KETAPANG, SP - Bertepatan dengan peringatan Pekan Peduli Orangutan yang diperingati selama 1 minggu dari 8-14 November 2020, Balai KSDA Kalimantan Barat, Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) bersama IAR Indonesia melepasliarkan lima individu orangutan, di kawasan TNBBBR, Rabu (11/11).
Kelima individu orangutan yang dilepasliarkan terdiri dari tiga individu jantan bernama Jacky, Beno, dan Puyol, serta dua individu betina bernama Oscarina, dan Isin. Kelimanya merupakan orangutan hasil rehabilitasi yang diselamatkan dari kasus pemeliharaan illegal satwa liar dilindungi.
Jacky diselamatkan dari daerah Muara Pawan dan masuk ke pusat rebilitasi pada Agustus 2013, Beno diselamatkan dari daerah Simpang Dua pada tahun 2015, Puyol diselamatkan dari daerah Kendawangan pada 2010, Oscarina diselamatkan dari Pontianak pada tahun 2011 dan Isin diselamatkan dari kabupaten Kayong Utara pada tahun 2017 silam.
Proses rehabilitasi ini tidak mudah dan bisa berlangsung lama tergantung kemampuan masing-masing individu. Rehabilitasi ini diperlukan untuk mengembalikan sifat dan kemampuan alami orangutan untuk bertahan hidup di habitat aslinya.
Di alam bebas, bayi orangutan akan tinggal bersama induknya sampai usia 7-8 tahun untuk belajar dari induknya bagimana bertahan hidup di alam sebagai orangutan.
Karena bayi orangutan ini dipaksa berpisah dengan induknya untuk dijadikan peliharaan, bayi orangutan ini kehilangan kesempatan untuk menguasai kemampuan bertahan hidupnya.
Kepala Balai TNBBBR, Agung Nugroho, mengatakan bahwa kegiatan pelepasliaran ini dilakukan dengan melalui serangkaian kegiatan dan kajian.
Dirinya berharap, orangutan yang dilepaskan di dalam kawasan TNBBBR ini mampu membentuk populasi baru, dan mempertahankan eksistensi spesiesnya. Sebelumnya, pada bulan Februari 2020, pihaknya juga melepasliarkan lima individu orangutan.
“Semua kegiatan dan kajian ini, dilakukan untuk memastikan semua orangutan yang telah dilepasliarkan, dapat hidup aman, dan tercukupi pakannya. Ketika pelepasliaran dilakukan, bukan berarti kerja kita selesai. Tim monitoring akan tetap bekerja selama lebih kurang tiga bulan, untuk memastikan setiap orangutan yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan habitat barunya,” katanya.
Kawasan TNBBBR dipilih sebagai tempat pelepasliaran karena berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, jumlah jenis pohon pakannya tinggi sedangkan jumlah populasi alami orangutan cukup rendah.
Untuk mencapai lokasi pelepasliaran, tim pelepasan bersama orangutan harus menempuh perjalanan darat sejauh 700 kilometer dan dilanjutkan dengan perahu dan berjalan kaki.
Diperlukan waktu hingga 3 hari untuk mencapai titik pelepasan dari pusat rehabilitasi orangutan IAR Indonesia di Ketapang. Meskipun demikian, status kawasan sebagai Taman Nasional akan lebih menjamin keselamatan satwa di dalamnya.
“Dengan dilepasliarkannya 5 individu orangutan ini, maka telah dilepasliarkan 51 individu orangutan di wilayah kerja Balai TNBBBR, yang terdiri dari 10 individu orangutan liar/translokasi, dan 41 individu orangutan hasil rehabilitasi dari Pusat Penyelamatan Konservasi Orangutan (PPKO) Ketapang,” tutur Agung. ?
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, dalam keterangannya menyampaikan penyelamatan satwa berupa evakuasi, translokasi dan beberapa kegiatan lain seperti penyuluhan dan penyadartahuan, merupakan bagian dari solusi konflik satwa dan manusia.
Perlu disadari bersama, bahwa sebagai bagian dari ekosistem dan sebagai bagian dari alam, manusia harus bisa menerima kehadiran komponen alam lainnya, termasuk satwa liar.
“Sudah waktunya masing-masing belajar hidup berdampingan dalam harmoni. Manusia sebagai makhluk yang dianggap paling cerdas, memiliki tanggung jawab terbesar untuk mewujudkan dan menjaga harmonisasi alam,” ungkapnya.
Program pelepasliaran ini bisa dikatakan berhasil dengan lahirnya 3 bayi orangutan secara alami di dalam kawasan Taman Nasional Bukit baka Bukit Raya dari orangutan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan di sana.
Kelahiran generasi baru orangutan ini membumbungkan harapan bahwa populasi orangutan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya serta di Kalimantan Barat pada umumnya akan terus terjaga dan lestari.
Sebelumnya pada awal November 2019, Shila yang dimonitoring setiap hari sejak pelepasan terpantau melahirkan bayi orangutan berjenis kelamin jantan yang kemudian diberi nama Dara oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, kesuksesan ini berulang ketika pada Juni 2020, orangutan hasil rehabilitasi bernama Desi juga melahirkan anak pertamanya yang berkenis kelamin betina.
Oleh Menteri LHK, bayi orangutan ini diberi nama Dara. Yang paling baru, orangutan hasil rehabilitasi bernama Laksmi juga menyumbangkan generasi baru orangutan di dalam kawasan TNBBBR pada awal Oktober lalu.
Oleh wakil menteri LHK, Dr. Alue Dohong, bayi orangutan betina ini diberi nama Lusiana.
Sementara itu, berkat peran aktif dan kerja keras semua pihak, IAR Indonesia kembali mendapatkan penghargaan atas pendekatannya yang inovatif dan holistik dalam penyelamatan satwa liar dan habitatnya, khususnya di Kalimantan Barat.
Penghargaan kali ini diberikan oleh BBVA Foundation di Spanyol pada bulan Oktober 2020 untuk kategori keanekaragaman hayati atas upaya pendekatan inovatif dan terintegrasi untuk melindungi keanekaragaman hayati di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) dan beberapa spesies ikonik di dalamnya termasuk orangutan.
Sementara itu, berkat peran aktif dan kerja keras semua pihak, IAR Indonesia kembali mendapatkan penghargaan atas pendekatannya yang inovatif dan holistik dalam penyelamatan satwa liar dan habitatnya, khususnya di Kalimantan Barat.
Penghargaan kali ini diberikan oleh BBVA Foundation di Spanyol pada bulan Oktober 2020 untuk kategori keanekaragaman hayati atas upaya pendekatan inovatif dan terintegrasi untuk melindungi keanekaragaman hayati di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) dan beberapa spesies ikonik di dalamnya termasuk orangutan.
Penghargaan ini tidak lepas dari dukungan dan kerjasama yang sangat baik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia. Melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, program IAR Indonesia di Kalimantan Barat dapat terwujud dan berjalan dengan baik.
Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez mengungkapkan apresiasinya kepada semua pihak yang berperan penting dalam seluruh kerja konservasi IAR Indonesia.
“Saya sangat berterimakasih kepada segenap pengurus, manajemen dan staf IAR Indonesia karena tanpa mereka, program ini tidak akan bisa terealisasi. Saya juga sangat berterimakasih kepada seluruh mitra kerja IAR Indonesia, terutama kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena tanpa dukungan dan keterlibatan mereka, program kami tidak akan bisa berjalan. Terimakasih juga kami haturkan kepada seluruh masyarakat di lokasi program kami di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit baka Bukit Raya karena sebenarnya merekalah pemeran utama dalam program ini,” katanya.
Ia melanjutkan, secara khusus, dewan juri yang terdiri dari para ilmuwan yang bekerja di bidang lingkungan, komunikator, ahli hukum lingkungan dan pembuatan kebijakan, serta perwakilan dari beberapa LSM konservasi juga memberikan pujian atas strategi konservasi jangka panjang IAR Indonesia dalam ekosistem yang dilanda tantangan deforestasi.
Perlindungan alam merupakan prioritas utama bagi BBVA Foundation yang selama lebih dari 20 tahun tahun telah mendukung penelitian di bidang ekologi dan biologi konservasi.
Hadiah penghargaan yang diberikan untuk masing-masing kategori mencapai 250.000 euro atau setara dengan 4,3 miliar rupiah menjadikan penghargan ini merupakan salah satu penghargaan dengan hadiah yang paling besar di seluruh dunia.
Pemanfaatan hadiah ini akan dikembalikan sebesar-besarnya manfaat untuk program konservasi di TNBBBR dengan pelibatan lebih lanjut pihak Taman Nasional, pemerintah dan masyarakat setempat.
Semua kerja konservasi yang dilakukan IAR Indonesia selama ini dilandasi visi untuk mewujudkan kehidupan di mana manusia dan satwa dapat hidup berdampingan di dalam ekosistem yang berkelanjutan.
“Kami berusaha mewujudkan visi kami dengan misi untuk membangun kesadaran akan pelestarian lingkungan hidup dan mengimplementasikan sistem yang efektif di mana habitat dan satwa dapat terlindungi. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan IAR Indonesia tidak hanya fokus pada penyelamatan orangutan dan satwa liar tetapi juga bertujuan untuk membantu manusia,” ujar Karmele lagi.
Sejak berdiri pada tahun 2009 silam, IAR Indonesia bermitra dengan KLHK telah menyelamatkan lebih dari 250 orangutan dan melepaskan 129 orangutan, 46 orangutan di antaranya dilepaskan di dalam kawasan TNBBBR sejak 2016 sampai sekarang. Sebagian orangutan hasil pelepasliaran ini sudah berhasil berkembang biak di alam.
Khusus untuk pelepasliaran orangutan di TNBBBR, dukungan Tropical Forest Conservation ACT (TFCA) Kalimantan berperan besar dalam pelaksanaannya mulai tahun 2017 hingga awal 2020. (Teo)