), dan Program S2 Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). ”Selamat Brigjen Azhar, semoga sukses dan mendapat rida Ilahi,” ucap Mawardi Ismail MH, mantan dosennya di FH USK.
Ingin Jadi Camat karena Camat Naik VW
Bagi Azhar, menjadi tentara bukanlah cita-citanya. “Bukan cita-cita saya menjadi tentara. Cita-cita saya berubah-ubah,” ujarnya sambil tersenyum. “Semasa kecil saya bercita-cita menjadi camat, karena Pak Camat Bireuen sering datang ke rumah kami pakai mobil VW. Saya suka mobil dinas camat pada waktu itu."
Ketika duduk di bangku SMA, Azhar ingin jadi duta besar , karena punya obsesi keliling dunia. Namun, cita-cita itu harus kandas karena gagal saat Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) untuk Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Indonesia (UI), tetapi diterima di pilihan kedua, FH USK.
Selama kuliah di FH USK sejak 1986, Azhar berlangganan Majalah Forum Keadilan, sebuah media sangat berpengaruh waktu itu dari jaringan grup Tempo, karena kritis memberikan informasi hukum dan keadilan.
“Saya terinsipirasi oleh tulisan tentang kesuksesan para lawyer top Ibu Kota. Ada beberapa nama yang menjadi idola saya pada waktu itu, seperti Adnan Buyung Nasution dan Todung Mulya Lubis. Di mata saya mereka adalah pendekar-pendekar hukum yang membela para pencari keadilan. Saya ingin mengikuti jejak mereka,” ujar Brigjen Azhar.
Untuk mengejar 'mimpi' menjadi lawyer di Jakarta, Azhar berangkat ke ibukota negara, sehari setelah diwisuda. Sesampainya di Jakarta dia kenal dengan Teuku Nasrullah SH, Dosen FH UI, yang saat itu sudah menjadi advokat.
Atas rekomendasi dari Teuku Nasrullah dan berdasarkan hasil tes, Azhar diterima bergabung di Law Firm Hetty Novian Harahap & Partners, salah satu law firm yang banyak menangani perkara korporasi dan pertanahan. “Saya kebetulan memahami bidang hukum (agraria) tersebut,” ujar Azhar penuh percaya diri.
Beberapa bulan menjadi lawyer, Azhar muda tertarik mengikuti seleksi penerimaan Sekolah Perwira Wajib Militer (sekarang perwira karier) melalui Panitia Daerah Kodam Jaya.
Ketertarikan menjadi tentara pada waktu itu karena hampir semua bidang “dikuasai oleh tentara” dan sepertinya kelihatan gagah sebagai garda terdepan dan benteng terakhir penjaga NKRI.
“Saya melamar, ikut tes, dan alhamdulillah diterima. Peruntungan saya sedang bagus waktu itu. Padahal, yang melamar sangat banyak, seluruh Indonesia yang diterima untuk tiga matra AD, AL, AU hanya 152 orang dari berbagai disiplin ilmu.“ ucap Azhar, bangga.
Doa Ibu
“Saya yakin diterima sebagai perwira TNI, karena doa ibu saya yang berharap anaknya menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara,” ujar Brigjen Azhar terharu sambil mengusap air mata mengenang ibunya yang telah meninggal beberapa tahun lalu.
Setelah dilantik menjadi perwira, selama sepuluh tahun Azhar ditugaskan menjadi pelatih dan guru militer di Pusat Pendidikan Hukum TNI AD. Tahun 2003, setelah selesai Pendidikan Lanjutan Perwira, alumnus Notariat FH UI ini ditugaskan di Kodam VI/Tanjungpura Kalimantan Timur.
Pada 2006 Azhar mendapat tugas baru di satuan Hukum Kodam Iskandar Muda, dan anggota Tim Analis Intelijen. Hanya tiga tahun berdinas di Kodam Iskandar Muda, ayahanda dari Azli Akbar Albanna (Mahasiswa Notariat USU) ini, ditugaskan di satuan Hukum Kodam I Bukit Barisan.
“Hanya enam bulan berdinas di Medan, karena waktu itu saya dapat promosi jabatan Letkol di Direktorat Hukum TNI AD Jakarta,” ujar alumnus Sepamilwa tahun 1993 ini.
Selama di Direktorat Hukum TNI AD, Azhar banyak menyelesaikan perkara aset TNI AD, khususnya sengketa kepemilikan tanah. Ilmu tentang hukum pertanahan yang diperoleh dari Prof AP Parlindungan (dosen terbang USK) dan Prof Boedi Harsono di Program Magister
Kenotariatan di FH UI, membuat Azhar lebih percaya diri dalam menyelesaikan sengketa kepemilikan tanah aset TNI.
Ada satu perkara pidana yang ditanganinya yang sulit untuk dilupakan sampai kapan pun, yaitu kasus Cebongan (penembakan yang dilakukan beberapa prajurit Kopassus terhadap pelaku pembunuhan anggota Kopassus atas nama Sertu Heru Santoso di Hugos Coffee.
“Seingat saya belum ada pelaku tindak pidana pembunuhan yang ‘dielu-elukan’ oleh rakyat layaknya seperti pahlawan. Serda Ucok cs yang diminta pertanggungjawaban pidana dalam kasus tersebut justru mendapat apresiasi yang luar biasa dari masyarakat Yogyakarta khususnya,” ujar mantan Pengurus Keluarga Muda Alumni Penerima Beasiswa Supersemar Tahun 1989 Cabang USK ini.
Bakat sebagai pemimpin sudah ditunjukkan oleh suami Lisa Idris ini. Ketika di bangku SMP dan SMA, Azhar terpilih menjadi Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Mantan Kepala Bidang Umum Babinkum TNI kelahiran Aceh Utara 13 Juli 1968 ini, juga pernah menjadi Ketua I Senat Mahasiswa FH USK.
“Saya pernah ditunjuk mewakili yudisiawan untuk menyampaikan pidato pada saat yudisium di Kampus Hukum USK. Orasi saya katanya bagus, tapi teman-teman bilang, kritik saya kepada pimpinan fakultas waktu itu terlalu keras. Tujuan saya untuk perbaikan,“ kenangnya tersenyum.
Namun, Azhar mengakui semua dosen di FH USK sangat profesional dan kredibilitasnya juga luar biasa. “Saya sangat kagum dengan dosen-dosen FH USK, mereka sangat objektif dalam memberi nilai dan jauh dari praktik transaksional,” imbuhnya meyakinkan.
Sang Jenderal ingin mengulangi kisah ini, berpidato di depan adik-adiknya, mahasiswa USK. Dan dialah jenderal pertama dari kampus negeri yang sudah berusia 60 tahun ini.
Rindu Pulang Kampung
“Saya ingin sesekali pulang, memberi motivasi kepada adik-adik mahasiswa agar mereka memiliki semangat tinggi, bercita-cita tinggi, memiliki pikiran positif, dan memiliki semangat tinggi untuk bertarung di Ibu Kota, menjadi manok uteun,” harapnya.
Mantan kepala Dinas Bantuan dan Nasihat Hukum Babinkum TNI dan penerima tanda jasa, antara lain Bintang Kartika Ekapakçi Nararya dan Bintang Yudha Dharma Nararya ini merasa risau dengan rendahnya semangat juang dan jiwa bertarung generasi muda Aceh saat ini.
Bahkan, menurutnya, saat ini putra-putri Aceh yang mengabdi di TNI dan kepolisian sangat sedikit. “Saya ingin sekali generasi muda Aceh menjadi prajurit TNI/Polri dan menjadi pemimpin di satuan-satuan TNI,” kata Azhar.
Menurutnya, ada memang di antara mereka yang mencoba ikut tes penerimaan perwira TNI. Namun, gagal karena mereka tidak mempersiapkan diri untuk ikut seleksi.
Pemahaman mereka tentang seleksi penerimaan TNI sangat keliru, anggapan bahwa tanpa beking dan uang tidak mungkin lulus. Padahal, itu merupakan anggapan yang sangat keliru.
Seleksi penerimaan TNI saat ini dapat dipastikan bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). “Pimpinan TNI memiliki komitmen yang kuat untuk menghukum siapa saja prajurit TNI yang menjadi calo dalam proses rekrutmen TNI,” ujar Brigjen Azhar.***
Penulis: Tim Suara Pemred
Sumber: Wawancara & Tribun Aceh