Opini post authorBob 16 September 2022

Ketidaksolidan Pimpinan DPD RI akan Ganggu Kinerja DPD RI

Photo of Ketidaksolidan Pimpinan DPD RI akan Ganggu Kinerja DPD RI Oleh: Yorrys Raweyai, Anggota DPD RI, Dapil Papua Periode 2019-2024
SEJAK kelahirannya pada 2004 silam, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga yang mengemuka pasca amandemen ketiga UUD Negara Republik Indonesia 1945, sekaligus merepons geliat reformasi yang memikirkan ulang pentingnya aspirasi daerah menuai resonansi di tingkat nasional, telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan.
 
Lembaga parlemen dalam upaya membangun sistem bikameral (dua kamar) ini perlahan tidak lagi semata sebagai pelengkap sistem yang telah ada sebelumnya.
 
Pada periode 2019 – 2024 ini, signifikansi itu semakin terasa seiring dengan kepercayaan publik yang semakin meningkat di angka 64,6 % di atas DPR RI.
 
Hal itu tidak terlepas dari harapan publik yang dijawab dengan kerja keras, terukur dan terencana dari para Anggota DPD RI yang sat ini berjumlah 136 orang.
 
Juga tidak terlepas dari semangat yang tinggi dari segenap Pimpinan DPD RI di awal masa kepemimpinannya yang menggelorakan slogan DPD RI: Daerah untuk Indonesia.
 
Namun di tengah suasana kondusif tersebut, kita memang masih diperhadapkan pada situasi yang tidak sepenuhnya maksimal.
 
Selain Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, juga sistem dua kamar belum sepenuhnya maksimal berjalan sebagaiman idealisme yang bersarang di kepala kita masing-masing.
 
Tapi, tentu itu bukan penghalang. Sebab dinamika sosial dan politik harus dilalui dengan berbagai terobosan demi terobosan, meski harus mampu bernegosiasi dengan kenyataan saat ini.
 
Paling tidak, kita menyaksikan euforia yang positif dari mereka yang sedang menjabat saat ini. Selain terdiri dari kaum muda yang relatif dominan, juga didukung oleh keberadaan figur-figur yang selama ini malang-melintang di dunia birokrasi, eks-pentolan politisi aktif dari partai-partai besar, serta para tokoh masyarakat dan agama yang selama ini akrab dengan masyarakat daerah.
 
Kita sesungguhnya sangat patut berharap banyak pada figur-figur Anggota DPD periode 2019 – 2024.
 
Mereka mampu menciptakan komunikasi yang efektif dan efesien dengan DPR maupun Pemerintah dari tingkat pusat hingga tingkat daerah.
 
Apalagi secara yurudis, para Anggota DPD RI sepenuhnya terlepas dari ikatan partai politik yang terkadang mengurangi independensi individual dengan berbagai ide dan gagasan yang murni lahir dari keresahan rakyat di daerah. Slogan “Dari Daerah untuk Indonesia” pun kiranya bukan impian yang muluk-muluk.
 
Meski berada dalam situasi yang relatif kondusif dan berada dalam jalur (on the track) yang sewajarnya, saat ini kita diperhadapkan pada situasi isu sekaligus kenyataan yang mengundang pertanyaaan.
 
Berawal dari menajemen kepemimpinan DPD RI yang seringkali mengundang pertanyaan para Anggota DPD RI, hingga pada isu tentang keretakan hubungan antara Pimpinan DPD RI yang semakin lama kian berhembus kencang.
 
Puncaknya saat mosi tidak percaya kepada Saudara Fadel Muhammad yang berujung pada sidang Paripurna ke-2 DPD RI yang mengagendakan pencoptan dan pemilihan ulang jabatan Wakil Ketua MPR RI dari Unsur DPD RI pada 18 Agustus 2022.
 
Setelah pemilihan panjang hingga dini hari yang meghasilkan Saudara Tamsil Linrung dengan suara terbanyak, persoalan pergantian tersebut tidak selesai sampai di situ.
 
Pada kelanjutannya, Saudara Fadel Muhammad melayangkan gugatan atas pencopotannya, dan secara khusus menggugat Saudara LaNyalla Mattalitti sebagai figur yang bertanggung jawab atas pencopotannya.
 
Terlepas dari mekanisme hukum yang sedang dijalani saat ini, kabar tentang penarikan kesepakatan atas pencopotan Saudara Fadel Muhammad menambah kerumitan tersendiri dalam tatanan kolektivitas kepemimpinan DPD RI.
 
Tersirat secara jelas, kepemimpinan DPD RI saat ini sedang dirundung persoalan soliditas dan solidaritas antara satu sama lain.
 
Selain itu, kedua persoalan tersebut sejatinya menambah deret persoalan tentang sejauhmana suasana kolektivitas dan kolegialitas sebagai wujud keseimbangan 4 wilayah yang sedang menaungi nahkoda perahu DPD RI saat ini, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 46 ayat (1) Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Tertib DPD RI.
 
Pada gilirannya, kita sulit membayangkan suasana ini mampu menjembatani harapan dan amanah Anggota DPD RI secara keseluruhan. Kita pun sulit mencerna dengan baik, bagaimana mungkin tugas-tugas kepemimpinan sebagaimana tercantum dalam Pasal 57 Peraturan DPD RI dapat dijalankan dengan baik dan menghasilkan keputusan yang arif dan bijaksana untuk rakyat di daerah dengan berbagai kompleksitas persoalan yang sedang mendera saat ini?
 
Sementara itu, hasil paripurna yang merupakan pengambilan keputusan tertinggi di lembaga DPD RI seakan surut sebelum berkembang.
 
Penolakan kelembagaan MPR RI saat untuk segera mengesahkan Saudara Tamsil Linrung sebagai pengganti Saudara Fadel Muhammad cukup membuktikan betapa keputusan tertinggi DPD RI masih bisa dimentahkan. Sementara itu, penarikan kesepakatan oleh 2 (dua) Wakil Ketua/Pimpinan DPD RI seakan menghilangkan wajah konsisten DPD RI di mata lembaga-lembaga lainnya, termasuk para Anggota DPD RI itu sendiri. Pemikiran terburuk saat ini, keputusan tertinggi DPD RI tersebut ibarat dagelan yang sekedar memuaskan kepentingan sesaat, dan tidak kunjung berbuah efektif.
 
Mencermati suasana saat ini, sebagai Anggota DPD RI, mewakili suara-suara sayup sekian banyak Anggota lainnya, kita berharap suasana ini tidak larut dalam kesenyapan hingga menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga terhormat ini.
 
Kita menyadari sepenuhnya, tidak lama lagi perhelatan politik Pemilu 2024 akan kita rayakan bersama sebagai pesta demokrasi rakyat. Dan, tentu saja rakyat di daerah yang paling merasakan perayaan ini. Entah apa yang akan kita wariskan sebagai kerja keras dalam 1 periode ini, jika soliditas dan solidaritas kita sedang terpecah dan terbengkalai.
 
Tentu saja kepemimpinan menjadi teladan penting dalam kelembagaan DPD RI. Hal ini berbeda dengan DPR RI yang cenderung memiliki kekuatan merata di bawah naungan partai politiknya masing-masing. Sementara DPD RI begitu berharap kepemimpinannya mampu membawa suasana yang lebih baik dan menghasilkan kebanggaan sebagai Anggota DPD RI.
 
Sudah saatnya kita memikirkan kembali peran, fungsi dan tanggung jawab kita masing-masing di hadapan rakyat.
 
Menghilangkan ego sektoral dengan basis kepentingan masing-masing di bawah kepentingan lembaga, adalah idealisme utama yang selayaknya du junjung saat ini.
 
Sebab, bagaimanapun, masa 17 tahun dan jelang 18 tahun DPD RI seharusnya menjadi pengingat, betapa amanah reformasi sedang berada di pundak kita masing-masing.
 
Hal itu akan terakselerasi dengan maksimal dalam suasana kebersamaan dan kehangatan, sebagaimana kelaziman rakyat di daerah yang sebagian besar hidup dengan kebersamaan dan kehangatan, jauh dari hiruk-pikuk kontestasi yang terkadang menguras tenaga, energi dan pikiran.
 
Saatnya kembali merenungi slogan “Dari Daerah untuk Indonesia”. Kalimat yang lahir dari semangat kedaerahan yang berbeda-beda tapi satu jua. Meski berbeda pandangan, tapi satu tujuan.
 
Walau berbeda asal-usul daerah tapi satu visi tentang kebangsaan dan keindonesiaan. Itulah makna sebagian penggalan sumpah dan janji kita saat dilantik, bahwa kita “akan berkerja sungguh-sungguh demi tegaknya demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan daerah di atas kepentingan pribadi, seseorang dan golongan”. (*)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda